45. Norm & (Hidden) Intentions

488 49 19
                                    

Empati terkikis, kepercayaan hilang.

Author Pov

Pulang sekolah sesuai rencana, Shania pergi membantu Beby di caffe mamanya. Suasana cukup riweh karena banyaknya pengunjung yang datang. Syukurlah, hari ini masih seperti biasanya. Yang berbeda hanya di beberapa sudut meja yang terisi oleh para orangtua yang tampak serius mendiskusikan sesuatu. Mama Beby salah satunya.

"Mama Lo keren ya Beb."

Sambil melirik sekilas kearah mamanya berada, Beby hanya menjawab dengan gumaman. "Namanya juga aktivis Shan."

Shania menghendikan bahu kurang setuju, "Tapi serius deh Beb. Mama Lo concern banget sama isu lingkungan begini." Lanjutnya sambil memperhatikan para pengunjung yang menikmati sajian kopi milik mereka.

"Hem, sekilas emang keren. Tapi ya ada konsekuensinya. Iya kalau urusannnya sama orang yang fair. Kita kan gak tau mereka itu main nya gimana. Ini aja akhir – akhir ini, ada – ada aja yang tiba – tiba bikin rusuh ditoko. Kayak settingan. Jelas banget!" ucap Beby dengan menggebu – gebu.

Dirinya masih belum bisa melupakan kejadian dua hari yang lalu ketika ada seorang pelanggan yang mengaku keracunan setelah minum kopi olahnnya. Atau dua pelanggan yang tiba – tiba berkelahi dan membuat onar seisi toko.

Semua hal itu terjadi hampir setiap harinya hingga membuat toko sepi pengunjung. Beby sendiri awalnya enggak curiga, namun setelah dirinya tanpa sengaja mendengar percakapan salah satu biang rusuh, akhirnya dia menyadari bahwa semua ini terjadi setelah mamanya aktif dalam kegiatan anti pembebasan lahan untuk sebuah proyek mall disekitar tokonya. Beruntung ada cctv yang aktif selama 24 jam, sehingga orang – orang itu masih berpikir dua kali sebelum bertindak.

"Hem.. mungkin aja kan itu cuman preman – preman yang ngasal Beb.." Shania berusaha menghibur. Namun segera dia menambahkan ketika melihat raut masam Beby.

"Maksudnya kan, siapa tau aja orang – orang suruhannya gitu.. Eh, apaseh, bawahannya aja gitu yang begitu.. orang – orang yang diataskan belum tentu begitu Beb.."

Beby menatap Shania dengan tak percaya. "Shan gue ngerti, elo ngomong kayak gitu karna itu proyek keluarga lo kan?! But, please.. realistis ajalah!" desisnya diujung kalimat lalu memilih pergi meninggalkan Shania.

Sorot mata kecewa, Shania lihat jelas dimata Beby ketika menyampaikan kalimatnya barusan. Shania merasa bersalah. Baru kali ini sahabatnya itu berbicara dengan nada seperti itu kepadanya.

Salah satu alasan kenapa Shania bersikeras membantu Beby akhir – akhir adalah bahwa gadis jangkung itu merasa bersalah karena proyek pertama kakak sulungnya ini berimbas dengan usaha temannya ini. Shania merasa dilema antara menjunjung norma masyarakat atau impian kakaknya. Dia merasa serba salah jika bertindak. Tidak mungkin juga kan Shania meminta kakak sulung nya untuk menghentikan proyeknya ini? Apalagi sampai membuat Beby dan Mama nya menyerah dari aktivitas yang mereka lakukan?!

"Eh, ada Shania. Sini deh, tante mau bicara." Sapa mamanya Beby.

"Eh, iya tante. Ada apa tante?" Shania sedikit terjingkat ketika suara mamanya Beby tertangkap oleh pendengarannya.

Sedikit merasa susah menelan ludahnya sendiri, Shania merasa gugup ketika tangannya digeret menuju kearah perkumpulan orang – orang tadi.

"Shan.. ini teman – temannya tante. Boleh enggak tante dan teman – temannya tante minta tolong sama Shania?" tanya perempuan yang sudah dia anggap mamanya sendiri itu.

"Uhm, apa ya tante?" sedikit menampilkan cengirannya, Shania berusaha mengusap keringat dingin ditelapak tangannya ke roknya yang pendek.

"Tante dan temen – temennya tante mau minta tolong, tolong.. banget kamu bicarakan ke papa kamu untuk mau menyediakan waktu untuk kami bertemu dan berdiskusi. Kami enggak akan minta untuk proyeknya dihentikan Shan. Tapi kami akan berusaha untuk memberikan solusi alternatif supaya kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.. titik yang dipilih untuk proyek itu, adalah lahan yang berharga bagi warga. Di Jakarta ini, sudah jarang lingkungan hijau Shan.. apalagi itu titipan dari para orang tua dulu nya. Enggak mungkin kan kita melanggar tempat adat mereka."

How ImportantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang