[13]. Osama [Singa Jantan]

3K 421 3
                                    

♡بسم الله الرحمن الرحيم♡

"Kamu tampan, tapi sayang kamu belum beriman. Selagi masih ada kesempatan, tobat lah dan beriman. Bila nyawa sudah di kerongkongan, tertolak lah penyesalan." -WanodyaAuto.

Rak buku yang penuh terisi sampai ke langit-langit memenuhi tembok. Namun, bukan itu saja, rak-rak tinggi memenuhi separuh lebih dari ruangan tersebut.

Luasnya terlihat sama dengan ruang kesenian, tapi seperti ada yang berbeda. Tidak ada kesan luas sama sekali. Bobot buku-buku yang disimpan di sana menciptakan tekanan yang berat. Cahaya pun terlihat suram dan berbayang, ternyata beberapa neon tampak padam.

Hanya ada satu meja besar untuk membaca, yang kini ditempati Singa Jantan. Kursi yang diletakkan di sekeliling meja hanya ada sepuluh. Di belakang sebelah kanan, ada meja konter yang berada di lembah di antara tumpukan-tumpukan buku. Di sana biasanya ada guru yang menjadi pustakawan.

Sebuah dimensi tempat waktu seolah berhenti, berbau khas buku-buku tua. Di sanalah dia.

Osama. Laki-laki itu duduk di salah satu kursi yang tersedia, menatap satu ember penuh, cat berwarna putih. Setelah mendapatkan hukuman mengecat sekolah. Seluruh anggota O2 langsung melaksanakan. Kecuali Osama dan ketujuh sahabatnya, sekarang mereka sedang berada di ruangan perpustakaan kedua, sedari tadi. Mereka sama sekali belum mengecat sedikit pun. Walau ruangan perpustakaan yang kedua terbilang sempit dari ruangan perpustakaan pertama yang luas, mereka berdelapan masih enggan untuk memulai.

"Kita mulai dari mana nih?" tanya Wafi yang sudah bosan terus berada di ruangan yang penuh buku-buku itu.

"Gue gak pernah ngecat Bro," ucap Rafka apa adanya. Boro-boro mengecat, memegang cat dan kuas saja ia tidak pernah, dan ini pertama kalinya.

"Fi, lo ambil tangga di gudang. Barra, Rafka, Sakha. Kita ngecat bagian situ," Wafi keluar mengambil tangga. Osama menunjuk bagian kanan pojok. "Yang bagian itu, Alham, Ilham, sama Zaki" tunjuknya pada bagian pojok kiri.

"Kita mulai!"

Mereka semua bersiap membuka ember cat putih dengan berat 25kg itu, mengambil kuas dan mengecat tembok mulai dari bagian atas hingga bawah, menggunakan tangga yang sudah dibawa Wafi dari gudang. Sedangkan Wafi sendiri mengecat bagian luar ruangan.

Kring... Kring... Saatnya pulang...

"Huftt..." Sakha menyeka keringat yang bercucuran di pelipisnya. Terhitung sudah kurang lebih satu jam mereka mengecat, namun belum terselesaikan, bel pulang sudah berbunyi. Baru satu ruangan yang tuntas, yaitu gudang. Yang diselesaikan oleh sepuluh anggota O2.

"Gue emang gak bakat ngecat!" Alham menatap hasil karyanya di tembok. Sangat berantakan dan tidak beraturan, bukannya pola lurus yang diterapkan, melainkan pola abstrak yang acak-acakan.

"Semangat!-masih banyak bener woi lah arrrrrggh!!" Perpustakaan kedua yang berukuran 170m² itu memang menghabiskan banyak tenaga untuk mengecatnya, satu jam saja tidak cukup untuk selesai. Butuh tenaga ekstra agar mereka bisa cepat pulang. Masa bodo dengan hasil yang tidak memuaskan.

"Kita bayar orang aja dah, yang biasanya suka ngecat, biar cepet. Seminggu ngecat seluruh ruangan sekolah termasuk sama mushola juga, bisa koma mendadak kita." Yang lain mengangguk menanggapi perkataan Zaki. Secara logika, tidak mungkin mereka dapat menyelesaikannya.

"Cabut!" Mereka menaruh kuas yang dipegang, dan menutup ember cat. Pergi keluar ruangan yang ternyata terdapat kepala sekolah sedang berjalan ke arah mereka.

Osama [Singa Jantan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang