Bab 12

4K 417 61
                                    

Vano menggeser duduknya sedikit berjarak dengan Dira. Dia menyesap teh yang disediakan Dira untuk menetralkan jantungnya yang berpacu cepat.

"Eh, ada tamu." suara Bunda Dira memecah keheningan mereka.

"Iya Bun. Bunda tahu gak, dia siapa?" Dira tersenyum jahil menatap sang Bunda.

Bunda Dira mengerutkan alisnya. "Siapa?" tanyanya

"Elvano, Bun."

"Oh.. Ya ampun.. Elvano? Tambah ganteng aja." ujarnya seraya menyalami Vano

Vano tersenyum kikuk. Selama kedekatan mereka, baru kali ini dia berkunjung ke rumah Dira.

Selama ini, bukan Vano tak berani ke rumahnya. Hanya saja, Vano belum siap jika harus lebih serius dengan Dira.

Kalau boleh di bilang, hubungan Vano dan Dira tidak ada kemajuan yang berarti selain mereka lebuh berani saling pegang tangan.

Tapi untuk bertukar pikiran lebih jauh? Mereka bahkan tidak sampai tahap sana. Bagaimana Vano mau cerita? Vano saja hanya mendapatkan sisa waktunya dari Dira. Bahkan Dira juga tidak serta merta selalu bercerita apapun pada Vano.

Vano tidak pernah memaksa Dira. Toleransinya cukup tinggi untuk gadis anggun itu. Dia merasa belum berhak melarang atau bertindak lebih jauh terhadap hidup Dira.

Kini keduanya tengah berada di dalam mobil Vano setelah tadi berpamitan pada Bunda Dira.

Selama berhadapan dengan Bunda Dira, Vano sedikit salah tingkah sementara Dira menertawakannya.

"Kaku banget sih, Mas. Kayak kanebo kering."

"Jujur saja, Mas nervous, tahu."

Dira semakin terbahak. "Kasian banget, anaknya Mami Tasya. Kayak ABG kamu tuh, Mas."

"Ya, wajar lah. Pertama kali Mas ke rumah cewek."

"Yakin?"

"Gak percaya?"

"Percaya banget. Kelihatan tuh dari keringatnya." Dira menggedikan dagunya sambil menatap kening Vano.

Vano mengusap keningnya. Sontak Dira terbahak lagi. "Lucu banget sih, Mas. Di usilin aja, kamu percaya."

Vano hanya mendelik sebal.

"Dir, maaf buat yang tadi."

"Yang mana, Mas?"

"Hmm..yang dirumah. Hampir aja khilaf." Vano merasa malu terhadap Dira. Dia tak mau dianggap kurang ajar oleh Dira.

Dira tersenyum. "Gak apa-apa. Lagi pula kita gak ngapa-ngapain kan?"

"Kamu, gak benci Mas, kan?"

"Ya enggaklah Mas. Ya ampun, Mas. Masih ada lho, orang kayak kamu."

"Kenapa memangnya?"

"Ya, kuliah aja di luar negeri yang pergaulannya bebas. Tapi kamu anti wanita."

Vano tersenyum. "Berkat Mami."

"Kok, Mami?"

"Kamu gak tahu, Mami setiap hari teleponin. Video call, chatting juga."

"Serius, Mas?"

"Iya. Malah kayaknya lebih-lebih dari pacar."

"Aku gak tahu, lho Mas. Mami sampai segitunya."

Vano tersenyum. "Makanya Papi cemburu sama Mas." Vano terbahak.

BANG VANO (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang