Vano memijit pelipisnya melihat laporan yang diberikan teamnya. Bulan ini, mereka tak mencapai target yang diberikan oleh Papi Reza. Vano harus melakukan gebrakan untuk membuktikan bahwa dirinya memang mampu mengemban jabatan yang diberikan Papi Reza untuknya. Dia tak mau menjadi bulan-bulanan sang Papi dalam urusan pekerjaan.
"Pak."
"Sstt.. Pak.."
Vano mendongak melihat Kirei yang nyengir di ambang pintu. "Kenapa kamu gak ketuk pintu dulu?"
"Sudah Pak. Masa Bapak gak dengar?"
Vano berdecak. "Ada apa?"
"Sudah jam segini. Bapak gak istirahat, Pak?"
"Vano melirik jam di pergelangan tangannya. " Ya sudah, kamu boleh istirahat."
"Pak."
"Apa lagi?"
"Aku gak ada teman. Boleh gak, aku ikut Bapak saja." Kirei melebarkan senyumnya.
"Hhh... Ya sudah. Kalau bukan Daffa yang titipkan kamu, saya males lho, ini."
"Wah, sembarangan Bang Daffa."
Vano mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu apa?"
"Aku kayak barang pakai di titip-titip segala."
Vano menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan pemikiran gadis ajaib dihadapannya.
"Eh, tapi aku barang berharga, sih." Kirei tertawa kecil. "Tolong jaga saya baik-baik ya, Pak."
"Ya Tuhan. Kamu kalau lapar jadi ngaco begini, ya?"
"Bapak gak usah muji saya, Pak."
Vano mendekat. Rasanya tak tahan untuk tidak menekan kening gadis di hadapannya. "Ngaco!" Gerutunya yang membuat Kirei terkekeh sambil mengusap-ngusap kening yang di tekan Vano.
Vano berjalan mengikuti gadis ajaib yang mengajaknya makan bareng. Dia benar-benar dibuat kewalahan dengan tingkahnya. Gadis itu menantangnya bermain gunting, kertas, batu untuk menentukan tempat makan.
Dan, kini mereka berada di kedai bakso. Sudah tahu kan, siapa pemenang dari permainan bocah tersebut?
"Jangan cemberut dong, Pak. Kayaknya gak ikhlas banget makan di sini."
"Jangan banyak bicara. Saya males bicara sama kamu."
"Lho, kenapa? Masa gara-gara kalah main gunting, kertas, batu, Bapak jadi merajuk begitu. Besok-besok, aku mau ngalah deh."
"Besok-besok gak mau saya makan bareng kamu lagi."
"Aku bilang Bang Daffa, lho, Pak."
"Kamu ngancam saya?"
"Enggak, Pak. Mana berani. Saya nanti mau curhat saja sama dia."
"Ck.. Berhenti bicara. Cepet makan." Titah Vano saat bakso terhidang di meja mereka.
Sedang asyik melahap bakso mereka, Vano dan Kirei akhirnya melirik benda pipih yang bernada di hadapan mereka. Vano mengambil benda tersebut, menempelkan di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANG VANO (Complete)
RomanceFOLLOW SEBELUM BACA ---------------------------------------- Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Elvano Satria Martadinata saat bertemu dengan seorang gadis yang ternyata dokter yang menangani penyakit Maminya. Setelah mulai dekat de...