Lara
Arumi mengajak Lara menyelinap lewat celah pagar yang tak terdeteksi satpam sekolah. Di sana kawan Arumi sudah menunggunya. Lara segera melepaskan tangan dari genggaman Arumi dan berlari ke kelasnya. Ia tak ingin berbincang dulu dengan kawan Arumi. Lara mengenal kawan Arumi itu, dia senior Lara di ekskul Pencak Silat, Kak Nadine.
Di koridor seberang, ia melihat Miss Sulis, guru mata pelajaran Bahasa Inggrisnya, keluar dari kantor guru dan berjalan menuju ruang Bahasa Inggris kelas X. Secepat kilat Lara berlari agar dapat tiba di kelas lebih cepat dari gurunya, hingga beberapa kali hampir bertabrakan dengan beberapa murid yang bersimpangan dengannya, dan juga sedang tergesa-gesa masuk kelas mereka masing-masing.
"Kenapa kamu?" tanya Clara, teman sebangkunya yang memiliki nama hampir mirip dengannya, sehingga terkadang membuat mereka menoleh bersamaan ketika ada yang memanggil nama "Ra". Lara tak memperdulikan pertanyaan konyol temannya itu. Jelas-jelas ia hampir terlambat masuk, tapi masih ditanya kenapa. Lara memilih menyandarkan punggung di kursi agar napasnya tak lagi tersengal, lalu meraba sisi tasnya, mencari botol air minum yang telah disiapkannya kemarin. Ia meneguk air putihnya perlahan, dan tangan kirinya tak sengaja menyentuh tas kecil di atas bangku. Aduh! Bekal Arumi masih kebawa aku lagi, Lara hampir tersedak ketika ingat bahwa Mama tadi memintanya membawakan bekalnya Arumi, dan ternyata ia lupa memberikan kotak makan itu. Miss Sulis sebentar lagi datang, tak mungkin bila ia harus memberikannya pada Arumi sekarang juga. Aku antar ke dia nanti pas istirahat saja, lah, pikir Lara sambil memindahkan tas kecil berisi dua kotak makan itu di dalam laci mejanya. Clara yang heran melihat Lara membawa bekal lebih, lantas bertanya padanya untuk siapa bekal satunya.
"Punya Arumi," jawab Lara keceplosan. Clara mengerutkan dahinya, mengingat-ingat nama yang dirasanya tak asing. Sepertinya yang punya nama Arumi hanya kakak kelas sebelas, Clara yakin, satu-satunya siswa bernama Arumi di sekolah mereka hanyalah anak kelas sebelas. Anak tim basket yang menjadi idola sebagian temannya, termasuk dirinya.
"Apa maksudmu Kak Arumi kelas sebelas?" tanya Clara memastikan. Lara sedikit terkejut, ia baru sadar telah kelepasan menyebut nama Arumi, padahal ia tidak ingin ada temannya yang tahu bahwa ia sekarang telah menjadi saudara tiri Arumi.
"Ah, iya. Tadi mamanya menitipkan bekalnya padaku sebab ia tergesa-gesa berangkat dan lupa membawanya," jawab Lara dengan agak terbata. Dalam hati ia membenarkan jawabannya. Memang benar, kan? Mama sekarang juga mamanya Arumi.
"Tapi perasaan rumahmu tidak bersebelahan dengan rumah Kak Arumi," ujar Clara mulai menyelidiki. Beruntung Miss Sulis datang, sehingga Lara tak perlu menjawab pertanyaan tersebut. Selama pelajaran berlangsung, Lara terus kepikiran dengan sikap Arumi padanya. Ia tak ingin mereka terus-terusan bertengkar hanya karena hal kecil yang seharusnya tak perlu dipermasalahkan. Lara berpikir, bagaimana kalau nanti sekalian ia membicarakan hal tersebut saja agar masalah mereka cepat selesai.
Waktu yang ditunggu Lara telah tiba. Ia mengambil kotak makan hijau yang telah dibawanya ke sana ke mari mengikuti jadwal pelajarannya. Sambil berjalan, ia memikirkan kalimat yang pas untuk memanggil Arumi pada teman-teman Arumi. "Apa nanti aku harus memanggilnya Kak Arumi? Ish menyebalkan sekali bila harus memanggilnya kakak" gerutu Lara yang berat hati memanggil Arumi dengan embel-embel kakak di depannya.
Kelas Arumi dari luar tampak sepi. Lara berpikir bahwa teman-teman Arumi telah beristirahat di kantin sekolah, sehingga ia dengan sangat percaya diri menuju pintu kelas yang terbuka lebar. Namun, ternyata tebakan Lara keliru, hampir seluruh teman Arumi masih berada di dalam kelas tersebut.
"Permisi, apa aku bisa menemui Kak Arumi?" ucap Lara setengah gugup. Mau tak mau ia harus memanggil Arumi dengan sebutan kakak di kelas tersebut karena sudah menjadi peraturan sekolah bahwa adik kelas harus memanggil kakak pada para seniornya. Lara tak juga mendapat jawaban, sehingga matanya mengedar ke seluruh ruangan untuk mencari sosok Arumi. Ia melihat Kak Nadine yang ternyata sebangku dengan siswi berambut sebahu yang tengah dicarinya. Lara dapat melihat dengan jelas bahwa mereka sedang membicarakan sesuatu dan sesekali menyipitkan mata ke arahnya, hingga akhirnya Nadine mendorong Arumi hingga Arumi keluar dari tempat duduknya.
Apa mereka tak dapat melihatku dengan jelas? batin Lara heran. Lara meneliti seluruh tubuhnya, tapi tak ada yang aneh. Ia kemudian menoleh ke arah belakang dan kedua matanya langsung silau dengan sorot matahari. Ah pantas saja mereka sampai memicingkan mata seperti itu,
"Lara?" ucap Arumi dengan mata terbelalak. Lara hendak berucap sesuatu, tapi Arumi terlebih dahulu bertanya dengan nada setengah tinggi padanya, sehingga membuatnya semakin kesal pada Arumi. Lara akhirnya memilih untuk mengajak Arumi berbicara di bangku panjang depan kelas saja, tapi ia reflek menarik lengan Arumi dan memaksanya untuk segera duduk, sehingga tanpa ia sadari, membuat teman-teman Arumi mengintip mereka dari balik kaca jendela.
Lara segera menyodorkan bekal makan Arumi, dan mengatakan bahwa tadi ia lupa memberikannya. Lara melihat Arumi hanya diam dan mengernyitkan dahi. Mungkin dia kaget karena aku tak sengaja menariknya tadi, pikirnya. Lara segera ingat dengan tujuannya bertemu Arumi yang tak hanya untuk mengantar bekal, melainkan juga menyelesaikan masalahnya dengan Arumi. Dengan hati yang masih kesal, Lara bertanya pada Arumi tentang apa sebenarnya yang menyebabkannya menjadi sinis pada dirinya dan juga Mama. Namun, Arumi justru balik bertanya dan mengatakan bahwa ia hanya berpura-pura bodoh dan berpura-pura tidak tahu dengan akar permasalahan yang terjadi pada mereka. Lara sangat terkejut dengan ucapan Arumi dan ia langsung tak terima dituduh dengan kata-kata kasar seperti itu.
"Kalau masalahmu hanya karena tidak ingin menganggapku sebagai kakak, aku tidak masalah. Tapi aku juga tidak mau bila harus menganggap anak emosian sepertimu sebagai kakak," ujar Lara sambil menahan emosinya. Ia tak mau mendengar apapun lagi dari Arumi, sehingga ia meninggalkan Arumi yang masih belum sempat menjawab apa-apa. Lara setengah berlari menuju kantin, dan berhenti sejenak untuk menghapus air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Arumi jahat! batinnya kesal. Usai menghapus air matanya dan memastikan ia tidak terlihat habis menangis, Lara masuk ke dalam kantin dan langsung menuju showcase untuk mengambil sebotol teh dingin dan meneguknya perlahan. Dari dalam kaca jendela kantin, ia melihat Arumi berjalan ke arahnya, dan ia melakukan sedikit siasat karena berpikir Arumi pasti hendak membeli minuman dingin. Lara kembali meneguk teh yang dibawanya, tapi kali ini ia memposisikan punggungnya agak bersandar ke lemari pendingin tersebut agar Arumi tak jadi mengambil minum. Ia melirik Arumi yang terlihat kesal dan ingin tertawa ketika melihat Arumi kembali ke kelasnya.
"Sukurin," ucap Lara puas telah mengerjai Arumi.
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMAT
Teen FictionLara yang tinggal bersama ibunya dan Arumi yang tinggal bersama ayahnya nyaman dengan kehidupan masing-masing sampai ayah Arumi menikah dengan ibu Lara dan mereka harus menjadi saudara tiri. Berbagai perselisihan menghiasi keluarga baru mereka, hing...