Bagian XXVI

30 8 0
                                    

Arumi

Yang benar saja. Dia malah membicarakan hal semacam itu di depan teman-temanku. Dasar Lara dungu! omel Arumi dalam hati. Arumi ingin segera sampai kantin, dan berharap dapat segera meneguk sebotol teh dingin untuk mendinginkan hatinya. Namun, keinginannya untuk menyerbu showcase seketika hilang, ketika melihat Lara yang justru yang tiba terlebih dahulu dan meneguk teh dingin tersebut sambil menyandarkan punggungnya di sana. Lara memang sempat meliriknya, tapi ia tak mengatakan apapun.

Arumi akhirnya memilih untuk kembali ke kelas tanpa membeli sesuatu. Ia melihat Nadine meringis seolah tak melakukan suatu kesalahan padanya.

"Sudah dong, Rum. Kamu enggak usah cemberut terus begitu," goda Nadine sambil  cengengesan.

"Ingat ya, Nad, kalau kamu enggak bisa jaga kata-kata yang keluar dari mulutmu lagi, aku enggak hanya akan menyumpal mulutmu dengan sapu tangan, tapi pakai kaos kakiku," ancam Arumi pada Nadine.

"Yah… baiklah, aku minta maaf tadi kelepasan bicara. Habisnya aku terkejut banget setelah tahu bahwa…," ujar Nadine.

"Stop! Enggak usah dilanjutkan," Arumi cepat-cepat memotong ucapan Nadine karena tahu akan ke mana arah pembicaraan selanjutnya. "Aku enggak mau bahas soal itu," lanjutnya.

"Tapi aku jadi penasaran, dong. Ya sudah, aku enggak mau lanjutin cerita tadi pagi," ujar Nadine kemudian.

"Ya enggak usah dilanjutin. Bodo amat, wek!" Arumi  menjulurkan lidahnya pada Nadine, kemudian mengeluarkan buku-buku pelajaran selanjutnya. Peraturan yang ketat dan hukuman berjemur di lapangan, membuatnya menghindari pelanggaran-pelanggaran sekolah. Bahkan, selama dua tahun bersekolah, Arumi tak pernah sekalipun terkena hukuman sekolah. Paling-paling ia hanya pernah beberapa kali tertidur saat pelajaran karena bermain gim semalaman. Dan itupun dibangunkan oleh Nadine terlebih dahulu sebelum ia terkena teguran guru.

***

Pukul 2:00 siang, seluruh mata pelajaran telah usai. Arumi berencana mencari Lara sebab akan menyelesaikan masalah yang terjadi pada mereka. Ia sama sekali tak membayangkan akan terjadi keributan seperti ini. Bayangannya dahulu, ia hanya akan bersenang-senang bersama Lara. Menonton konser TXT, mengoleksi aksesoris dari berbagai boyband, membahas lagu-lagu, dan menirukan gaya tarian-tarian mereka. Namun, semua bayangan indah itu lenyap gara-gara ketidakjujuran Lara dan mamanya.

Sudah hampir sepuluh menit Arumi menunggu Lara di depan kelas, tapi Lara tak juga kelihatan batang hidungnya. Nadine yang sedari tadi mengajaknya untuk segera berganti baju olahraga, akhirnya pergi sendiri menuju ruang ganti.

"Ya sudah, lah, nanti saja habis ekskul," gumam Arumi sambil berlari mengejar Nadine, "Nad…! Tungguin, dong!" 

Arumi terlihat sangat cantik saat mengenakan baju olahraga. Terlebih saat ia mengayunkan bola basket menuju ring. Postur tubuhnya yang tinggi dan rambut pendeknya yang berkibar indah kesana kemari, membuatnya menjadi idola para siswi di kelas-kelas lain. Tak jarang mereka memberikan semangat dengan bahasa korea ketika melihat Arumi sedang berlatih. Mereka sangat hapal dengan kesukaan-kesukaan Arumi. Termasuk tentang grup-grup boyband favoritnya.

Arumi Sunbae, hwaiting!” teriak mereka sambil tertawa-tawa. Arumi merasa senang karena memiliki banyak fans dan mendapatkan banyak semangat dari mereka. Namun, meski begitu, Arumi tak pernah merasa di atas angin. Ia menganggap mereka teman sekolah seperti pada umumnya, bahkan ia juga mem-follow balik ketika mereka mengikuti akun instagramnya.

Sudah hampir satu jam Arumi berlatih basket, tapi ia sama sekali tak melihat Lara melewati koridor maupun tepi lapangan. Arumi akhirnya memilih mengurungkan niatnya untuk menunggu Lara. Ia hendak menghubungi Ayah agar menjemputnya, tapi urung sebab ingat kalau ayahnya hanya bisa izin kerja setengah hari karena penggantinya juga sedang berhalangan masuk kerja. Seperti biasa, Arumi memesan ojek online dari ponselnya. Ia hanya perlu mengatur titik jemput dan titik antar, kemudian menunggu driver ojol beberapa menit di depan gerbang sekolah, sambil bermain gim atau berbincang dengan teman lainnya.

"Beneran kamu enggak mau cerita ke aku soal kakak tiri barumu itu?" tanya Nadine yang kebetulan juga menunggu papanya datang menjemput.

"Please, ya. Dia bukan kakak aku. Lain kali aku ceritain, lah. Pak Ojolnya dah mau sampai. Nanggung kalau aku cerita sekarang," jawab Arumi yang tengah memperhatikan map yang menunjukkan keberadaan driver. Dan benar saja, semenit kemudian, datang seorang laki-laki dengan plat nomor dan merk motor yang sesuai dengan rincian informasi pengemudi yang tertera pada ponsel Arumi. Arumi segera berlari dan menaiki motor matic si pengemudi. Ia kemudian melambaikan tangannya pada Nadine, dan beberapa detik kemudian, motor yang ditumpangi Arumi tak terlihat lagi saat melewati jalan yang berbelok ke kanan.

"Yang rumah pagar hitam, ya, Pak," ujar Arumi sambil menunjuk rumah barunya.

"Baik, Neng," jawab pengemudi ojek dengan ramah. Tanpa di duga, Kirana telah menunggu di dalam kursi ruang tamu. Arumi ragu, mama tirinya itu tak mungkin menungguinya. Pasti ia menunggu Lara, pikir Arumi saat melihat Kirana.

 "Sini sayang, tasnya mama yang bawakan. Kamu langsung mandi dan ganti baju, ya," imbuh Kirana sambil hendak membantu melepaskan ransel Arumi.

"Enggak perlu. Arumi bawa sendiri saja," ujar Arumi dengan muka masam. Ia mengira bahwa Kirana hanya sedang sok manis kepadanya. Namun, tiba-tiba ia mendengar langkah sepatu seseorang, dan ia merencanakan sesuatu.

"Mmm tapi sepertinya Arumi memang butuh bantuan. Mama bisa bantu bawakan tas Arumi bila Mama berkenan, soalnya tasnya berat sekali, Arumi ingin berbaring di sini sebentar" ucap Arumi sambil  berpura-pura kelelahan. Kirana dengan senang hati membantu membawakan tas Arumi ke kamarnya, dan ia senang karena akhirnya Arumi mau mengajaknya berbicara. Kirana tak menyadari bahwa di luar juga ada Lara yang baru saja sampai. Namun, Arumi sengaja membiarkan Kirana melayaninya agar Lara merasa cemburu. Arumi sesekali melirik Lara yang masih berdiri di depan pintu. Sangat terlihat jelas raut kecewa di wajah Lara. Arumi yakin hati Lara akan memanas setelah melihat ibunya lebih mempedulikannya dibandingkan dirinya.

"Lara, kamu sudah datang juga? Kenapa masih berdiri di situ? segera mandi dan ganti baju, ya. Mama mau membuatkan susu hangat dulu untuk Arumi, kasihan Arumi, dia sangat kelelahan," kata Kirana pada Lara setelah tahu bahwa putrinya telah sampai juga. Tak butuh waktu yang lama bagi Kirana untuk membuat susu coklat hangat dan meminumkannya dengan sangat berhati-hati pada Arumi. Arumi yang tadinya hanya memanfaatkan kebaikan Kirana untuk memanas-manasi Lara, mulai mengakui tulusnya perlakuan Kirana terhadapnya.

Ini bukan perhatian yang dibuat-buat. Tante Kirana memang sangat baik, batin Arumi saat perlahan meminum susu hangat tersebut. Arumi melihat Lara telah melewati mereka tanpa memprotes apapun. Ia terkadang salut dengan sikap Lara yang seperti itu. Terlihat tetap diam dan sama sekali tak tersulut emosinya meski jelas-jelas terlihat sangat kecewa.

_Bersambung_

Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang