Lara
Bulu kuduk Lara berdiri tatkala melihat Arumi. Ia berpikir, Arumi pasti merencanakan sesuatu padanya. Pasti ini kesempatan bagi Arumi untuk menjahiliku. Ia pasti sudah menyusun suatu rencana untukku, Lara membayangkannya ngeri.
Sepanjang bersepeda, Lara melihat Arumi tenang-tenang saja. Saudara tirinya itu tak terlihat seperti merencanakan sesuatu. Bahkan, ia mengayuh sepedanya dengan santai sehingga dapat melaju beriringan bersama Mama dan juga Ayah Erza. Selama berkeliling, Lara hanya menyimak Mama yang banyak sekali bertanya pada Arumi tentang segala hal, sehingga Arumi terlihat pegal menjawabnya.
"Kamu suka taman ini, Arumi?" tanya Mama lagi.
"Suka," Arumi hanya menjawab singkat. Arumi menghela napas panjang dan memutar bola matanya ke atas karena bosan.
Kenapa Mama enggak bertanya sama Lara saja, sih, pikir Lara kesal. Lara tak banyak bicara saat mereka bersepeda bersama, sebab Mama tak sedikit pun bertanya padanya. Ia juga melirik Ayah Erza yang tak jauh beda dengannya yang memang lebih banyak diam di segala situasi, kecuali saat ada pertanyaan untuknya.
Mereka sudah berputar-putar mengelilingi segala liukan taman yang berukuran lumayan luas itu, hingga empat kali putaran. Matahari pun sudah agak naik, sehingga membuat mereka semakin berkeringat. Terlebih pada Ayah, yang rambut kepalanya terlihat basah kuyup seperti habis keramas.
"Ayah rasa, kita sudah cukup bersepedanya. Bagaimana kalau kita pulang sekarang," ujar Ayah sambil mengusap keringat di dahinya.
"Cepet banget, sih, Ayah. Arumi lanjut keliling-keliling dulu sama Lara saja kalau begitu. Ayah sama Mama boleh pulang duluan," pungkas Arumi. Padahal Lara ingin mengiyakan ucapan Ayah Erza. Lara melihat Ayah Erza seperti ragu dengan ucapan Arumi. Seolah mengkhawatirkan suatu hal. Namun, Lara segera menepis prasangka buruk itu, karena ternyata Ayah memperbolehkan mereka melanjutkan bersepeda bersama.
"Tapi jangan lama-lama, ya," sebelum jam sebelas harus sudah sampai rumah," Ayah mewanti-wanti mereka usai melirik penanda waktu di pergelangan tangan.
"Siap, Ayah," Arumi menyahut dengan penuh semangat. Mereka kemudian mengayuh sepeda berbeda Arah. Lara dan Arumi tetap berputar mengelilingi taman, sedang Mama dan Ayah mengayuh sepeda pulang ke rumah.
Sepanjang mereka berputar mengelilingi taman, Lara tak berucap sepatah kata pun pada Arumi, meskipun Arumi sudah membuat mereka mengelilingi taman tersebut sebanyak tujuh kali. Lara paham dengan maksud Arumi yang ingin membuatnya kelelahan, sebab itulah Lara tak protes sedikitpun agar Arumi tak merasa bahwa misinya telah berhasil. Namun, lama kelamaan Lara benar-benar merasa tak tahan dengan panas matahari.
"Sudah, dong, muter-muter tamannya. Sudah panas, nih," pinta Lara setengah berteriak agar Arumi mendengar ucapannya.
"Ya elah, baru juga berapa kali putar," ejek Arumi pada Lara sambil tetap mengayuh sepeda.
"Nanti kalau aku pingsan, kamu yang tanggung jawab, ya," omel Lara pada Arumi. Arumi tak membalas ucapan Lara lagi, ia justru meletakkan tangan kanannya di atas alis serupa gerakan hormat, seperti memastikan bahwa matahari memang telah meninggi.
"Iya, lah, iya. Dasar bawel," ujar Arumi kemudian menghentikan sepeda tandem itu sejenak. Dengan napas yang terengah-engah, Lara akhirnya bisa bernapas lega, sebab setelah ini mereka akan pulang.
"Aku minum air dulu, ya," ucap Lara pada Arumi sambil meraih botol minum di saku sepedanya. Ia meneguk pelan air putih dalam botol itu sehingga tenaganya terasa kembali pulih. Namun, ketenangan hatinya kembali terganggu saat melihat Arumi meneguk air dari dalam botolnya sendiri dengan tergesa-gesa.
"Kamu minum, atau kehausan, sih," protes Lara yang tak suka melihat seseorang meminum air dalam botol dengan cepat-cepat, meski terkadang ia sendiri juga tak sengaja melakukan hal tersebut. Arumi hanya melirik Lara sebentar tanpa mengatakan apapun, sambil terus menenggak cepat minumannya hingga habis tak tersisa. Lara yang merasa ucapannya salah, segera meminta maaf pada Arumi dan mengajak Arumi untuk segera pulang, sebab ia khawatir Arumi benar-benar akan menjalankan rencananya untuk membalas ucapannya tadi.
Di luar dugaan Lara, Arumi justru menyuruhnya untuk segera naik sepeda agar mereka cepat sampai rumah, dan ia menanyakan pada Lara, apakah Lara ingin cepat sampai rumah, atau ingin lambat saja. Lara mengira bahwa pertanyaan Arumi padanya adalah seputar cepat tidaknya mereka sampai rumah, sehingga ia reflek menjawab bahwa ia jelas ingin mereka cepat sampai rumah.
"Oke. Jangan salahkan aku, ya. Kamu yang minta sendiri," ujar Arumi sambil tertawa. Tawa yang terlihat begitu menyeramkan bagi Lara. Mata Lara membulat. Ia yakin, setelah ini Arumi pasti akan…
"Jangan kencang-kencang, Arumi…!" teriak Lara sebelum ia selesai menebak apa yang akan dilakukan Arumi padanya. Arumi mengayuh sepeda mereka dengan sangat cepat, sehingga Lara berteriak-teriak ketakutan. Teriakan Lara sama sekali tak dipedulikan oleh Arumi. Lara merasa bahwa Arumi benar-benar ingin memberi pelajaran kepadanya supaya dia jera dan tidak membuat gara-gara lagi pada Arumi, meskipun sebenarnya ia tak pernah mencari gara-gara padanya.
"Kan kamu sendiri yang minta cepat," balas Arumi sambil mengayuh sepeda lebih cepat lagi. Lara semakin panik, begitu cepatnya kayuhan Arumi, sampai-sampai ia tak bisa mengimbangi lagi putaran pedal yang berputar sangat cepat.
"Arumi! Aku bilang pelanin laju sepedanya!" Lara terus berteriak hingga orang-orang melihat ke arah mereka.
"Ini hukuman untukmu karena banyak membuat gara-gara kepadaku, Lara! Kamu enggak mungkin melompat dari sepeda ini, kan," ujar Arumi sambil tertawa. Lara mulai sangat kebingungan. Apalagi ketika ia usai melihat bahwa jalan di depan mereka adalah jalanan menurun.
"Aku enggak mau mati sekarang, Arumi," ujar Lara sambil berusaha menggapai rem di sebelah tangan Arumi, tapi sia-sia saja, sebab jarak antara tubuhnya dengan rem tersebut lumayan jauh.
"Mana sampai? Dasar konyol!" Arumi terus mengejek Lara. Bukan malah memperlambat laju sepeda, Arumi justru semakin kencang mengayuh sepeda. Ia sama sekali tak khawatir bahwa yang dilakukannya akan membuat dirinya dan Lara celaka sebab ia sudah sangat sering balap sepeda dengan teman-temannya. Lara melihat Arumi akan menambah kecepatan sepedanya lagi, sehingga ia berinisiatif untuk menendang kaki Arumi saja supaya Arumi berhenti mengayunkan pedal sepeda mereka.
"Hei! Apa yang kamu lakukan!" Arumi tiba-tiba berteriak pada Lara.
"Aku bilang berhenti ya berhenti!" tukas Lara yang masih terus menendang-nendang kaki Arumi. Arumi tak mau menghentikan kayuhannya. Ia-pun justru balik menendang kaki Lara agar dapat menguasai pedalnya kembali , sehingga mereka pun saling menendang dan Arumi mulai sulit mengendalikan sepeda yang mulai goyah.
Kini Arumi yang berteriak-teriak pada Lara agar tak meneruskan menendang kakinya sebab khawatir mereka akan terjatuh, tapi Lara terus menendang kaki Arumi karena mengira Arumi akan mengayuh pedal sepeda itu lagi bila ia berhenti menendang kakinya. Sepeda mereka terasa semakin goyah, dan Arumi juga tak sedikitpun menarik rem sepeda di sebelah tangannya, sehingga mereka berdua pun terguling di trotoar taman depan rumah.
"Aw!" Lara meringis kesakitan, merasa lutut dan kakinya perih. Ia kemudian mengibas-ibaskan debu di baju dan celananya yang amat kotor, tapi kemudian matanya terbelalak saat melihat Arumi lebih banyak mendapat luka, sebab terdapat banyak goresan di lutut dan sebelah mata kaki Arumi.
"Ini semua gara-gara kamu, Lara!" ujar Arumi menyalahkannya. Lara terkesiap. Bagaimana Arumi justru menyalahkannya padahal ia yang telah mencari gara-gara.
"Aku? Justru kamu yang salah. Ini karena kamu mengendarai sepeda sangat cepat," balas Lara tak mau disalahkan.
"Kamu yang menendang-nendang kakiku!" tuduh Arumi lagi.
"Kamu, sih, enggak mau pelanin sepeda!" ucap Lara tak mau kalah. Mereka berdua malah bertikai di depan rumah dan menyalahkan satu sama lain. Dengan sangat kesal, Arumi akhirnya meninggalkan Lara dan menuntun sepedanya masuk ke dalam garasi rumah.
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMAT
Teen FictionLara yang tinggal bersama ibunya dan Arumi yang tinggal bersama ayahnya nyaman dengan kehidupan masing-masing sampai ayah Arumi menikah dengan ibu Lara dan mereka harus menjadi saudara tiri. Berbagai perselisihan menghiasi keluarga baru mereka, hing...