Hargai karyaku ya...~✨~
Pintu yang menjulang tinggi itu akhirnya terbuka, ketukan lantai terdengar di mansion rumah itu, ruangan yang cukup luas membuat suasananya begitu sepi walaupun lebih dari dua puluh orang bahkan berada didalamnya.
Didominasi warna putih dan emas membuat seluruh ruangan terlihat seperti istana, gucci gucci besar maupun kecil tertata rapi dipinggir dan juga bingkai-bingkai besar yang didominasi foto pemilik mansion tersebut.
Para pelayan berlari untuk mengambil tempat, tubuh mereka menunduk untuk menyambut seseorang yang baru saja datang.
Ia tetap memandang lurus kedepan tanpa menghiraukan pelayan-pelayan yang berbaris rapi disisi kanan-kiri pintu masuk rumah besar itu.
Dibelakangnya terdapat tiga pengawal berjas hitam membawakan koper dan tas miliknya.
Kacamata bertengger dihidung mancung itu, tuxedonya hampir berantakan karena sudah seharian dipakai, dan kakinya berbalut pelindung sejenis sepatu.
Ia berdehem mengkode para pelayan untuk segera bubar dan kembali menjalankan tugasnya masing-masing.
Dengan santai ia menapaki anak tangga satu persatu menuju kelantai dua dengan masih diikuti oleh para pengawalnya. Satu tangannya menggenggam sebatang rokok dengan api yang masih menyala dan satunya lagi menggenggam pinggiran tangga untuk menyeimbangi gerak tubuhnya.
Ia membuka pintu kamar dan menjatuhkan dirinya disofa dekat jendela besar yang menghadap ke beberapa gedung pencakar langit. Ia menolehkan wajahnya memandang ketiga pengawal itu.
"Taruh saja didekat lemari. Sebelum kalian pergi tolong panggilkan Joy untuk menghadap ku disini." Lalisa, gadis itu baru saja pulang setelah seminggu pergi untuk pertemuan besar antar perusahaan di Ulsan.
Ia menyilangkan kakinya diatas meja kembali menatap pemandangan kota Seoul.
"Baik ma'am." Lalisa mengangguk tanpa menoleh.
Setelah beberapa saat terdengar ketukan high heels menggema di dalam kamar itu. Lalisa menolehkan wajahnya.
"Kau lama sekali." Sungut lalisa mematikan sebatang rokok yang sejak tadi berada disela jari telunjuk dan jari tengahnya.
Desahan nafas menguar, "aku harus mengecek beberapa perabotan digudang kalau-kalau ada yang hilang. Jadi ada apa kau memanggilku lisa? Oh ya ngomong-ngomong mana oleh-oleh untukku, kau pergi selama seminggu ke Ulsan tetapi tidak membawa apapun untukku sungguh mengesalkan." Joy berdecak sebal. Ia tidak pernah memperdulikan statusnya karena ia selalu menganggap lalisa adalah teman masa kecilnya.
"Belum juga aku meregangkan otot-otot tubuhku dan kau dengan seenaknya menuntut oleh-oleh."
"Okay aku minta maaf, dan jadi?"
"Em, bagaimana keadaannya?" Ia bertanya memandang lurus jam dinding besar yang berdenting disetiap detik itu.
"Dia masih tetap patuh dan tidak ada niat untuk kabur selama kau pergi."
"Baguslah, apa dia ada dikamarnya?"
"Yaa, saat aku kekamarnya ia sedang membaca beberapa novel sebelum aku mengecek barang-barang digudang tadi."
Lalisa menganggukkan kepalanya sembari berdiri dari sofa ungu itu Ia berjalan mendekat kearah Joy dengan bibirnya yang terlipat kedalam. Ia memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celana.
"Untuk oleh-oleh aku terlalu sibuk untuk mencarinya, jadi maafkan aku. Tetapi aku sudah meminta bright untuk mengurus surat tanah atas namamu, karena aku bingung untuk memberikanmu apa selama perjalanan kemari." Lalisa menggaruk tengkuk belakangnya, terlihat bodoh. Mana ada orang yang membelikan oleh-oleh berupa surat tanah pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Care ( jl )
FanfictionFanfiction GXG Jenlisa Warning+!!! Jennie Kim, seorang mahasiswi jurusan ekonomi yang sudah berhutang 7 tahun lamanya kepada orang terpandang dan paling berpengaruh dikorea demi kelangsungan hidupnya serta mengurus ibunya yang sudah dalam keadaan sa...