Bab 16

4.1K 435 98
                                    

Dengan rahang mengeras, Vano menahan amarahnya pada Kirei. Matanya tak lepas menatap Kirei seolah akan memakan Kirei hidup-hidup.

Kirei menyadari Vano begitu murka. Dia menciut seketika. Mulutnya terkatup rapat. Aura Vano begitu menyeramkan baginya.

"Kenapa kamu jalan sama Pak Keenan?" Tanya Vano sinis.

"Kebetulan, Pak. Tadi saya keluar mau cari makan ketemu Pak Keenan di lobby sama sopirnya." bohong Kirei yang tentunya skenario ini sudah dirancangnya terlebih dahulu sebelum keluar dari mobil Pak Keenan.

Vano mendengus sebal. "Kenapa kamu gak menolaknya?"

"Ya, kenapa ditolak, Pak? Kata Omaku, rezeki itu ditambah bukan ditolak." cetusnya enteng. Kini dia sengaja menggoda Vano.

Lagi-lagi Vano menghembuskan nafas kasarnya. Merasa tak habis pikir dengan gadis yang tak pernah menjaga image dihadapanya.

"Kamu jalan bareng bapak-bapak memangnya gak risih? Gak takut kamu di pandang aneh sama orang?"

"Loh? Memang salah? Lagi pula saya disini gak kenal siapa-siapa, Pak. Kita juga jalan bertiga dengan sopir Pak Keenan. Gak berduaan juga."

"Malah saya bersyukur, ada Pak Keenan yang mau ngajak makan bareng. Minimal saya gak sendirian. Gak di tinggal pergi gitu aja di tempat yang bahkan tidak pernah saya pijak sebelumnya." sindir Kirei yang mulai tersulut.

"Kenapa kamu gak tunggu saya pulang?"

"Memangnya Bapak kasih kabar mau pulang? Enggak kan?"

"Harusnya Bapak berterima kasih sama Pak Keenan. Setidaknya dia tidak menelantarkanku begitu saja."

Vano berkacak pinggang, tak mengerti dengan jalan pikiran wanita yang masih duduk dihadapannya.

"Saya telepon kamu, kamu gak angkat-angkat."

"Mau apa Bapak telepon saya? Mau ngajak makan?"

Vano diam. Dia tahu, dia sebenarnya salah. Tapi dia gengsi harus mengakui kesalahannya.

"Saya sudah bilang waktu itu. Kamu harus jaga sikap!"

"Saya kurang menjaga sikap bagaimana, Pak? Saya merasa sopan di hadapan Pak Keenan. Apa karena saya kurang anggun? Kurang pendiam? Begitu maksud Bapak?"

"Setidak kamu tidak sok akrab dengan lawan jenis."

"Kenapa? Bapak cemburu?" Ejek Kirei

"Saya sudah bilang berkali-kali, kamu bukan tipe ideal saya! Buat apa saya cemburu? Dan.. mau sampai kapan kamu menggoda? Gak punya harga diri kamu?"

Kirei merasa panas dengan ucapan Vano. Sekuat tenaga, dia menahan amarahnya.

"Bapak tahu, kata Oma saya, wanita tercipta dari tulang rusuk. Tahu kan tulang rusuk? Tidak dekat dengan kepala karena bukan untuk di sembah. Tidak juga dekat kaki karena bukan untuk di hinakan. Tapi dekat dengan tangannya untuk di lindungi, juga dekat dengan hatinya untuk di cintai. Itulah wanita." Kirei menahan air matanya sejenak. Entah kenapa, rasanya ucapan Vano membuatnya sakit hati.

BANG VANO (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang