Bagian XXX

25 7 0
                                    

Arumi

"NAIK!" teriak mereka sekali lagi dan tanpa pikir panjang mereka melompat ke jok sepeda, dan mengayuhnya bersamaan secepat kilat. Tidak ada waktu lagi, kalau bukan karena kejaran anjing itu, Arumi tidak akan sudi mengayuh di bagian belakang.

"Cepetan! Anjingnya masih ngejar terus!" omel Arumi yang sedari tadi melihat ke arah belakang.

"Iya. Kita masuk gang-gang sempit dulu saja, ya. Biar anjingnya bingung nyariin," balas Lara dengan suara gemetar.

"Iya, terserah gimana aja. Ya ampun… anjing itu hanya beberapa meter di belakang kita," Arumi terus berteriak sehingga membuat Lara semakin panik. Sepanjang jalan Lara terlihat menoleh-noleh kebingungan sebab tak juga menemukan gang kecil. Di tengah kepanikannya, Arumi berusaha memutar otak agar tak terkena kejaran anjing tersebut. Matanya fokus ke depan, mencari alternatif lain selain terus mengayuh. Bagaimanapun juga anjing itu akan dapat mengejar kita kalau hanya mengandalkan kecepatan mengayuh, Arumi mulai ngeri membayangkan kaki mereka digigit anjing. Namun, tiba-tiba ia mendapat ide ketika melihat sebuah rumah dengan pagar tinggi dalam keadaan setengah terbuka.

"Kita masuk ke halaman rumah itu. Setelah masuk, aku akan cepat turun dan mendorong pagarnya," ujar Arumi dengan mata menyala-nyala.

"Oke, aku paham!" teriak Lara sambil menganggukkan kepalanya setelah melihat target sasaran, sedang Arumi terus menoleh kebelakang. Ia semakin ngeri karena jarak anjing kian dekat dengan mereka 

"MASUK…! cepat tutup pintu pagar!" pekik Lara usai berhasil masuk ke halaman rumah tersebut. Arumi melompat cepat dari sepeda dan berlari mendorong pagar dengan kuat hingga menimbulkan bunyi yang amat keras. Ia kemudian terjengkang kaget ketika melihat anjing tadi menggeram dan menyalak-nyalak keras dengan menampilkan taringnya yang mengerikan, tapi ia juga merasa lega, setidaknya ia tak terlambat menutup pagar besi tersebut.

"Pergi kamu, anjing jelek!" Lara berusaha mengusir anjing hitam itu sambil melempar kerikil yang ada di sebelahnya.

"Kalian dikejar anjing itu?" tanya pemilik rumah yang terkejut dengan keributan di halaman rumahnya. Arumi sedikit tersentak dengan suara pemilik rumah, karena tak menyadari ada orang di belakangnya. Arumi cepat-cepat berdiri dan membersihkan celananya dari debu lantai, kemudian menyalami perempuan tersebut.

"Iya maaf, Tante. Kami sudah lancang masuk ke rumah tante. Ini semua gara-gara anjing itu. Dia terus-terusan mengejar kami," terang Arumi sambil menunjuk si anjing yang masih saja menggeram. Mimik muka perempuan itu menjadi lebih serius, lalu memanggil seseorang dengan sebutan "Bibi" agar membawakan minuman dingin untuk dua tamunya. Lebih tepatnya tamu tak diundang.

"Aduh bahaya sekali membiarkan anjing berkeliaran begini, anjing itu mengejar kalian mulai dari mana?" tanya perempuan itu sekali lagi.

"Sejak di depan rumah kami. Itu anjing milik tetangga. Kami juga tidak tahu bagaimana ceritanya sampai anjing itu bisa lepas. Mungkin karena kami orang baru, dan anjing itu baru melihat kami, jadi kami dikejar-kejar karena menyangka kami pencuri," cerita Arumi sambil melirik Lara, tapi Lara justru terlihat sedang menahan tawa. Ish dia malah tertawa, dasar anak aneh! umpat Arumi dalam hati.

"Ah, ada-ada saja kamu. Masa anak cantik-cantik seperti kalian disangka pencuri, sih. Ini diminum sampai habis, ya," perempuan itu tersenyum sambil menyodorkan dua gelas es jeruk pada Arumi dan Lara. Lara dan Arumi tanpa basa basi segera meneguk minuman tersebut hingga tandas.

"Terima kasih, Tante," ucap Lara dan Arumi bersamaan. Tak lama kemudian, anjing berjenis Rottweiler itu pergi menjauh ke arah utara. Arah berlawanan menuju Taman Merah. Arumi dan Lara bernapas lega. Mereka kemudian pamit kepada pemilik rumah, lalu lanjut mengayuh sepeda hingga sampai ke taman yang mereka tuju.

"Kalian lama sekali?" tanya Kirana mendekati kedua anak perempuannya yang terlihat kelelahan. Mama menyibakkan rambut Arumi yang menutupi matanya. Ia melirik Lara yang tengah cemberut. Mungkin Lara cemburu mamanya membetulkan rambutku, sementara rambutnya tidak dibetulkan oleh mamanya sendiri, padahal rambutnya juga acak-acakan. Hihi rasain, batin Arumi senang.

"Duduk sebelah Ayah, sini, Sayang," panggil ayahnya pada Lara sambil melambaikan tangannya pada Lara. Lara melirik Arumi, kini giliran Arumi yang  cemberut melihat ayahnya lebih memanggil Lara daripada dirinya.

Aku harus segera mencegahnya, batin Arumi kala melihat Lara hendak duduk di samping ayahnya.

"Enggak boleh! Aku yang duduk di sebelah Ayah!" larang Arumi pada Lara. Ia tak memperbolehkan Lara duduk di sebelah Ayah Erza. Arumi menarik tangan Lara dan mendorongnya agak menjauh, seperti yang dilakukan Lara padanya saat menaiki sepeda bagian depan tadi.

"Eh, Arumi kok kasar begitu?" tegur Ayah pada Arumi.

"Tadi Arumi juga digituin sama Lara," ujar Arumi membela diri.

"Kapan?" tanya Lara tak mau disalahkan.

"Tadi waktu aku naik sepeda di depan, kamu enggak ngebolehin dan menarik aku sampai mau jatuh," jawab Arumi dengan ketus. Lara terdiam. Sebab ia memang melakukan hal tersebut pada Arumi.

"Ini ayahku! sana-sana," Arumi mengusirnya agar duduk menjauh dari ayahnya. Sementara Ayah, hanya menghela napas panjang melihat perdebatan antara ia dengan Lara. Arumi bercerita pada ayahnya saat mereka dikejar anjing galak. Ia bercerita agak berlebihan pada ayahnya dengan mengatakan bahwa ia lah yang berhasil mengusir anjing tersebut. Di tengah bualannya, ia  melirik Lara yang terlihat ingin muntah karena mendengar ceritanya.

"Kita makan dulu, atau bersepeda dulu?" ujar Kirana kemudian.

"Makan dulu," seru Arumi dan Lara bersamaan. Arumi dan Lara saling melihat karena secara tidak sengaja mereka menjawab bersamaan, tapi kemudian Arumi membuang mukanya.

"Kalian berdua sudah sama-sama lapar ternyata," seloroh Mama sambil mengeluarkan peralatan makan dan bekal yang telah disusunnya dalam rantang piknik. Nasi goreng, ayam goreng, telur ceplok setengah matang, dan juga sayur capcay. Arumi, Lara, Mama, dan Ayah, bersama-sama mengambil makanan yang mereka suka sehingga terasa ramai. Namun, pertengkaran kecil kembali terjadi ketika Arumi dan Lara berebut ayam goreng bagian paha bawah. Mereka tidak ada yang mau mengalah, sehingga Kirana memutuskan untuk membelah paha bawah tersebut menjadi dua bagian. Pertengkaran tak berhenti sampai di situ. Arumi dan Lara juga bertengkar saat hendak bersepeda berkeliling taman. Mereka masih saja berebut duduk di depan. Ayah Erza yang kian pusing melihat keributan tersebut, memutuskan agar mereka melakukan suit saja, sehingga dapat dengan adil menentukan siapa yang berhak duduk di depan.

"Yang menang di depan, yang kalah, harus rela duduk di belakang," ujar Ayah Erza terlihat hampir putus asa.

"Oke, SUIT!" ujar Arumi semangat, dan ia pun menang. Jari jempolnya membuat jari telunjuk Lara kalah telak.

"Yeah, aku menang," sorak Arumi sambil menjulurkan lidahnya pada Lara. Lara tampak cemberut, tapi bagaimanapun juga Lara harus mau duduk di belakang.

"Nanti kita langsung pulang, ya," tukas Kirana yang tengah membereskan peralatan makan.

"Baik, Ma," jawab Lara yang terlihat tak bersemangat. Arumi melihat Lara menggigit jarinya seperti ragu akan sesuatu. Ah, kamu pasti memikirkan sesuatu yang aku pikirkan, Lara, batin Arumi sambil tertawa dalam hati.

-Bersambung-

Karena Kita adalah Keluarga (KKaK) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang