ArumiSinar matahari masuk melalui jendela kamar saat Arumi bangun. rupanya Lara sudah bangun lebih dulu dan membuka jendela. Arumi mengingat hari, ah masih Minggu, pikirnya. Ia pun kembali menarik selimut dan melanjutkan tidur menghadap tembok.
“Arumi sudah bangun? Kami akan jalan-jalan ke pasar, Arumi mau ikut?” kata Mama di pintu kamar.
“Nggak, Ma. Arumi masih pengin tidur,” jawab Arumi malas.
“Ya sudah kalau begitu. Kami berangkat dulu, ya,” kata Mama pamit.
Arumi menggulung selimutnya lagi. Ia memiringkan tubuhnya menghadap tembok. Namun, walau mengantuk, Arumi tetap tak dapat tidur. Mungkin karena sinar matahari telah masuk ke kamarnya, membuat sel-sel di tubuhnya terjaga, sehingga rasa kantuk itu perlahan menghilang.
Arumi memutuskan bangkit dan keluar dari kamar. Rumah kosong, tak ada tanda kehidupan selain dirinya. Mereka sudah berangkat rupaya, pikir Arumi sembari bergegas ke kamar mandi. urusan pagi hari tak dapat ditunda walau Arumi mengantuk sekalipun.
Perut Arumi keroncongan saat ia keluar dari kamar mandi. Arumi segera ke dapur dan mencari sesuatu yang bisa dimakan. Ada buah-buahan di kulkas dan ada makanan ringan di meja makan. Arumi memutuskan mengambil sebuah apel, mencucinya, dan duduk di meja makan untuk menikmati apel itu.
Ketika Arumi tengah menggigit apel fuji manis kesukaannya, mata Arumi terpaku pada sebuah benda berwarna hitam di ujung meja makan.
“Loh, itu dompet Ayah?” kata Arumi setengah berteriak. Ia terkejut karena itu artinya Ayah pergi berbelanja bersama Mama dan Lara tanpa membawa dompet.
“Duh, Ayah pasti malu sekali karena nanti tidak bisa membayar belanjaan. Kasihan Ayah,” kata Arumi.
Ia mendekati benda yang terbuat dari kulit sapi samakan itu. Arumi menimbang-nimbang dompet ayahnya. Cukup tebal untuk sebuah dompet yang diletakkan di saku celana belakang laki-laki. Perlahan Arumi membuka dompet ayahnya. Arumi tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Ia tak pernah selancang itu membuka dompet orang lain. Ayah dan Ibu tak pernah mengajarkan demikian. Namun hari ini, rasa penasaran Arumi mengalahkan segalanya. Lagipula, tak ada orang lain di sini, pikir Arumi.
Perlahan Arumi membuka dompet ayahnya. Ia tak ingin meninggalkan jejak di dompet itu. Sederet kartu menyapa Arumi saat Arumi membukanya. Beberapa kartu anggota, kartu debit, dan kartu kredit. Surat Izin Mengemudi dan Kartu Tanda Penduduk Ayah juga di situ. Semoga Ayah nggak kenapa-kenapa, Ayah nggak bawa SIM, doa Arumi dalam hati.
Arumi terus membuka-buka dompet ayahnya. Sampai di suatu kantong, Arumi tertegun. Ia melihat foto Ibu di dompet Ayah.
“Ayah masih menyimpan foto Ibu? Ayah masih mencintai Ibu,” kata Arumi. Air matanya tak terbendung. Ia menangis, antara terharu dan sedih. Ayah tak pernah melupakan Ibu sekalipun telah menikah dengan Mama.
Perlahan Arumi mengembalikan semua benda di dalam dompet Ayah ke tempatnya semula. Lalu meletakkan dompet itu di tempat tadi Arumi mengambilnya. Dengan hati sedih, Arumi kembali ke kamarnya. berbaring sambil menahan air mata. Ia telah salah berpikir tentang ayahnya. Arumi selalu berpikir Ayah telah melupakan Ibu dan menyayangi Lara lebih dari Arumi. Ternyata ia salah, Ayah masih mencintai Arumi dan Ibu. Mungkin Ayah menikahi Mama Kirana demi Arumi. Karena terlalu lama menangis, Arumi tertidur kelelahan.
***
Arumi kebingungan. Ia sedang berada di instalasi gawat darurat sebuah rumah sakit. Orang-orang berbaju perawat hilir mudik di hadapannya. Ia sendiri sedang berbaring di sebuah tempat tidut pasien di IGD tersebut.
Samar-samar ia melihat seorang anak perempuan berbaju ungu muda selutut dengan rambut diikat dua di samping. Anak itu menggendong boneka Hello Kitty berwarna merah muda ke sana kemari. Anak itu tampak kebingungan.
Di sebelah tempat tidur Arumi, ada Ibu berbaring di sana. Wajah Ibu tampak muda. Hanya saja, pakaian Ibu penuh darah. Arumi bingung dan mencari keberadaan Ayah, namun ia tak dapat menemukannya. Arumi mulai panik. Ia bernapas dengan tersengal-sengal seakan udara hilang dari paru-parunya.
***
Arumi terbangun dengan napas tersengal-sengal. Mimpi itu bagai nyata. Arumi menutup matanya perlahan, mencoba mengingat kembali miimpinya. Oh, tidak! Itu bukan mimpi, itu bagian dari ingatanku, seru Arumi di pikirannya.
Arumi memandang ke sekeliling kamarnya. Ia sendirian dengan perasaan aneh ini. Tiba-tiba pandangan Arumi tertuju pada satu benda di atas tempat tidur Lara, boneka Hello Kitty merah muda yang sama dengan yang digendong anak perempuan dalam mimpinya. Arumi terbelalak dan memandang boneka itu dengan ngeri. Ada apa dengan boneka itu sampai masuk ke mimpiku? tanya Arumi dalam hati.
Suara berisik terdengar dari luar rumah. Arumi segera bangkit, karena ia tahu, semua orang telah sampai di rumah. Arumi berlalu ke ruang tamu menyambut Ayah, Mama, dan Lara. Ia bosan sendirian.
“Arumi, kamu belum mandi?” tanya Mama melihat Arumi masih memakai piyamanya.
Arumi tersipu malu. Ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa menunggu yang lain masuk.
“Ini coklat kesukaan Arumi,” kata Mama sembari menyerahkan sebatang coklat favorit Arumi. “Tadi Lara yang membelinya,” lanjut Mama.
Arumi memandang Lara. Belum sempat ia mengucapkan terima kasih, Lara telah masuk ke dalam kamar. Arumi memutuskan untuk mengikuti Lara ke dalam kamar.
“Lara,” panggil Arumi. Lara hanya menoleh tanpa menjawab.
“Gomawo,” – terima kasih, kata Arumi berterima kasih dalam bahasa Korea.
“Oh,” – iya, jawab Lara juga dalam bahasa Korea.
“Aku minta maaf,” kata Arumi.
“Kenapa?” jawab Lara tanpa memerhatikan Arumi.
“Aku… sudah memperlakukan kamu dengan salah. Aku tadinya cemburu sama kamu. Aku pikir, kamu merebut Ayah dari aku. Makanya, aku memperlakukan kamu dengan buruk,” kata Arumi.
“Sekarang kamu tahu yang sebenarnya? Siapa yang ngasih tahu?” balas Lara.
“Iya, aku tahu yang sebenarnya. Ayah menikahi Mama malah untuk aku. Supaya aku punya ibu dan punya teman. Bukan kamu yang merebut Ayah dariku,” tutur Arumi.
“Sebenarnya, aku memang merebut Ayah darimu. Ayah bilang, Ayah akan melindungiku, menggantikan tugas Papa,” kata Lara seraya memandang wajah Arumi.
“Tak apa-apa. Kita tukeran orang tua. Ah, tidak, kita berbagi orang tua. Kamu dapat Ayah, aku dapat Mama. Aku dapat teman dan saudara,” kata Arumi dengan cepat. Lara mengernyitkan dahinya.
“Mian,” – maaf, kata Arumi lagi.
“Arasseo!” – baiklah! balas Lara.
“Kamu memaafkan aku?” tanya Arumi memastikan.
“Oh,” – ya, balas Lara pendek.
“Gomawo, Lara-ya,” – terima kasih, Lara, teriak Arumi mencoba memeluk Lara. Namun Lara menghindar tak ingin dipeluk. Arumi akhirnya menahan diri. Ia harus menerima perlakuan Lara padanya.
“Lara, sejak kapan kamu punya boneka itu?” tanya Arumi sembari menunjuk boneka Hello Kitty merah muda di atas tempat tidur Lara.
“Oh itu, sekitar lima atau enam tahun lalu. Hadiah aku lulus SD terus masuk SMP favorit, dari Papa,” jawab Lara dengan tenang.
“Lara, apa kamu pernah membawa boneka itu ke rumah sakit?” tanya Arumi yang dibalas dengan pandangan aneh dari mata Lara.
-bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMAT
Teen FictionLara yang tinggal bersama ibunya dan Arumi yang tinggal bersama ayahnya nyaman dengan kehidupan masing-masing sampai ayah Arumi menikah dengan ibu Lara dan mereka harus menjadi saudara tiri. Berbagai perselisihan menghiasi keluarga baru mereka, hing...