Bagian VI

69 14 2
                                    

Arumi

"Oh iya. Ayah boleh menikah lagi kapanpun Ayah mau. Asal carikan ibu yang baik buat Arumi," kata Arumi tiba-tiba.

"Sungguh?" tanya Erza masih tak percaya dengan ucapan Arumi. Arumi hanya mengangguk. Sebenarnya masih setengah hati ia mengambil keputusan untuk menerima orang baru yang akan menggantikan ibunya. Namun, ia juga tak tega saat melihat ayahnya adalah satu-satunya orang yang harus mempersiapkan sendiri segala keperluan rumah. Arumi kembali menitikkan air mata ketika tiba-tiba terlintas bayangan masa lalu saat ia, ayah dan ibunya makan bersama.

Erza yang melihat putrinya bersedih, mulai mendekati dan berusaha menenangkannya.

"Ayah tahu Arumi sangat mencintai ibu sehingga berat hati bila tempat ibu digantikan oleh siapapun. Asal Arumi tahu, sampai kapan pun Ayah akan tetap mencintai ibu dan selalu menempatkan ibu di dalam hati Ayah,"  kata Erza.

Air mata Arumi semakin tak terbendung. Ia memeluk ayahnya dan menangis tersedu-sedu, menumpahkan semua kekecewaan yang ada dalam hatinya.

"Apa Arumi punya permintaan khusus?" tanya Erza setelah merasa tangisan putrinya hampir reda. Arumi melepaskan pelukannya, kemudian mengangguk.

"Arumi boleh minta apapun itu selama ayah bisa melakukannya," lanjut Erza sambil merapikan rambut putrinya.

"Bisakah Ayah mencarikan tempat tinggal baru untuk keluarga baru kita kelak?"

"Arumi ingin suasana baru, ya?" tanya Erza sedikit heran. Kali ini Arumi menggelengkan kepala.

"Di sini terlalu banyak kenangan tentang ibu," jawab Arumi pelan.

"Baiklah, kalau Arumi ingin seperti itu, ayah akan mengajak Arumi memilih sendiri rumah yang Arumi mau. Oke?" Arumi kembali mengangguk dan tersenyum. Erza lega karena Arumi telah dapat mengerti. Ia membelai rambut putrinya tersebut sambil menarik sepiring nasi goreng yang telah disediakannya tadi.

"Makan dulu, Sayang. Ini akan terasa sangat enak karena sekian purnama kamu tak memakannya,"

"Sekian purnama apa? Hanya sembilan hari," tukas Arumi sembari menghapus sisa-sisa air mata yang masih membasahi pipinya.

"Sebelum ayah menikah, bolehkah Arumi bertemu terlebih dahulu dengannya?," tanyanya lirih sambil mengunyah nasi goreng kesukaannya itu dengan lahap.

"Boleh saja. Kebetulan besok sabtu kerjaan Ayah sudah agak sedikit longgar. Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja?,"

Arumi berpikir sejenak. Ia tak begitu suka jalan-jalan ke wahana ataupun tempat-tempat wisata, tapi ada satu tempat yang lama tak dikunjunginya. Ia meletakkan sendoknya kemudian membisikkan sesuatu pada Erza.

"Bagaimana menurut Ayah?," ujarnya setelah membisikkan tempat yang menjadi tujuan mereka besok.

"Ide bagus. Besok kita berangkat pukul 10 pagi, ya. Setelah ini Arumi harus segera beristirahat, dan jangan main gim terus,"

"Enggak janji," jawab Arumi kemudian berlari menuju kamarnya.

Erza kini merasa lega setelah melihat Arumi kembali ceria. Ia mengambil ponsel dari dalam saku kemejanya, lalu mengirimkan pesan singkat pada Kirana.

[Kirana. Apa kamu sudah tidur?] 

[Belum, Ada apa?] tampak notifikasi balasan pada ponsel Erza.

[Sudah ada lampu hijau dari Arumi, dan dia ingin bertemu denganmu terlebih dahulu. Bisakah aku menjemputmu besok pagi?]

[Oh, ya? Tentu saja. Aku akan sangat senang sekali] balas Kirana.

[Oke, kami jemput sekitar pukul 10 pagi. Thank's]

Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang