Tiga hari kepergian Daffa, Vano seperti biasa melakukan aktifitasnya di kantor. Vano melihat gadis yang berada di depan ruangannya begitu tak bersemangat.
Vano merasa heran, bukankah gadis itu mempunyai kekasih? Tapi kenapa di tinggal Daffa, dia bisa sesedih ini? Apakah gadis itu menyukai Daffa?
tok..tok..tok..
Kirei yang melamun tak menyadari Vano mengetuk mejanya.
Tok.. Tok.. Tok..
Kirei mendongak. "Eh, Pak."
"Segitunya kamu kehilangan Daffa?" sindir Vano.
"Eng.. Enggak, Pak."
"Ayo, kamu mau makan bareng gak?" Ajak Vano yang merasa iba.
"Eh? Boleh?" Seketika wajahnya ceria.
Tanpa menjawab, Vano berjalan lebih dulu meninggalkan Kirei.
Kirei setengah berlari mengejar Vano. Dia merapikan rambutnya. 'Duh, cakep gak ya? Lupa gak bedakan dulu.'
"Kamu jangan ge-er, ya. Aku ngajak makan bareng karena kasihan lihat kamu kayaknya patah hati ditinggal Daffa." ujar Vano sambil menunggu pintu lift terbuka.
"Aku gak patah hati kok, kan ada Bapak." Kirei menyeringai.
"Apa?"
"Eng.. Enggak, Pak. Eh itu liftnya, Pak." Kirei mengalihkan perhatian Vano.
"Kita mau makan dimana, Pak?" tanya Kirei begitu mereka keluar dari lift.
Vano menoleh ke belakang, "Kamu mau makan apa?"
"Aku tanya Bapak, Bapak malah tanya balik. Aku terserah Bapak saja. Aku pasrah, Pak."
"Hah?"
"Terserah Bapak."
'Untung ganteng, Pak. Jadi budeg juga gak masalah.' batin Kirei seraya membuntuti Vano menuju parkiran.
"Kita mau kemana, Pak?"
"Makan. Emang mau kemana lagi?"
"Iya. Kemana gitu, Pak? Aku pikir kita makan di kantin."
"Kita ke restoran Jepang. Bukannya kamu suka?"
"Kok Bapak tahu sih? Jangan-jangan Bapak secret admirer aku."
"Mimpi!" cibir Vano
"Haha.. Nyata juga aku ikhlas, Pak." gumamnya.
Vano hanya diam tak menanggapi Kirei, sekalipun dia mendengarnya. Dia tak habis pikir, gadis yang berjalan mengekorinya tak berhenti bicara.
'Daffa.. Bisa-bisanya kamu suka sama gadis kayak dia.'
Vano menatap ke luar jendela sambil menunggu pesanan tiba setelah mereka memesan makanan mereka. Kali ini, Vano mentraktir gadis itu untuk menghiburnya.
Selama menunggu pesanan, tak ada percakapan di antara keduanya. Sementara Kirei terlihat sedikit salah tingkah.
"Pak, apa Bapak memang begini?" Tanya Kirei memecah keheningan di antara mereka.
"Begini gimana?"
"Irit bicara." Kirei terkekeh. "Gak enak loh, Pak. Kita kayak pasangan yang lagi berantem."
"Maksud kamu?" Vano menatapnya tajam.
"Aish! Becanda, Pak. Gak usah melotot gitu."
"Terus aku harus bahas apa? Kerjaan kamu cuma ketik mengetik. Gak ada yang perlu dibahas, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BANG VANO (Complete)
RomantikFOLLOW SEBELUM BACA ---------------------------------------- Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Elvano Satria Martadinata saat bertemu dengan seorang gadis yang ternyata dokter yang menangani penyakit Maminya. Setelah mulai dekat de...