Bab 10

5.3K 463 59
                                    

Kirei duduk di mejanya dengan lesu. Dia menelungkupkan kepalanya diatas meja dengan dua tangan sebagai bantalannya.

Tok.. Tok.. Tok..
Seperti biasa, Vano mengetuk mejanya.

Kirei mendongak, melihat Vano dengan ujung matanya. Vano yang ditatap sedikit terkejut dan prihatin memandang wajah Kirei yang terlihat sembab.

"Are you oke?" ucap Vano dengan sedikit takut.

Kirei menegakan tubuhnya, menatap tajam Vano. "Apa aku harus nyalakan uwiw-uwiw di hati aku, biar Bapak tahu, hatiku sedang sakit?"

Entah kenapa, ucapan Kirei membuatnya terbahak seketika. Dan, ini kali pertama Kirei melihat Vano tertawa.

Kirei menatap sinis Vano yang masih belum berhenti tertawa. "Sesenang itu, melihat orang lain menderita?"  ketusnya.

"Oopps..sorry." Vano menutup mulut dengan jemarinya namun raut wajahnya terlihat geli menatap Kirei.

"Apa semua gadis seperti kamu?"

"Apa?"

"Terlihat kacau saat sedang bertengkar dengan pacarnya."

"Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang!" ketus Kirei membuat Vano menahan tawanya kembali.

"Dari pada kamu terus begitu, sini kerjakan lagi laporanmu. Nanti aku traktir lagi." bujuk Vano.

"Traktir membawa petaka." ketus Kirei.

"Maksud kamu?"

"Gara-gara ditarktir Bapak kemarin, aku jadi putus sama dia!"

"Putus? Kamu putus sama lelaki kemarin?" seketika wajah Vano nampak terkejut kemudian mimik wajahnya berbinar geli.

"Kenapa? Bapak senang? Dasar raja tega!" Kirei mendengus kesal.

Vano tersadar kesalahannya. "Maaf. Bukan aku senang. Tapi menurutku, kamu pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik. Masa gara-gara ditaktir kamu bisa putus? Kekanakan sekali."

Kirei menatap Vano. "Aku yang kekanakan atau dia menurut Bapak?" kini Kirei merasa teralihkan.

Vano melipat kedua tangannya seolah berpikir. "Pasti dia tak mendengarkan penjelasanmu." tebak Vano.

"Kenapa Bapak tahu?"

"Kalau dia mendengarkan dan menyikapinya dengan baik, dia tak akan bersikap kekanakan seperti itu." Tiba-tiba dering ponsel Vano berbunyi. Vano memberikan isyarat pada Kirei dan berjalan masuk ke dalam ruangannya.

"Hallo, Dir.."

"Mas.."

"Kamu gak sibuk?" tanya Vano sambil tersenyum. Wajahnya semakin cerah begitu menerima telepon.

"Kebetulan, enggak, Mas. Mas, mau makan siang bareng, gak?" Tanya Dira tanpa basa-basi.

"Oke, nanti aku kesana. Terima kasih sudah meneleponku duluan." Vano menutup sambungan teleponnya bersamaan dengan Kirei yang masuk ke dalam ruangan miliknya.

BANG VANO (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang