47. End of Game

421 35 9
                                    

Harus bagaimanakah permainan ini diakhiri?

When somebody loses everything, he will sacrifice anything


Author Pov

Sore menjelang malam, suasana di kantor mendadak hening ketika Melody mendapatkan kabar bahwa proyek pertamanya menemui kegagalan.

Brak!

"Apa – apaan ini Melody!"

Namun keheningannya hanya berlangsung sesaat, sebelum om kesayangannya itu masuk dan mulai memaki – makinya.

"Maaf Om.." cicit Melody

Pramudya yang tersulut emosi tanpa pikir panjang mulai menyalahkan Melody atas kegagalan yang diterimanya kali ini. Tidak hanya pembatalan proyek, tetapi beberapa orang kepercayaanya juga mulai tersandung kasus.

"Adekmu itu maunya apasih!" hardik Pram lagi.

Melody menunduk lesu melihat raut amarah Om Pram nya. Tidak dapat dipungkiri, dirinya juga merasa kecewa dengan kabar yang baru diterimanya.

"Dasar gak berguna!" Maki Pramudya sebelum berlalu keluar dari ruangannya.

Seketika Melody semakin menunduk kesal. Tapi sedetik kemudian, rasa kecewanya berubah menjadi amarah.

"Kenapa kamu lakukin ini ke kakak Bil !!!"

.

.

Beralih ke rumah keluarga Laksmana, Shania sedang bersikukuh menunggu kepulangan Nabilah diruang tamu. Ditemani oleh Frieska, Shania harap – harap cemas dengan keberadaan Nabilah yang saat ini entah dimana.

"Udah Shan.. istirahat dulu. Nanti kakak telpon biar malam ini Nabilah pulang kerumah ya?" bujuk Frieska yang makin khawatir dengan kondisi Shania.

"Nabilah Kak.. Nabilah marah sama aku. Aku harus ketemu Nabilah Kak, aku harus minta maaf ke dedek!" rancau Shania untuk kesekian kalinya.

Menghela napasnya kasar, Frieska mulai mengkhawatirkan kondisi psikis Shania. Entah apa yang sebenarnya terjadi diantara kedua adiknya, yang jelas! Kondisi Shania saat ini sedang tidak baik – baik saja.

"Aku harus minta maaf!"

"Harus minta maaf."

Gumamnya Shania.

Tak berselang lama, mobil kedua orang tua mereka tiba dirumah. Dengan buru – buru Shania bergegas menghampiri dua sosok tertua dirumahnya itu.

"Pah! Mah! Tolong suruh dedek pulang.. telponin dedek.. bilang Shania nyesel.. Shania mau minta maaf.. Pah Mah, Shania mohonn." Dengan wajah paniknya Shania berucap begitu orangtuanya tertangkap oleh penglihatannya.

"Dedek marah sama yaya! Yaya gak maksud melukai adek. Shania gak maksud begitu paa.. ma.." cecarnya lagi. Tanpa ragu, Shania duduk bersimpuh dikaki mamanya yang baru turun dari mobil. Wajah sang Ibu jelas sekali sedang kebingungan.

"Eh.. Shania kenapa Mpris?" Tanyanya tak tahu. Karena memang selama 4 hari belakangan ini, dia dan suaminya sedang berada diluar kota.

"Shania astaga!" Frieska segera berlari kearah adiknya.

"Gamau ma.. Shania mau dedek. Shania mau Nabilah pulang.. Shania gak mau Nabilah pergi lagi.." tambah Shania yang malah semakin menangis histeris.

"Udah dah cup cupp, iya nanti Papa telpon dedek biar pulang ya. Shania ayok berdiri, kita tunggu didalem." Bujuk Papa yang mulai mengerti keadaan.

How ImportantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang