45

432 90 14
                                    

Glacier hingga sekarang masih melindungi beberapa temannya yang tersisa.

Ada dua perempuan dan satu anak pungud.

Halilintar dan Gempa duduk termangu memandangi langit-langit dan dinding-dinding, mereka berdua duduk menjauh dari Glacier yang menatap lekat dan penuh waspada.

Glacier tidak pernah merasa curiga tetapi setelah keduanya membuat (Y/n) dan Yaya terbaring lemah tidak berdaya, Glacier tidak dapat memulihkan rasa percaya kepada kedua orang jahat itu.

"Kenapa..., Kalian berbuat sampai sejauh ini? Bahkan melibatkan dua perempuan dan satu anak kecil yang sama sekali tidak bersalah?" Tanya Glacier.

Halilintar tersentak, amarahnya kini meninggi kembali.

"Diam saja dan tunggu baik-baik si kacamata sok jenius dan si naif itu kembali."

Perkataan Halilintar begitu menusuknya, Glacier berdiri dari tempatnya.

Ia tidak suka jika kedua temannya yang kini berjuang untuk membawa Taufan kembali namun nama mereka disebut dengan panggilan seperti itu.

Perjalanan Glacier menuju kedamaian masih begitu panjang, banyak orang terdekatnya yang sudah berani maju walau tidak benar-benar menuju kedamaian yang sesungguhnya.

Jemari tangannya memegang erat golok bekas dari salah satu orang terdekatnya.

"Bang Hali, gua cuman bertanya. Haruskah menjawabnya dengan penuh amarah seperti itu?"

Halilintar tertawa hampa, "Iya. Memangnya kenapa? Salah?"

Golok tersebut semakin dipegang erat oleh Glacier, ia siap melemparkannya tepat ke kepala Halilintar jika Gempa tidak menengahi mereka berdua.

Gempa berdiri di tengah-tengah, dimana mereka terus-menerus menatap tajam bagai silet satu sama lain.

"Berhenti. Jangan berbuat bodoh." Kata Gempa.

Menghembuskan nafasnya kencang, Glacier lupa jika ia mempunyai dua musuh di hadapannya.

"Baiklah. Gua nggak akan macam-macam, setidaknya jinakkan binatang buas itu dulu, Bang Gempa." Sarkas Glacier.

Urat-urat Halilintar semakin terlihat dengan memandanginya begitu saja Glacier sangat senang.

"Halilintar, tetap tenang. Yang saat ini kita khawatirkan hanyalah Taufan. Kita tidak tahu apakah ia berpihak pada kita atau tidak?" Jelas Gempa.

Tanpa alasan, Halilintar mengacak-acak rambutnya kesal, "Iya. Gua paham."

-gg-

Enam pemuda sedang berjalan-jalan, mereka tidak sepantaran namun terlihat sedikit akrab sebab obrolan mereka tidak berhenti.

Namun yang tampak bersosialisasi dengan hangat hanyalah Thorn, Taufan dan Gentar, sesekali Sopan juga ikut berbaur sedikit.

Solar dan Lunar hanya diam menyimak obrolan-obrolan ringan teman-temannya.

"Hebat. Lunar, Hebat. Pasti kau jenius sama seperti Solar."

Solar terkejut ringan, matanya menatap sinis Lunar yang sedang sibuk memandang hal lain.

"Gua ini satu-satunya orang jenius. Jangan samakan gua dengan orang asing, Thorn." Jawab Solar angkuh.

Lunar tidak merespon, dia bukanlah tipe orang yang merespon masalah-masalah kecil.

"Bagi Thorn, kalian sama saja tuh." Ucap Thorn.

Lalu berjalan terbirit-birit dan pergi menyusul Taufan, Gentar dan Sopan yang melangkah lebih cepat daripada kedua orang jenius tersebut.

Mendapat kesempatan setelah Thorn ada di jangkauan yang jauh, Solar pun merasa penasaran dengan Lunar.

RUN 2 [Boboiboy] [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang