23. Salah Kakak!

749 53 16
                                    

Shania Pov

Ada yang tanya, kenapa Shania lebih shining sekarang? Kayak murah senyum dan juteknya ilang. Belom lagi katanya aku lebih selow dan mau - mau aja diajak gesrek.

Terus, kenapa kok aku jadi dikit - dikit Icha, apa - apa Icha. Sampe - sampe, kata mereka, anak abas, tingkahku keliatan aneh seratus delapan puluh derajat kayak bukan Shania Juniantha si kapten cool.

Hemm jujur aja sih, kalau mungkin mereka nanyanya itu pas kemaren sebelum omongannya Kak Frieska, aku pasti bingung mau jawabnya gimana. Soalnya, semingguan kemaren, aku kasi perhatian ke Icha itu, yaa hanya berdasar feeling aja. Aku cuman ngerasa mau dan harus ngelakuin itu. Beda sekali kalau sekarang, "Ya kan, dia adek gue. Masa gak boleh sih dikasi perhatian." Jawabku simple.

Emangnya, keliatan banget ya? Kalo semingguan ini aku kasi perhatian ke Icha?

Ya habis.. mau gimana lagi? Namanya juga berat menahan rindu. Kayak LDR an sama doi terus mendadak bisa ketemu. Heuuhh, kangenya nggak bisa diempet kan?

"Sejak kapan Icha jadi adik lo dan Kak Mel? Sampe Kak Mel ikut - ikutan makan dikantin. Padahal kan, kalo lo sendiri yang minta sampe jungkir balik, gak pernah tuh dipeduliin."

Nah ini nih, resikonya temenan sama orang yang polos - kepolosan pake banget. Emang temen satu ini tu kadang, kalo diajak ngobrol suka agak lemot, tapi sekalinya nyambung, gak ada hati nurani.

"Ya emangnya harus dibuka pendaftaran dulu gitu Gab? Serah - serah gue sama Kak Mel lah. Penting Ichanya mau."

Kalau andai aja, Kak Frieska gak nyuruh kami nge-ra-ha-si-a-in tentang siapa Icha, pastinya tanpa banyak alasan aku bakal ngejawab 'kalo dia adik kandung gue, si bungsu yang akhirnya kembali'. Bahkan kalau perlu, aku bakal teriak dan umumin keseluruh penjuru sekolah, kalau adiknya Shania Junianatha Laksmana Putri, anak bungsu dari Aryo Bima Laksmana dan adik kecil kesayangannya Laksmana's sister, sudah kembali.

Masa bodoh deh, mau dibilang alay atau mirip sinetron. Yang penting, kami bahagia dan bisa kumpul sama - sama lagi.

Hemm.. andai beneran bisa gitu ya...

"Ssh Shan, santuy aja kali. Gak usah kayak mau makan orang gituu. Baru aja dipuji sumringah bin shining. Kok ude mau balik jutek aja."

"Iya, pake acara ngelamun lagi. Kenapa sih? Lo gak mengidap penyakit bipolar kan?"

Kulirik sekilas dua orang yang duduk manis didepanku ini. Rasanya, secangkir cokelat manis punyaku jadi terasa sepet dilidah. Memang sih, Beby tuh anaknya perhatian ke temen - temennya, tapi kalo udah ngomong, muesstiii bikin asem. Heran juga akunya. Belom lagi kembaran jadi - jadiannya, si Gaby. Ampun deh, untung temen - sohib. Kalo enggak, beneran dinner tongseng daging manusia sore ini.

"Udah Ah! Mau balik aja gue. Males disini. Katanya mau nongkrong have fun, tapi berasa diintrogasi. Kayak reyhan aja dikira pedopil, huh!" Ucapku sambil sok beranjak keluar dari caffe milik mamanya Beby ini.

"Reynhard kali Shan!" Teriak mereka bersamaan dengan wajah tanpa dosanya.

Wuu, emang gini ya? Punya temen gemar berbuat dzolim. Bukannya dikejar buat minta maaf, malah diledekin. Kenceng pula. Sampe diliatin kan sama orang - orang.

Selangkah

Dua langkah

Tiga langkah

Lima langkah

"Lah, kenapa balik?" Tanya Beby pura - pura lupa.

"Anterin pulang. Kan tadi kalian yang jemput. Yak apaseh!" Suruhku tanpa peduli lagi dengan tawa para pengunjung cafe.

How ImportantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang