Bab 47

5K 479 56
                                    

Vano menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang menjadi saksi bisu warna warni harinya. Vano melipat kedua tangannya untuk menopang kepala sambil menerawang menatap langit-langit kamar.

Dia mendesah pelan. Teringat kembali  jawaban dari Kirei tadi.

"Semuanya begitu tiba-tiba, Pak. Aku minta maaf. Kita, berteman saja, ya?" Ucapnya yang membuat hati Vano tercubit.

Gadis itu, menolaknya. Wajar sih, Vano sudah menyakitinya dulu. Mungkin kesalahannya begitu membekas dihati gadis itu.

"Aku saja yang single di tolak tiga kali, apa lagi duda." Ucapan Daffa juga terngiang kembali di telinganya.

Apa mungkin karena aku seorang duda?

Vano kembali teringat akan ancaman Pak Keenan. "Harusnya aku tak senekat tadi. Tiba-tiba menyatakan perasaanku padanya. Bodoh kamu, Bang!" Vano mengusap wajahnya.

Tapi, berdekatan dengan Kirei membuat otak Vano bekerja di luar nalarnya. Vano tak bisa untuk tidak mengagumi gadis yang mengembalikan jiwa lelakinya. Gadis itu seolah menghipnotis Vano dengan segala kepolosan dan keceriaanya.

Suara ketukan pintu kamar membuyarkan lamunan Vano. Malam-malam begini, siapa lagi kalau bukan Mami Tasya yang mengganggunya.

"Bang, oleh-oleh dari Daffa sudah dikasih ke Adelin?" Tanya Mami Tasya begitu duduk di bibir kasur.

"Ya ampun Mi, aku lupa!" Pekik Vano

"Loh, Abang gak jadi ketemu dia?"

"Jadi, Mi. Tapi Abang lupa kasih ke dia. Tadi oleh-oleh di taruh di jok belakang."

Saking sibuknya dengan perasaannya sendiri, Vano sampai lupa dengan niat awal bertemu dengan Kirei.

Mami Tasya tersenyum, "Baguslah."

"Bagus kenapa?"

"Ada alasan buat Abang ketemu dia lagi." Mami Tasya terkikik.

Ah, Mamiku pinter juga. Aku jadi semangat lagi.

"Mi.."

"Kenapa?"

"Mami suka sama Adelin?"

"Siapa yang gak suka sama gadis periang itu? Dia baik banget. Asyik diajak ngobrol. Lagipula, dia anak karyawan Papi dulu. Jadi Mami gak canggung."

"Kamu suka kan sama dia?" Mami Tasya balik bertanya pada Vano.

Tentu saja. Dari dulu malah.

Vano hanya mengangguk.

"Suka atau terpaksa?" Tanya Mami Tasya lagi.

"Ck.. Harus banget Abang kasih tahu perasaan Abang sama Mami?"

"Abang lupa kata dokter Kevin apa?" Mami Tasya selalu saja mengeluarkan kartu As-nya dengan membawa nama dokter Kevin - dokter yang mendampingi Vano selama masa penyembuhan mentalnya dulu.

Dokter Kevin selalu meminta Vano untuk jujur akan semua yang dia rasakan. Agar orang rumah bisa membantunya, begitu katanya. Tapi sepertinya, hal ini malah dimanfaatkan oleh Mami Tasya.

"Hhh... Iya Abang suka, Mi." Pasrahnya.

Mami Tasya tersenyum senang. "Mami tahu, kok"

Kalau tahu kenapa tanya lagi?

Heran sama wanita. Segala sesuatu harus diperjelas. Sekalinya mereka ada sesuatu, mereka bermain kode. Dan para lelaki harus bermain tebak-tebakan apa yang mereka mau.

BANG VANO (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang