41. Reopened to Close

606 55 35
                                    

(Terdapat ungkapa kasar. Harap bijak dalam membaca)






I knew who I was this morning, but I've changed a few times since then.

.Lewis Carrol.



Author Pov

Pagi hari yang cerah menyambut kota Jakarta. Setelah hampir beberapa hari selalu gerimis hujan, matahari kali ini enggak merasa malu - malu lagi. Pukul 08.00 WIB. Sudah agak siang untuk bangun tidur.

Eh tapi, hari ini kan hari minggu? Enggak apa - apa kan ya kalau siangan dikit bangunnya? Apalagi, semalaman sulit sekali terlelap dalam mimpi.

Berhembus dari arah utara ke selatan, angin membawa kabar yang menyejukan hati. Aneh, cuaca kota Jakarta hari ini tidak terlalu panas seperti biasa. Cukup enak udaranya untuk dihirup atau sekedar dibuat jalan - jalan pagi sambil berkeliling mencari tukang bubur ayam dan langsung memakannya ditempat.

Tak mau ketinggalan. Cahaya Sang Surya juga begitu lembut menerobos celah - celah jendela gedung pencakar langit. Masuk kedalam, membuat lentera disetiap lorongnya. Dari jarak beberapa meter pun, antara jendela dengan langit biru, terdapat burung - burung yang memulai kicauannya. Saling bersahutan membuat nuansa pagi ini tampak lebih meriah juga menghangatkan hati dan memberi kesan syahdu.

Hoaam, benar - benar hari yang indah. Cocok untuk memulai lembaran baru dengan semangat baru.

Tapi, apa iya, segala perasaan itu dirasakan oleh seluruh penduduk kota?

Benarkah?

Ooh, tidak juga ya.

Dipagi yang menurut orang cerah dan menyenangkan ini, ternyata tidak berhasil mengusir semua kejadian buruk yang sempat dialami oleh seorang gadis.

Dengan peluh yang merambat dipelipisnya, kemudian jatuh hingga menyentuh leher putihnya, Nabilah terbangun dari mimpi buruknya. Wajahnya pucat pasi. Badannya bergetar hebat. Napasnya tersenggal - senggal. Seolah - olah dia habis berlarian akibat dikejar oleh sesuatu yang menyeramkan.

"Aarrghh.." rintihnya berusaha mengendalikan diri. Rasanya, kepalanya mendadak sakit karena matanya masih belum bisa membedakan antara kenyataan dengan mimpi buruknya.

"Dek.. Dek." Panggil orang - orang.

Belum sanggup menyahut, bibirnya masih terkatup rapat. Raut kesakitan tergambar jelas diwajah Nabilah, membuat dua orang yang menunggunya, kembali panik dalam hitungan detik.

"Arrshh.." Erang Nabilah lagi.

Hampir tak terkendali, Nabilah terpaksa harus dicekal oleh Shani dan Gracia sebelum infus dilenganya terlepas. Tubuh mungil gadis itupun sudah didekap Shani erat. Tangannya dipegang Gracia, saling dibuat berjauhan supaya tidak saling menyakiti anggota tubuhnya yang lain. Tapi, sayangnya, mereka melupakan luka yang terbalut perban ditelapak tangan adiknya.

Pelan tapi pasti, akibat kepalan tangannya sendiri, perban putih Nabilah kembali berwarna merah. Darah dari luka sayatannya merembes keluar. Tapi meskipun begitu, sepertinya rasa sakitnya masih kalah dengan pening dikepalanya.

Sungguh, terbangun dari mimpi buruk, tidak akan semudah itu merasa lega.

"Gre.. cepet tolong panggilin Kak Naomi!" Teriak Shani ketika merasa Nabilah semakin memberontak dalam dekapannya.

How ImportantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang