Bagian XXV

27 7 1
                                    

Lara

Bel masuk pelajaran kembali berdering. Lara melenguh, sebab ia belum sempat memakan bekal yang dibawakan Mama. Padahal sejak tadi ia telah tergoda dengan wangi sedap masakan yang menguar dari kotak makannya. Lara menjadi sangat tak bersemangat masuk kelas. Ingin rasanya ia segera pulang atau berjalan agak santai, tapi mustahil, sebab bila bel masuk sudah berdering, dalam waktu tiga menit, semua siswa harus sudah masuk di kelasnya masing-masing bila tidang ingin mendapatkan hukuman berjemur di bawah tiang bendera.

"Ra, aku dengar dari teman-teman, kalau kamu sekarang sudah jadi saudara tirinya Kak Arumi. Itu beneran?" ucap Clara yang membuat Lara terperangah. Ia tak habis pikir, cepat sekali berita tentang dia dan Arumi menyebar.

"Kata siapa?" jawab Lara berpura-pura tidak tahu.

"Barusan Anggi masuk kelas dan bilang soal kamu. Dia diberi tahu Kak Sela, kalau kamu habis bertengkar dengan Kak Arumi," terang Clara. Lara hanya diam saja, meski dalam hatinya terkejut karena berita menyebar sangat cepat. Ya ampun… kenapa mereka ember sekali?

"Memang Kak Sela itu siapa?" tanya Lara menyelidik.

"Kakaknya Anggi, lah. Kak Sela kan teman sekelasnya Kak Arumi," jawab Clara sambil memutar bola matanya ke atas. Berpikir bahwa sebegitu kupernya Lara sehingga ia tak tahu siapa kakak Anggi. Lara terdiam, ia baru ingat kalau dia dan Arumi tadi berdebat cukup keras karena tersulut emosi. Lara menyesali ulah dirinya dengan Arumi sehingga menimbulkan gosip besar di sekolah, tapi bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur, ke depan ia harus menerima segala prasangka buruk dari siswa lainnya.

"Pantas saja tadi mama Kak Arumi titip bekal ke kamu. Jadi memang sekarang mamamu, mama Kak Arumi juga, kan?" sindir Clara pada Lara yang sudah tidak dapat menyangkal apa-apa.

"Idih, masalah buat kalian?" balas Lara berusaha tetap santai. Apa yang Lara khawatirkan ternyata terjadi lebih cepat, ia pasti dianggap rendah oleh para kakak senior kelas sebelas sebab mereka telah tahu bahwa ia sebenarnya seumuran dengan mereka. Lara yakin, teman-temannya dan juga teman Lara pasti berpikir bahwa Lara terlalu bodoh sehingga ia tinggal kelas.

Lara lebih banyak diam ketika pelajaran demi pelajaran berlangsung. Ia tak menjawab lagi pertanyaan dari teman-temannya tentang Arumi. Ia juga tak peduli dengan bisik-bisik temannya yang nyatanya terdengar keras di telinganya saat ia makan bekalnya di jam istirahat kedua.

"Bisik-bisik macam apa itu, sampai terdengar jelas begitu," gerutu Lara usai menghabiskan makanannya.

Waktu terasa berjalan sangat lambat bagi Lara. Ingin rasanya ia putar jam dinding di kantor guru agar bel pulang segera ditekan. Perasaannya sungguh bercampur aduk, tapi ia tak dapat segera pulang. Berjam-jam Lara berusaha mengendalikan emosi dalam dirinya. Ia terus berusaha bersabar hingga suara yang dinantikannya telah benar-benar tiba.

Lara cepat-cepat berkemas, lalu bergegas keluar kelas dan hendak menuju ruang ganti. Namun, ia mendadak menghentikan langkahnya ketika dari jauh melihat Arumi dan Nadine di depan laboratorium IPA kelas sebelas. Lara pelan-pelan memutar langkahnya, dan memilih untuk lewat koridor sebelah timur agar tak melewati Arumi, sebab ia masih sangat malas bertemu dengannya. Saat berganti pakaian hitam-hitam khas pencak silat, Lara sekilas teringat bahwa tadi ia melihat Kak Nadine berpakaian olahraga. Kak Nadine kok pakai baju olahraga, ya? Apa dia enggak ngelatih pencak silat? pikir Lara. Benar saja, ketika ia sampai di aula, ia tak melihat Nadine berada di tempat itu.

"Tumben bukan Kak Nadine yang ngelatih kita? Sekarang kan jadwalnya Kak Nadine," bisik Lara pada Clara.

"Ya ampun Lara, kemana saja sih, kamu. Mata sama telinga itu dibuka lebar-lebar, dong. Biar update dengan info-info terbaru," ejek Clara padanya.

"Termasuk update berita gosip, ya?" cibir Lara membalas ejekan temannya yang suka asal bicara itu. Lara pindah agak menjauh dari Clara, agar Clara merasa bahwa ucapannya telah menyakiti hati orang lain. Tanpa menunggu jawaban dari Clara, Lara mendengar dari teman-temannya bahwa Kak Nadine hari ini berlatih basket karena akan ikut mewakili tim basket sekolahnya dalam ajang perlombaan basket tingkat provinsi.

Oh, pantas saja. Berarti besok Arumi juga ikut lomba, Lara mengangguk-angguk, ia salut dengan Arumi. Dibalik sosoknya yang menyebalkan dan suka marah, ternyata Arumi memiliki banyak prestasi di sekolah. Usai ekskur, Lara segera menuju jalan raya dan menunggu angkot. Ia tidak seperti Arumi yang suka mengandalkan naik ojek online, karena ia tidak begitu paham dengan aplikasi antar jemput tersebut.

"Besok kalau sudah baikan, aku mau belajar menggunakan aplikasi ojek online saja pada Arumi. Daripada nunggu angkot panas begini. Belum lagi nanti di dalam angkot desak-desakan sama penumpang lain," keluh Lara yang telah penat menunggu angkot yang tak kunjung datang. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya mobil jenis kijang berwarna biru muda, perlahan berhenti di depannya. Itu pun ia harus melambaikan tangan terlebih dahulu supaya angkot mau berhenti. Dalam perjalanan pulang, ia sempat melihat ojol yang dikendarai Arumi, melintas mendahului angkot yang ditumpanginya. Ia semakin iri dengan nasib Arumi yang akan sampai rumah lebih cepat dibandingkan ia yang masih berjubel dalam angkot full musik dangdut.

"Gerbang depan, ya, pak," ujarnya pada kenek angkot saat hampir tiba di perkampungan rumahnya. Perlahan mobil angkutan umum tersebut menepi di depan pintu gerbang besar berwarna abu-abu, dan Lara sedikit melompat saat menuruninnya. Lara berjalan santai sambil menghirup udara segar dari pepohonan rindang di sepanjang jalan. Semilir angin yang menerpa wajahnya membuat hatinya terasa lebih tenang daripada seharian di sekolah tadi. Matahari sudah menuju ufuk barat, tanda hari akan segera berakhir. Lara berjalan perlahan menyusuri lilngkungan baru yang jadi rumahnya itu. Lara menikmati sore ini.

"Ah Arumi sudah datang duluan," ujarnya saat melihat sepasang sepatu Arumi yang telah tertata rapi di rak sepatu depan rumahnya. Dia mempercepat langkahnya, dan segera melepas sepatu, serta menatanya rapi di bawah sepatu Arumi. Lara hendak mengucapkan salam, tapi ia justru diam mematung di depan pintu. Ia melihat Mama membantu melepaskan tas Arumi.

"Lara, kamu sudah datang juga? Kenapa masih berdiri di situ? Segera mandi dan ganti baju, ya. Mama mau membuatkan susu hangat dulu untuk Arumi, kasihan Arumi, dia sangat kelelahan," ucap Mama ketika melihat Lara berdiri di pintu. Hati Lara berdesir mendengar ucapan Mama. Ia sangat kecewa sebab merasa diperlakukan tak adil oleh Mama, tapi ia berusaha tak berkata apapun, dan segera meninggalkan mereka menuju kamar.

"Apa Mama sekarang lebih sayang pada Arumi daripada Lara?" gumam Lara sambil terisak pelan yang lalu berjalan memasuki kamarnya.

-Bersambung-

Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang