Lara
"Apa Mama sekarang lebih sayang pada Arumi daripada Lara?" gumam Lara sambil terisak pelan yang lalu berjalan memasuki kamarnya. Meski sedang sedih, Lara berusaha untuk segera melakukan apa yang diperintahkan Mama. Ia segera mengambil pakaian ganti, dan bertolak ke kamar mandi. Namun, ia berhenti sejenak kala sekilas melihat sesuatu. Lara menoleh pada bingkai kecil di atas nakasnya yang berisikan foto Papa. Senyum yang terulas dari gambar pria yang amat dicintainya itu membuat Lara secara tak sadar juga ikut tersenyum, dan membuat hatinya sedikit tenang.
Saat berjalan ke kamar mandi, Lara menoleh ke ruang tamu, melihat apa yang dilakukan Mama sekarang. Ia terkesiap ketika melihat Mama yang terlalu berlebihan melayani Arumi. Bagaimana tidak, Mama sampai meminumkan susu hangat pada Arumi yang terlihat sangat manja seperti bayi.
"Kenapa dia enggak minum sendiri saja, sih? Kan dia juga punya tangan," gerutu Lara kembali emosi. Ia menganggap Arumi sangat keterlaluan, sebab telah memanfaatkan kebaikan Mama dengan menyuruh Mama ini itu, dan memposisikan dirinya seperti Ratu. Tak lama setelah Mama meletakkan kembali gelas berisi susu cokelat itu ke atas meja, Lara mendengar Mama mengatakan sesuatu lagi pada Arumi.
"Rebahan di sini dulu saja, ya. Apa Arumi mau Mama pijitin telapak kakinya juga?" tanya Mama pada Arumi. Lara kian cemburu pada perlakuan Mama terhadap Arumi, hingga tanpa sadar ia meremas pakaian yang dibawanya karena kesal sekaligus cemburu.
"Mama memang lebih sayang pada Arumi daripada Lara. Lalu Lara gimana? Lara enggak punya siapa-siapa lagi," ucap Lara pada bayangan dirinya di cermin wastafel kamar mandi. Lara kemudian membelakangi cermin tersebut. Ia menghela napas panjang, dan berpikir untuk segera mengguyur tubuhnya saja agar pikirannya bisa lebih segar.
***
Lara melihat Arumi telah berada di kamar saat dirinya hendak mengeringkan rambut di depan kipas angin. Ia sangat malas menyapanya, meskipun sebenarnya ia sangat penasaran dengan lagu baru yang diputar Arumi. Ah suara Soobin, mereka ada lagu baru lagi? tanya Lara dalam hati. Lara ingin sekali ikut melihat video yang Arumi tonton, tapi akan menurunkan harga dirinya bila melakukan hal tersebut dalam situasi yang tak baik seperti saat ini. Lara melangkah acuh keluar kamar dengan dandanan rapi. Ia menuju dapur, dan memanggang selembar roti tawar yang diambilnya dari dalam kulkas.
"Lara sudah lapar?" tanya Mama tiba-tiba sehingga mengagetkan Lara. Lara menoleh pada Mama sebentar, kemudian sibuk mengoles selai kacang pada roti tawar yang telah berwarna kecoklatan.
"Enggak kok, Ma. Lara hanya ingin memakannya saja," jawab Lara singkat.
"Tadi bekalnya sudah dimakan, kan?" tanya Mama sekali lagi. Lara hanya mengangguk karena mulutnya sudah terlanjur diisi dengan makanan yang baru saja ia buat sendiri.
"Kalau gitu, habis ini bantu Mama prepare sayuran untuk menu makan malam nanti, ya," pinta Mama sambil menepuk bahu Lara. Lara memang masih kecewa, tapi ia berusaha berpikir positif terhadap Mama. Mungkin tadi aku yang terlalu baper sama Mama dan Arumi. Bisa jadi latihan basket memang lebih melelahkan dibanding pencak silat. Ah, sudahlah, pikir Lara.
"Kita mau masak apa, Ma?"
"Lara suka capcay atau tumis kangkung?" tanya Mama balik.
"Tumis kangkung sama tempe goreng, dan telur ceplok setengah matang. Hmm… sedapnya," ujar Lara sambil membayangkan makanan-makan tersebut. Mama segera mengiyakan keinginan Lara, lalu mengambil satu ikat besar daun kangkung dari dalam lemari pendingin. Lara tahu apa yang harus ia kerjakan selanjutnya. Ia segera mengambil kangkung tersebut dari tangan mama, kemudian membelah batangnya satu persatu, lalu merendamnya dengan air garam agar bersih dari serangga kecil-kecil yang menempel di dalamnya, meski terkadang ia bergidik ketika menemui ulat kecil yang tiba-tiba mengambang di permukaan air.
"Cuci yang bersih, ya. Jangan sampai ada lintah kecil yang masuk ke perut kita," goda Mama pada Lara.
"Ish, Mama. Ngeri banget, lah. Nanti kalau Mama bilang yang macam gitu, terus Lara enggak mau makan sayur, gimana?" Lara memprotes.
"Mama minta Ayah Erza yang suapin Lara. Pasti Lara malu kan tuh kalau disuapin Ayah Erza,"
"Mama saja lah yang disuapin Ayah Erza. Mama kan yang pengantin baru," balas Lara menggoda Mama, dan mereka tertawa bersama-sama. Tak terasa semua makanan telah tersaji di meja makan. Aroma tumis kangkung dan tempe goreng menguar memenuhi ruangan, menggoda Lara untuk cepat memakannya.
"Tolong panggil Arumi untuk bersiap makan malam, ya," pinta Mama yang tengah menata segala peralatan makan.
"Siap, Ma," tanpa menunggu lama, Lara segera berlari menuju kamar, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar Arumi tertawa keras dari dalam kamar. "Bicara sama siapa, dia? Atau jangan-jangan Arumi kerasukan jin," ujar Lara dengan mulut ternganga. Ia segera memasuki kamar dan membuka pintu dengan kasar sehingga Arumi terperanjat.
"Kamu enggak kenapa-napa, kan?" tanya Lara sedikit takut.
"Apaan, sih? Mau tau aja!" bentak Arumi padanya. Lara mendengus kesal, ia terdiam sejenak sambil melirik Arumi yang tengah meletakkan foto lama keluarganya. Ia segera berbalik hendak melangkah keluar setelah menyampaikan bahwa ia hanya disuruh Mama memanggilnya untuk persiapan makan malam, tapi Arumi menolak karena ia ingin makan dengan Ayah saja. Tenggorokan Lara sedikit tercekat mendengarnya karena ia dan Mama sudah terlanjur masak dengan porsi lumayan banyak. Lara hanya menarik napas panjang-panjang, kemudian keluar tanpa berucap apapun lagi.
"Arumi bilang, dia mau makan sama Ayah, Ma," lirih Lara kecewa.
"Ya sudah, enggak apa-apa. Kita sisihkan dulu untuk Ayah dan Arumi, ya. Kita makan berdua saja," hibur Mama pada Lara. Lara hanya mengangguk, dan mulai mengambil makan malam meski sudah tak berselera. Usai makan malam, Lara dan Mama berbincang banyak hal. Mengenai sekolah Lara, hubungan Lara dengan Arumi, dan hal lainnya. Mereka berbincang sangat seru, sampai tiba-tiba terdengar dentang jam berbunyi delapan kali.
"Sudah waktunya Ayah Erza pulang, ayo kita tunggu di ruang tamu," ajak Mama pada Lara. Lara mengangguk cepat, ia sangat berantusias sebab biasanya Ayah Erza suka membelikan sesuatu untuk mereka. Tak sampai sepuluh menit mereka menunggu, terdengar deru mobil di depan rumah.
"Itu suara mobil Ayah," pungkas Lara kemudian beranjak ke depan pintu bersama Mama.
"Ayah," serunya yang ternyata bersamaan dengan Arumi yang entah sejak kapan berada di belakangnya. Lara menoleh pada Arumi yang juga tengah melihat ke arahnya. Ia pun berpaling dan hendak menghampiri Ayah Erza, tapi tiba-tiba Mama menggenggam erat tangannya seolah melarang Lara berpindah dari tempatnya. Ia menatap heran pada Mama yang hanya tersenyum padanya.
Lara melihat Arumi sangat kegirangan ketika Ayah Erza datang. Ia seperti anak kecil, melompat-lompat senang ketika mendapati tas belanja ramah lingkungan yang berisi apel royal gala, di jok mobil depan.
Itu kan apel yang aku bilang pada Ayah kemarin sore, batin Lara. Ia merasa situasi setelah ini akan menjadi buruk apabila Ayah mengatakan pada Arumi bahwa apel itu bukan untuk dia, melainkan untuk dirinya. Lara hendak pergi saja untuk menghindari hal itu terjadi, tapi Erza sudah terlebih dahulu mengatakannya pada Arumi. Lara dan Mama sampai melangah beberapa saat usai mendengarkannya.
Aku harus cepat membuat alasan agar Arumi tak marah, batinnya.
"Eh, enggak. Kata siapa Lara minta dibelikan. Lara hanya bilang ingin apel royal gala karena lihat di iklan TV kemarin sore," kilah Lara yang merasa tak enak dengan Arumi. "Kalau Arumi mau, buat Arumi saja apelnya," lanjutnya. Arumi tak berkata apapun. Dia terlihat sangat marah hingga akhirnya meletakkan kembali tas berisikan apel tersebut ke dalam mobil, kemudian berjalan cepat menuju kamar. Lara yang merasa menjadi biang masalah, kemudian memutuskan untuk segera menyusul Arumi.
"Arumi…," panggil Lara pada Arumi yang tengah duduk di atas kasurnya.
_Bersambung_
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMAT
Teen FictionLara yang tinggal bersama ibunya dan Arumi yang tinggal bersama ayahnya nyaman dengan kehidupan masing-masing sampai ayah Arumi menikah dengan ibu Lara dan mereka harus menjadi saudara tiri. Berbagai perselisihan menghiasi keluarga baru mereka, hing...