22. Baikan ni yee

705 55 8
                                    

Author Pov

1 jam perjalanan dari kota Bogor ke Jakarta berasa 1 hari non-stop. Apalagi, menit demi menitnya hanya terjadi keheningan diantara tiga bersaudara itu.

Ada sekitar 30 menit Icha dan Melody hanya saling diam – diam-an. Sedangkan Frieska, dia cukup pusing untuk menanggapi sikap kakak tertuanya itu, yang jika sudah ngeyel, pasti akan susah untuk dibilang ‘enggak’.

Kejadian Icha dicium Shani memang membuat diri Frieska pribadi merasa iri. Iri karena dia sendiri tidak bisa sedekat itu dengan adiknya. Jangankan mencium pipinya, memeluk Icha pun rasanya masih kaku, walaupun sebenarnya dia sangat ingin melakukannya.  Ya, apalagi Melody. Kakak tertuanya itu jauh lebih perasaan daripada dirinya. Jadi, pasti akan sulit untuk memadamkan api cemburu milik kakaknya itu.

“Ehm Kak..” akhirnya setelah setengah perjalanan, barulah Frieska berani membuka suara. Meskipun, dia tau, kalau kakaknya itu masih belum mau merespon.

“Kak Mel…” Panggil Frieska yang sudah memutar tubuhnya kebelakang. Posisi duduk mereka saat ini yaitu, Frieska di depan disamping Pak Anto, sedangkan Icha dan Melody duduk bersampingan dikursi tengah.

Akward? Ya, jelas kan? Icha sampai tidak berani menolehkan kepalanya sedikitpun kesamping, arah dimana Melody duduk anteng sambil memejamkan matanya.

“Kak, gak usah pura – pura tidur deh. Frieska tau kakak cuman sok merem aja kan?” seketika Melody langsung membuka mata karena teriakan Frieska.

“Cih! Apaansi Fries, ganggu aja!” Balasnya ketus.

Sabar Frieska sabar.. punya saudara gini amat ya? Satunya cuek keterlaluan, satunya doyan banget minta dipekain. Astagaa.. gerutu Frieska.

Tapi, memang benar yang diungkapin Frieska. Kakak adik satu itu, bagaikan medan magnet yang berbeda, satunya dikutub utara, satunya lagi dikutub selatan. Si adik yang ‘cuek nggak ketulung’, si kakak yang ‘maunya dipekain terus’. Tetapi, kalau mereka sudah saling berdekatan alias menempel, pasti bakal susah dipisahin.

“Kakak dengerin penjelasanya dedek dulu kenapa. Dedek juga, buruan jelasin ke Kak Melody, kalau dedek gak macem – macem sama temennya dedek itu.” Tegas Frieska karena sudah tidak tahan lagi dengan atmosfir didalam mobil yang bikin Pak Anto sampai keringat dingin.

Tetapi, Hening!

5 menit kemudian juga masih hening.

Sepertinya Frieska lupa, kalau darah keluarganya memang mengandung zat kimia yang bernama gengsi dengan kadar lumayan tinggi. Jadi, ya begini deh.. namanya juga gengsi.

Astaghfirulloh Kak... Dek, tinggal bilang aja ke Kak Mel kenapa sih. Kalo temenmu, eh sapa namanya Shani? Ya itu.. kalian berdua gak ada hubungan macem – macem. Kak Mel juga, harusnya nanya dulu sebelum mencak – mencak gak jelas gini. Kalian berdua tuh yaa, Ya Allah!” Pekik Frieska histeris menatap Pak Anto.

Hilang sudah kesabaran Frieska. Suerr, baru kali ini Frieska harus menjadi seorang mediator yang memerlukan tensi sangat tinggi, alias darah tingginya kambuh.

“Heh! Enak aja ngatain orang gak jelas. Tuh anaknya juga diem, gak mau jelasin apa – apa. Ngapain gue coba yang disalahin.” Kalimat protes Melody barusan, mau tidak mau membuat Icha menoleh kearahnya. Bukannya marah, Icha malah tampak cengo, bengong, dan bingung sendiri, dengan ucapan sosok kakak disebelahnya itu.

“Jadi, Kak Melody dari tadi nungguin penjelasan aku?” Beo Icha dengan polosnya.

Wassalamualaikum wr.wb..

Langsung pada saat itu juga, Melody dibuat kicep - melongo, Frieska membenturkan kepalanya ke jendela mobil, dan Pak Anto mengusap wajahnya kasar. Fix, adiknya Melody dan Frieska satu ini memang kelewatan, antara terlalu polos, enggak peka, atau terlalu tega.

How ImportantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang