Sudah dua hari, Vano tak beranjak dari rumah sakit. Keluarga datang silih berganti menemui Vano hanya sekedar memberi kekuatan dan doa untuk pasangan pengantin baru itu.
Vano terlihat lelah. Lingkar matanya menghitam dengan raut wajah yang begitu suram.
Harusnya, moment pasca menikah menjadi moment yang sangat membahagiakan. Namun kebahagiaannya direnggut begitu saja dan hanya menyisakan duka untuk dirinya.
"Sudah ada perkembangan dari Dira, Bang?" tanya Mami Tasya begitu dia tiba.
"Tadi kata suster ada perbaikan pada leukosit walaupun belum signifikan, Mi."
"Alhamdulillah, Bang. Semoga cepat siuman. Oya, Mami bawa makan. Kamu makan dulu, Sayang. Itu baju ganti kamu juga ada di tas."
"Nanti saja, Mi."
"Abang, paksain makan dulu gih. Gak lucu nanti saat Dira sadar, Abang malah ngedrop."
Vano terlihat ragu. "Sana, makan dulu. Biar Mami yang jaga Dira." Mami Tasya terus meyakinkan anaknya.
Vano terdiam." Aku takut, Mi. Takut kalau aku ninggalin Dira terus Dira malah..malah..ninggalin aku." Vano menangkup wajahnya sambil tertunduk.
Mami mengusap punggung sang anak. "InsyaAllah enggak. Dira pasti bangun, Bang. Dira pasti sedih lihat Abang begini."
"Mi..Dira bakal sembuh kan, Mi?"
"Berdoa saja Bang. Mudah-mudahan hari ini Dira siuman. Sudah sana, makan dulu. Mami sengaja masak kesukaan kamu." ucap Mami
Vano akhirnya keluar ruangan. Dia berjalan menuju mobil miliknya hanya sekedar untuk merebahkan punggungnya yang terasa kaku.
Vano menaruh kotak makannya di kursi sebelah. Nafsu makannya hilang sejak kejadian di hotel kemarin. Vano menekan tombol panoramic sunroof kemudian merendahkan posisi kursinya menjadi rebahan.
Bertemankan sepi, Vano menatap langit biru dengan gumpalan mega yang membuat takjub setiap mata memandang. Namun tetap saja, hati dan pikiran Vano hanya fokus pada satu nama yang sedang berjuang melawan penyakitnya.
"Mas.."
Vano menoleh kesekitarnya. Dia bangkit dan mengusap wajahnya. Rasanya suara Dira begitu nyata terdengar olehnya. Vano menyambar kotak bekal yang dibawa oleh sang Mami kemudian mulai mengunyahnya dengan lahap agar segera bisa melihat Dira kembali.
Vano melihat Mami Tasya dari pembatas kaca sedang menemani Dira. Entah apa yang dibicarakan Mami Tasya pada Dira, yang Vano lihat, tubuh wanita kesayangannya itu berguncang seperti menangis.
Melihat ibu kandungnya bersikap demikian pada menantu barunya, membuat hati Vano makin teriris. Dia merasa turut bersalah dan kecewa pada dirinya sendiri atas apa yang menimpa Dira.
Mami Tasya keluar ruangan Dira setelah mengelus lembut kening Dira. Tangannya kembali menggenggam jemari Dira sebelum benar-benar keluar ruangan. Mami Tasya sedikit terkejut melihat Vano yang sedang menatapnya.
"Tadi Mami masuk karena sudah jam besuk, Bang." Mami Tasya seakan merasa bersalah sudah masuk ke ruangan Dira tanpa izin.
"Iya gak apa-apa, Mi. Aku mau lihat sebentar ya, Mi."
"Sana, ajak bicara Dira. Mudah-mudahan ada respon darinya." Mami Tasya mengelus lengan Vano.
Vano duduk dan mulai menggenggam erat jemari Dira.
"Tadi Mas makan di mobil dengar suara kamu manggil Mas loh, Dir." Vano mulai mengoceh.
"Kamu kangen Mas ya? Sampai manggil-manggil pas Mas mau makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BANG VANO (Complete)
عاطفيةFOLLOW SEBELUM BACA ---------------------------------------- Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Elvano Satria Martadinata saat bertemu dengan seorang gadis yang ternyata dokter yang menangani penyakit Maminya. Setelah mulai dekat de...