Lara
“Lara boleh menghias kamar Lara sendiri, ya,” pinta Lara.
“Mama dan Om Erza akan menyewa orang yang ahli di bidang desain interior untuk menyiapkan kamar kalian. Mama akan mengusulkan hal itu pada Om Erza,” kata Mama meyakinkan Lara.
Lara tersenyum bahagia. Membayangkan punya kamar sendiri dan tak perlu khawatir barang-barangnya akan rusak akibat dijadikan mainan oleh adik-adik sepupunya cukup untuk melenyapkan raut khawatir di wajah Lara.
“Kamu senang?” goda Mama. Lara mengangguk antusias diiringi tawa Lara dan Mama.
Ponsel pintar Mama berdering. Mama minta izin pada Lara untuk mengangkat panggilan telepon itu. Lara pun beranjak untuk masuk kamar. Ia ingin menyelesaikan membaca novel Magnus Chase kesukaannya.
“Lara,” panggil Mama tiba-tiba.
“Ya, Ma?” jawab Lara.
Mama memasuki kamar dan berhenti di pintu kamar.
“Lara, Om Erza mengusulkan pertemuan keluarga. Kita berempat makan siang bersama pekan depan. Kamu bersedia?” tanya Mama.
“Makan siang berempat?” tanya Lara bingung.
“Iya, Mama, Lara, Om Erza, dan anak Om Erza,” jelas Mama.
“Oh,” ucap Lara.
“Bagaimana?” tanya Mama penuh harap.
“Di mana?” tanya Lara lagi.
“Di restoran Menjangan dekat rumah. Mama mengusulkan restoran itu karena suasananya nyaman dan makanannya enak. Lara suka, kan?” kata Mama.
Lara melirik kalender yang menempel di dinding kamar, “hari apa kita ketemuan?”
“Hari Minggu sekitar jam sebelas, lah. Pas waktu orang makan siang,” jawab Mama.
Lara mengangguk, minggu depan dia memang belum ada rencana bepergian.
“Baik, kita makan siang bersama. Bilangin ke Om Erza, nggak boleh telat,” ancam Lara.
“Haha, oke Mama akan bilang ke Om Erza, ya,” kata Mama. “Oh iya, Lara.. Mama pamit, ya. Om Erza mengajak Mama bertemu putrinya. Gantian, kemarin kan Om Erza nemenin kamu. Sekarang giliran Mama nemenin anak Om Erza,” lanjut Mama.
Lara memandang Mama dengan getir. Terbayang sudah di hadapannya, nanti Mama tak hanya miliknya seorang. Tapi pikiran itu segera ditepisnya. Lara mengangguk memberi izin.
Tak lama setelah Mama meminta izin, suara mesin mobil Om Erza terdengar di depan rumah. Lara segera keluar dari kamarnya dan mengintip. Hanya ada Om Erza yang menjemput Mama. Kemana anak Om Erza? Pikir Lara.
Mata Lara mencoba memindai sekitar pekarangan rumahnya. Pandangannya kemudian tertuju pada mobil Om Erza. Seperti ada seseorang yang memandangi rumahnya dari mobil itu. Apa dia anak Om Erza? Kenapa dia duduk saja di mobil seperti tuan puteri? Batin Lara lagi. Segera setelah Mama masuk ke dalam mobil dan mobil berjalan, Lara melepaskan pandangannya dari mobil itu.
“Tadi sepertinya anak Erza itu ya, Bu” kata Eyang Kakung pada Eyang Puteri.
“Iya, Pak. Sepetinya ada di mobil. Mungkin dia malu untuk turun. Kan belum kenal sama kita,” jawab Eyang Puteri membenarkan sikap anak Om Erza.
“Eh, ada Lara, toh. Anak Erza sepertinya temanmu di sekolah, loh,” kata Eyang Puteri lagi, kali ini Eyang Puteri berbicara pada Lara.
“Iya, ya? Lara nggak tahu, tuh, Eyang,” jawab Lara sekenanya. Kemudian ia berlari kecil masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar, Lara merenung. Ia belum pernah berpikir akan kehilangan Mama. Jangankan kehilangan, berbagi Mama pun belum pernah ia pikirkan. Baginya, Mama adalah miliknya seorang. Bagaimana jika anak itu merebut Mama dariku? Pikir Lara.
“Papa, kok Lara menyesal, ya, sudah mengizinkan Mama menikah lagi?” kata Lara pada potret Papa di meja belajarnya. Papa dalam bingkai itu masih saja tersenyum. Senyum yang membuat hati Lara lebih tenang. Tak lama kemudian, Lara tertidur dengan memeluk bingkai foto Papa.
***
Hari Minggu ini Lara dan Mama punya janji bertemu dengan Om Erza dan putrinya. Lara mengenakan pakaian terbaiknya hari itu, blus berwarna putih gading dengan kancing belakang dan rok lipit selutut berwarna blewah. Rok ini adalah rok kesukaan Lara. Iya memilih sendiri rok ini di mal sebagai hadiah dari Mama setelah menerima rapor semester lalu.
Mama juga tak kalah cantik dengan blus bermotif bunga dengan warna dominan kuning dan celana panjang hitam. Mama memasang lipstik merah muda sebagai sentuhan akhir riasannya. Lara melakukan hal yang sama, ia memakai lipbalm berwarna merah muda agar bibirnya tak kering.
Restoran Menjangan sangat dekat dengan rumah. Mereka hanya perlu berjalan kaki ke sana. Karena itu, Mama tidak minta dijemput oleh Om Erza. Lara dan Mama pun berjalan menuju restoran itu.
Setelah menunggu beberapa waktu, Om Erza terlihat memasuki restoran bersama seorang gadis seusia Lara. Anak itu terkesan tomboi namun cantik. Ia memakai kaus dengan kardigan di luarnya dan celana jins, cantik dan sesuai denga proporsi tubuhnya.
“Halo, Lara. Lama menunggu?” sapa Om Erza. Lara menggeleng sambil tersenyum. Anak gadis yang dibawa Om Erza tersenyum pada Mama yang juga dibalas senyum oleh Mama.
“Kenalkan, ini Arumi, puteri Om,” kata Om Erza mengenalkan Arumi pada Lara.
“Lara,” kata Lara sembari mengulurkan tangannya.
“Arumi,” sahut Arumi membalas uluran tangan Lara.
“Lara ini empat bulan lebih tua dari Arumi,” tutur Om Erza pada Arumi.
“Oh, kakak, ya?” tanya Arumi pada Lara.
Lara tertawa kecil, membayangkan dia punya adik. Senang rasanya.
“Ayo, duduk,” kata Mama menyilakan mereka berdua duduk.
Setelah memesan makanan, mereka pun berbincang. Suasanya sangat canggung untuk Lara dan Arumi. Lara bukan anak yang pandai memulai percakapan, demikian pula Arumi. Mereka menghabiskan waktu dalam diam.
“Arumi sekolah di SMA Sepuluh juga?” tanya Mama mencoba mencairkan suasana.
“Iya, Tante,” jawab Arumi.
“Sama, donk. Lara juga,” tutur Mama. Lara tersenyum pada Arumi sambil mencoba mengingat-ingat, di kelas berapa Arumi berapa. Namun Lara menyerah, ia tak ingat.
Ponsel Lara berdering. Rupanya kawan sekelas Lara menelepon. Lara meminta izin menerima panggilan itu.
“Kamu MOA?” tanya Arumi berbinar setelah Lara selesai menerima telepon.
“Iya,” kata Lara. Ia tersadar, ponselnya dihiasi gambar wajah-wajah anggota TXT, idol dari Korea Selatan. “Kamu tahu TXT?” tanya Lara balik kepada Arumi.
“Aku juga MOA,” sahut Arumi antusias.
“Benarkah? Wah, bias-mu siapa? Aku Huening Kai,” tutur Lara.
“Sama! Aku juga suka Hyuka,” kata Arumi membalas Lara.
“Serius?” tanya Lara memastikan. Arumi mengangguk penuh semangat.
Lara senang sekali. Ternyata calon saudaranya ini sama-sama MOA seperti dirinya. MOA adalah singkatan dari Moments of Alwaysness, yaitu sebutan untuk penggemar boy group asal Korea Selatan, TXT (Tomorrow by Together). Ditambah lagi, mereka berdua suka orang yang sama dalam grup tersebut, yaitu Huening Kai atau Hyuka. Lara dan Arumi langsung terlibat pembicaraan yang seru tentang Kpop. Tak hanya TXT, namun juga BTS dan Enhypen, boy group baru yang debut dari survival show I-Land yang mereka bicarakan. Lara merasa hidupnya akan menyenangkan karena dia punya teman dengan minat yang sama dengannya.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMAT
Teen FictionLara yang tinggal bersama ibunya dan Arumi yang tinggal bersama ayahnya nyaman dengan kehidupan masing-masing sampai ayah Arumi menikah dengan ibu Lara dan mereka harus menjadi saudara tiri. Berbagai perselisihan menghiasi keluarga baru mereka, hing...