24. Fakta

603 53 5
                                    

Kadang, hal yang membahagiakan bisa menjadi tidak diinginkan. Sebab, butuh waktu untuk menenangkan hati yang mendadak terbebani.

.KN.

Icha Pov

Tut tut, tut tut,

Masih hening.

Hanya suara monitor pendeteksi jantung yang terhubung dengan ritme milikku.

Huft, entah kenapa, langit - langit diruangan rumah sakit kali ini jauh lebih menarik dari yang lain. Padahal, warna langit - langit itu hanya bercat abu - abu. Enggak ada yang sepsifik menarik minatku. Hanya sebuah objek yang kujadikan alasan untuk mengalihkan atensiku, atau tepatnya, suasana hatiku yang mirip dengan warnanya itu, kelabu.

"Dek.." Panggil seorang perempuan cantik yang sejak tadi duduk didekat bangsalku.

Enggan untuk menoleh, karena rasanya aku masih belum sanggup untuk bersitatap dengannya, aku tidak menghiraukan panggilan lembut itu. Lagi - lagi, aku merasa langit abu - abu itu jauh lebih menarik.

Entahlah.

Mungkin, aku masih butuh waktu. Bukan maksudku untuk bersikap tidak sopan. Cuman, aku masih butuh waktu. Iya, butuh banyak waktu untuk menerima semuanya, sebab fakta yang baru aku dengar, benar - benar telah menghancurkan semua kepercayaanku.

Kepercayaan?!

Hemm, aku udah enggak bisa membayangkan lagi gimana bentukknya. Rasanya, aku kehilangan pegangan untuk hidup.

Kecewa? Sakit? Perih? Marah? Tapi tidak bisa berbuat apa - apa.

Kalian ngerti kan gimana rasanya? Rasanya dikhianati?

Apapun itu. Aku yakin, kalau enggak ada satupun dari kalian yang akan merasa baik - baik aja ketika semua itu terjadi.

Termasuk a-k-u.

Ha, ha!

Ada sosok dalam diriku yang ingin tertawa dengan ini semua. Antara merasa tidak terima dan juga miris disaat bersamaan. Hemm, kenapa malang sekali nasibku?

Eh, beneran malang kah? Apa gimana? Haruskah aku bersyukur setelah aku tahu kenyataan yang tak pernah aku duga itu? Bahkan selama perjuanganku melawan penyakitku, aku enggak pernah sampai terpikirkan sampai kesana.

Jujur, aku bingung sekarang. Aku nggak yakin harus kayak gimana lagi setelah ini. Aku, aku beneran merasa hopeless dengan skenario hidupku. Ss-semua ini, terlalu sakitt..

Yeah, it's hurts a lot!

Sangat menyakitkan menurutku. Bahkan rasanya, air mataku enggak akan sanggup lagi aku keluarkan karena aku harus menahan semua beban ini.

"Haha." Lepas sudah tawa miris itu. Mungkin, setelah ini giliran air mataku. Anggap saja aku gila, karena memang kenyataannya begitu sekarang. Aku, aku merasa sulit mengendalikan diriku lagi sekarang.

"Haha." Lagi - lagi tawa yang menyerupai rintihan itu kembali lolos. Aduh.. aku gila!

"Dek?" Panggil suara itu lagi. Kali ini tangannya aku rasakan sedikit menggenggam tanganku. Namun, belum sepenuhnya pegangan itu erat, tangannya sudah lebih dulu aku tepis.

Adik kandung katanya?!

Entahlah. Kumohon, jangan tanyakan aku apa - apa lagi. Aku sungguh tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Lucu?

Mungkin iya.

Tapi mungkin juga enggak.

How ImportantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang