15

1.2K 204 70
                                    

Taufan menusuk Blaze tepat di sekitar perutnya.

"Blaze!" Seru Yaya dan Ying. Mereka sebenarnya ingin menghampiri Blaze tetapi Taufan masih di dekat sana. Bahaya untuk mendekat.

Ice membelalakkan matanya. "Lo... Gila ya?!"

Taufan melepas pisau yang ia pegang secara gemetar. Ia terlalu gila melakukan hal ini, Taufan telah melukai temannya sendiri, lagi. Ia tidak waras, ia sudah tertular virus Liana yang sama gilanya dengan Taufan saat ini.

"Bangsat! Sialan! Minggir! Sebelum gua ngelakuin hal yang sama kayak lo ngelakuin ini ke Blaze!" Ice mendorong Taufan secara kasar.

Yaya dan Ying pun ikut menghampiri Blaze sebab Taufan sudah melangkah menjauhi Blaze.

"Blaze! Bertahanlah!" Seru Yaya. Tetesan air mata mulai mengalir dari matanya.

Ying memegang tangan Blaze. "Setelah Fang, jangan lo! Hiks... Taufan... Kenapa?! Blaze... Huwaaa!"

Orang yang sedang ditangisi itu hanya bisa menatap temannya bersedih. Blaze tidak menyangka ia mati dengan cara yang cukup bodoh atau ia yang terlalu lemah karena melihat kawan lama datang berkunjung.

Pokoknya, Blaze menyesali jika ia lemah terhadap Taufan bukan terhadap zombie.

"Ice... Maaf... Gua kalah... Kalian... Jangan--"

"Sudah cukup! Taufan! Lo! Lo sama brengseknya dengan perempuan itu! Lo itu harusnya sadar! Ngebunuh orang itu gak baik!" Bentak Ying ditemani dengan air matanya yang mengalir di wajahnya. Menghampiri Taufan dan memukul-mukul dada Taufan.

Ice hanya bisa terdiam, air matanya tidak mengalir tapi hatinya sakit. Perih. Apakah tidak ada obat untuk menghilangkan rasa sakit ini?

Blaze menggenggam tangan Ice dan Yaya erat, sangat erat. "Gua... Bodoh... Hehehe..."

"Blaze... Bertahanlah... Blaze..." Yaya terus mengulangi kalimat itu tanpa henti.

Disisi lain, Ying menghadapi Taufan yang terdiam menatap darah yang berlumuran di tangan dan pisaunya.

"Hei, Ying... Sekarang gua udah jadi pembunuh... Menurut lo, apakah gua masih bisa lo anggap teman?" Tanya Taufan.

Ying mengernyitkan dahinya, bingung harus menjawab apa. Tidak lama kemudian Liana datang mendekati Taufan lalu menariknya.

"Ikut gua, Taufan. Biarkan mereka meratapi kematian si manusia tidak berguna itu." Ujar Liana.

Ying melotot. "Apa?! Lo bilang manusia tidak berguna?! Mau gua hajar?!"

Liana tersenyum sinis. "Hajar saja."

"Oh, kalo begitu..." Ying mengeluarkan keris milik Blaze. "...dengan senang hati."

Keris milik Blaze cukup tajam, walau hanya berayun dan mendapati angin kosong saja namun keris ini dapat menjangkau orang yang sudah sulit melakukan pergerakan dalam menghindar atau menghindar dengan cara yang berlebihan.

Jadi jika Ying menyerang Liana secara terus-menerus, Ying akan mengenai Liana dan membuatnya terluka.

'Dorr! Dorr! Dorr!'

"ARKHH! SIALAN LO, SOLAR!" Teriak Liana sembari meringis kesakitan. Tangannya tertembak dan kakinya juga, hanya menunggu satu tembakan kematian dari Solar.

"Stop, Solar! Lo gak boleh lukain dia lagi." Ujar Taufan, ia melindungi Liana yang sudah tidak kuat menahan kesadarannya lebih lama lagi.

Solar tertawa kecil sambil bertepuk tangan. "Akting lo hebat juga, Bang."

Lalu Solar menarik pelatuk pistol miliknya, kali ini ia menargetkan Taufan yang akan mati lebih dulu.

"Seorang sanderaan tidak bisa menjadi sebuah sanderaan secara terus-menerus. Lo mau bebas kan?" Taufan tertegun, perkataan Solar ada benarnya.

RUN 2 [Boboiboy] [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang