Bagian XXXV

30 8 0
                                    

Lara

“Lara, sejak kapan kamu punya boneka itu?” tanya Arumi sembari menunjuk boneka Hello Kitty merah muda di atas tempat tidur Lara.

“Oh itu, sekitar lima atau enam tahun lalu. Hadiah aku lulus SD terus masuk SMP favorit, dari Papa,” jawab Lara dengan tenang. Boneka itu punya nilai sentimental di mata Lara. Karena boneka itu adalah hadiah terakhir dari Papa.

“Lara, apa kamu pernah membawa boneka itu ke rumah sakit?” tanya Arumi yang dibalas dengan pandangan aneh dari mata Lara.

“Apa kita pernah ketemu sebelumnya, Arumi?” tanya Lara heran. Sekarang Lara merasa ia memang sepertinya pernah bertemu dengan Arumi jauh sebelum ini.

“Kalau kubilang, barusan aku mimpi lihat kamu gendong boneka itu, kamu percaya? Tapi kamunya bukan yang kayak sekarang. Kamunya kayak lebih kurus dan lebih pendek gitu,” tutur Arumi.

Maldoandwe,” – nggak masuk akal, ujar Lara. Ia tak habis pikir akan ucapan Arumi. Lara memutuskan tidak memikirkan kata-kata Arumi tadi dan membuka laptopnya untuk mulai mengerjakan pekerjaan rumah.

“Lara,” panggil Arumi. “Maaf kalau ini mengangkat luka lama kamu, tapi, boleh tidak aku mendengar cerita tentang kecelakaan papa kamu?” lanjut Arumi meminta.

Sejenak Lara tertegun akan permintaan Arumi. Apa maksud anak ini? Apakah dia ingin mengorek luka masa laluku? pikir Lara. Namun ia berusaha mengambalikan pikirannya ke arah positif dan menyingkirkan pemikiran-pemikiran buruknya tentang Arumi.

“Apa yang ingin kamu tahu?” tanya Lara.

“Apa berita kecelakaan papa kamu ada di internet?” tanya Arumi.

“Entahlah. Aku tidak tahu apakah papaku sebegitu pentingnya hingga beritanya ada di internet,” jawab Lara.

“Coba cari, Ra,” pinta Arumi. Lara terdiam. Jemarinya yang mulai bermain di atas tombol keyboard segera terhenti. Kedua tangannya mengepal dengan pangkal telapak tangan menumpu pada papan laptop. Lara menghela napas panjang.

“Oke, aku coba cari,” kata Lara kemudian.

Lara mengambil pena pintar dari dalam kotak pensil. Dengan pena itu ia menyentuh layar sentuh laptopnya. Ia menekan beberapa gambar di layar hingga akhirnya muncul sebuah kotak pencarian di internet.

[kecelakaan lalu lintas tol jagorawi 2015]

Lara mengetik kata kunci di kotak pencarian yang tersedia. Beberapa artikel muncul di bawahnya. Lara mencari perlahan. Ia ingin segera menemukan artikel tentang papanya, sekaligus tidak ingin menemukannya. Dualitas yang jauh berbeda ada di benak Lara saat ini.

Halaman demi halaman di kotak pencarian itu ditelusuri. Artikel tentang kecelakaan papa belum ditemukan. Lara mulai lelah, ia ingin menyerah.

“Rum, sudah, ya. Artikelnya nggak ada. Mungkin memang nggak ada yang naikin ke berita,” kata Lara.

“Ra, tunggu! Itu,” sahutu Arumi menunjuk ke satu artikel terakhir di halaman yang terpampang di layar laptop Lara.

[Kecelakan Lalu Lintas Tol Jagorawi, Tiga Luka Berat, Tak Ada Korban Jiwa]

Lara mengarahkan kursor ke judul yang ditunjuk Arumi, kemudian jari tengahnya menekan tombol di tetikusnya agar artikel itu terbuka di tab lainnya. Perlahan tulisan tentang artikel itu terbuka. Artikel dari tahun 2015 tentang kecelakaan di jalan tol Jagorawi. Beberapa foto di artikel itu. Foto-foto mobil yang mengalami kecelakaan.

“Oh my God!” seru Arumi. Lara menoleh ke arah Arumi yang ternyata benar-benar terkejut.

 “Kenapa, Rum?” tanya Lara.

“Itu, itu mobil aku,” ujar Arumi gemetar sambil menunjuk ke arah mobil putih yang diduga menabrak mobil hitam di sebelah kanannya.

“Dan mobil hitam yang ditabrak itu… mobil Papa,” seru Lara lirih.

“Oh Tuhan… Oh,” seru Arumi lemas. Ia terduduk di tempat tidurnya dengan gemetar dan menangis. Lara tak tahu harus berbuat apa pada Arumi. Ia mengalihkan pandangannya pada layar laptop dan mulai membaca berita di sana dalam hati.

Perlahan Lara membaca artikel itu. Pada korban kecelakaan yang disebutkan, ada nama papanya, nama seorang perempuan berusia 37 tahun, dan nama Arumi. Lara mengernyit. Arumi ada di lokasi kejadian? Pikirnya.

***

Pagi itu pagi yang normal di hari Rabu. Lara bersiap menuju sekolah dan Papa bersiap menuju kantor. Sekolah Lara tak jauh dari rumah, karena itu Mama yang akan mengantar Lara. Papa berpamitan seperti biasa kepada Lara dan Mama. Papa pun berangkat ke kantor mengendarai mobil pribadi.

Sekitar setengah jam kemudian, Mama mengantar Lara ke sekolah. Biasanya setelah itu, Mama akan mampir ke pasar atau supermarket 24 jam untuk membeli bahan masakan. Hari itu adalah hari yang normal menurut Lara. Sampai sebelum jam istirahat pertama tiba, seorang guru memanggil Lara, dan menyuruhnya mengemasi seluruh barang bawaannya. Papa masuk rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas.

Lara tiba di rumah dengan diantar oleh guru olah raganya. Mama menangis tersedu-sedu kebingungan. Di sana sudah ada bibi Lara, istri dari adik Papa, menemani Mama. Ketika Lara tiba di rumah, Mama langsung memeluk Lara.

“Papa kecelakaan, Nak. Sekarang di rumah sakit. Kita ke sana, ya. Lara sekarang ganti baju. Cepat, ya!” suruh Mama denngan air mata berderai.

“Sudah, Kak. Bang Hakiem tidak akan kenapa-kenapa. Dia akan baik-baik saja,” kata bibi Lara menenangkan Mama. Lara segera masuk ke kamarnya untuk mengganti seragam putih birunya dengan pakaian yang lebih nyaman untuk ke rumah sakit.

Lara memilih baju terusan dengan rok selutut berwarna ungu muda. Lara merasa pakaian ini cocok untuknya. Ia juga menyambar boneka Hello Kitty berwarna merah muda yang baru saja dibelikan Papa. Kemudian ia bergabung dengan Mama yang telah menunggunya di ruang tamu.

“Kita ke rumah sakit, ya. Kita lihat keadaan Papa,” kata Mama masih dengan air mata yang deras mengalir.

Lara mengangguk. Ia merasa sedih atas kejadian yang menimpa Papa. Namun, Lara berpikir ia tak boleh menangis, ia harus menahan air matanya. Karena tangisan Lara akan membuat Mama menjadi semakin sedih.

Sebuah mobil yang dikendarai tetangga Lara berhenti di depan rumah. Lara dan Mama naik mobil itu menuju rumah sakit. Lara tak tahu mobil siapakah gerangan. Lara pun tak peduli. 

Ketika mereka tiba di instalasi gawat darurat di rumah sakit yang merawat Papa, Mama segera masuk dan mencari meja informasi. Sepertinya Mama lupa akan keberadaan Lara, atau mungkin Mama merasa sudah cukup besar untuk menjaga diri, atau mungkin di pikiran Mama cuma ada Papa, Lara tak tahu. Sejenak Lara kebingungan di ruang IGD ini sembari memeluk erat boneka Hello Kitty-nya. Tak lama kemudian, ia memutuskan menunggu Mama di ruang tunggu IGD ini.

Ada banyak pasien lalu lalang di IGD ini. Semua dengan tingkat gawat darurat masing-masing. Ada yang karena kecelakaan, atau serangan penyakit berat dan tiba-tiba. Ada juga anak kecil yang berteriak-teriak ketika disuntik. Lara memeluk bonekanya makin erat, seakan-akan semua orang akan menyerang Lara dan boneka itu dapat melindungi Lara. Ia mencoba bersabar menungu Mama mencarinya. 

Lara tak menyadari bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang mengawasinya dari jauh.

-bersambung

Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang