10

1.5K 221 88
                                    

Glacier berjalan sendirian di koridor lantai tiga, ia melarikan diri dari kumpulan Blaze dan teman-temannya. Sebab ia tahu, Ice sudah mencurigai sejak awal.

"Glacy!" Seru seseorang sembari melambai dan berlari menuju ke arah Glacier.

"Bang Upan?" Glacier hanyan bergumam memandang Taufan yang semakin dekat berjalan ke arahnya.

"Dijawab kek." Protes Taufan, memanyunkan bibirnya seperti anak bebek.

"Maaf, hehehe. Gimana? Bang Upan menjalankannya sesuai rencana kita kan?" Tanya Glacier.

Taufan tersenyum lebar. "Wah, iya dong. Gua udah bikin luka satu orang, keren kan?"

Mata Glacier berbinar-binar. "Keren! Tapi masih kerenan gua lah."

"Sempat-sempatnya nganggap diri lo keren. Tapi belum melukai satu orang pun." Taufan kesal karena Glacier belum melakukan apapun.

"Bang Upan, pasti belum tahu kalo sudah ada yang terinfeksi?" Ujar Glacier serius.

"Siapa?" Tanya Taufan penasaran, tersenyum.

"Fang." Jawab Glacier singkat.

"Woah, informasi yang cukup bagus untuk didengar." Taufan senang mendengar hal tersebut.

Glacier heran. "Seharusnya kita melindunginya, dia kan adiknya--"

Taufan memotong pembicaraan Glacier. "Jangan sebut nama itu, menjijikan. Yang penting gua masih bisa bunuh yang lain."

"Bang Upan terlalu psikopat." Kata Glacier, melihat Taufan memainkan pisaunya.

"Bagaimana dengan lo? Bukannya psikopat juga." Taufan bertanya ke Glacier.

"Kalo gua cuman mengikuti perintahnya dia aja. Gak lebih gak kurang." Glacier hanya bisa tersenyum sedih menjawab pertanyaan Taufan.

Senyuman manis Taufan namun jahat di dalamnya itu luntur.

"Lo benar. Andai aja gua mati aja waktu itu."

_Flashback On_

4 Tahun yang lalu

Taufan berjalan menuruni tangga dan berhenti. Lalu ia duduk di tangga yang sepi. Tubuhnya tidak bisa menahan lebih lama lagi. Pernafasannya terasa pendek, badannya mulai mendingin, luka - lukanya terasa sangat perih dan penglihatannya makin buram.

Sebelum itu, Taufan sempat mengeluarkan pisau belati miliknya.

Dan menusuk jantungnya.

"Tunggu! Jangan bunuh diri, gua bisa bantu lo." Seru seorang perempuan yang berada di bawah tangga, melihat Taufan yang ingin bunuh diri.

"Nama gua Liana Anggraini, gua kesini buat bantu lo. Tapi, sebelum itu gua mau nanya, dimana Kaizo?" Ucap Liana, perempuan polos yang ingin menyembuhkan Taufan.

"Kaizo? Memangnya lo siapa?" Tanya Taufan.

"Gua adik sepupunya. Mana tangan Lo? Sini." Jawab Liana, Taufan menjulurkan tangannya.

Namun Taufan menarik kembali tangannya saat Liana mengeluarkan sebuah suntikan. "Mau diapain?!"

"Disuntik lah. Masih mau hidup gak?" Ujar Liana, siap-siap menyuntik tangan Taufan.

Taufan memejamkan matanya menahan perih dari sekujur tubuhnya dan suntikkan itu. Namun yang ia rasakan hanyalah seperti digigit oleh seekor semut merah.

"Eh? Kok gak sakit?" Gumam Taufan. Liana menatapnya datar.

"Rasanya disuntik emang gak terlalu sakit. Intinya isi suntikkan itu vaksin yang lumayan kuat, karena vaksin itu buatan gua." Jelas Liana.

RUN 2 [Boboiboy] [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang