BK - 7 : ego dan keputusan

895 130 7
                                    

Jangan lupa votes dan komentarnya :)

Happy reading, guys!

. . .

" Aku belum memberikan izin. Kenapa kau seenaknya sendiri? Aku tidak butuh bantuanmu untuk menyelesaikan masalahku, tidak usah berlagak menjadi seorang pahlawan." 

Kini hilang sudah nada sopan yang Kabuto pasang dengan sekuat tenaga sejak awal, emosi sedang melingkupi batin dan harga dirinya.

Sasuke mendengus, tak heran jika tiba-tiba perkataan juniornya berubah 180 derajat dibanding awal pertemuan mereka. Pemuda tampan itu sudah mengenal cukup baik perilaku dan sikap juniornya itu.

" Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku akan menyelesaikan masalahmu. Aku bertanya hanya karena rasa ingin tahuku bagaimana caramu untuk menyelesaikan masalah, itu saja. Lagi pula tidak ada untungnya bagiku untuk ikut andil dalam masalahmu."

Kabuto mendengus, "Kenapa kau ingin tahu sekali tentang bagaimana caraku menyelesaikan masalah? Kau takut aku menyaingimu mendapat gelar ketua OSIS terbaik?"

Sasuke mengerutkan dahinya heran, "Aku tidak pernah berpikir sejauh itu, aku sudah yakin bahwa kau tidak mungkin pernah mengalahkanku." 

Sahut Sasuke percaya diri yang reflek diberi tepukan heboh oleh Tenten, membuat Kabuto reflek mendengus kesal karena reaksi gadis itu untuk Sasuke.

Kabuto menatap tajam Sasuke. 

" Tenten, jelaskan padanya apa masalah kita, lalu setelah itu aku akan mengatakan keputusan final yang harus kau lakukan."

Tenten mengangguk singkat kemudian berbicara.

"Untuk acara rutin Happy and Smart Weeks OSIS tahun ini sedikit ada masalah. Berbeda dari tahun lalu sekolah masih membuka dana beasiswa untuk siswa yang kurang mampu terkait masalah biaya kegiatan, sedangkan tahun ini sekolah belum membuka lagi dengan alasan yang belum diketahui jelas. Jika mencari bantuan dana dari luar, menyita waktu dan tenaga sedangkan jika tidak ada yang mendanai, banyak siswa yang kurang mampu tidak ikut event tahunan ini."

Tenten mengulurkan stopmap yang berisi data-data siswa yang kurang mampu kepada Sasuke. Pemuda itu melihat sekilas nama-nama siswa yang tergolong kurang mampu dan kemungkinan tidak mengikuti acara tahunan yang selalu OSIS adakan. Acara selama kurun waktu seminggu yang berisi ajang bakat dan ketrampilan serta mengasah kemampuan akademik siswa.

Sasuke mengangguk mengerti kemudian meletakkan pandangannya pada Kabuto, menunggu keputusan apa yang akan diberikan. 

"Ini sudah mendekati hari H kegiatan, jadi sudah tidak cukup waktu untuk mencari dana dari luar. Kita tetap laksanakan kegiatan, tanpa peduli dengan siswa yang kurang mampu. Kita sudah berusaha untuk meminta dana dari pihak sekolah, jadi kita tidak akan mungkin disalahkan."

Tenten menyuarakan kesal yang ada dipikirannya. 

"Lalu bagaimana 50 siswa kurang mampu ini? Kau tega membiarkan mereka berdiam dalam kelas atau duduk ditaman sembari melihat kegiatan kita?"

" Sudah aku katakan, kita sudah berusaha__"

" Tidak. Ini bukan solusi Kabuto, kau hanya memikirkan keinginan pribadimu saja." Potong Tenten buru-buru.

Sasuke terkekeh membuat amarah Kabuto naik kembali ke ubun-ubun.

" Terserah kau setuju atau tidak, aku ketua OSIS-nya, dan aku berhak memutuskan apapun!"

Tenten masih bersikeras, "Kenapa kau tega sekali Kabuto? Coba pikirkan 50 siswa kurang mampu yang__"

Kabuto memotong dengan amarah, "Aku tidak peduli, mereka miskin adalah kesalahan mereka sendiri, kenapa aku yang harus bertanggung jawab memikirkan mereka?!"

Tenten mengerjapkan matanya yang terasa panas dan memerah, menahan tangis dan amarah yang mengumpul di dada namun tak juga bisa ia keluarkan, maka secepat kilat tanpa menunggu persetujuan Kabuto, Tenten mengambil tas punggung yang berada di pojok ruangan OSIS, kemudian berlari pergi tanpa pamit, meninggalkan mereka berdua.

Sasuke menangkap ekspresi keras yang masih terpasang di wajah Kabuto, lalu menghela nafas, kemudian perlahan ekspresi wajahnya yang mencemooh tadi hilang tergantikan dengan raut wajah biasa. 

"Aku tidak akan mengatakan banyak hal, tapi yang pasti kau masih perlu belajar banyak hal tentang kepemimpinan,"

Sejenak netra Sasuke melirik pintu ruangan seni yang telah terbuka serta belasan siswa yang berhamburan bergegas meninggalkan ruangan. Lalu kembali melanjutkan kalimatnya setelah matanya belum menangkap sosok yang ia cari.

" Seorang pemimpin lumrah memiliki gengsi yang amat tinggi, tapi tidak bodoh. Jadi sekalipun ada hal apapun, keputusan yang diambil akan untuk kebaikan semua orang, bukan kebaikan diri sendiri. Aku mengatakan hal ini bukan untuk kebaikanmu, tapi untuk keberlangsungan organisasi OSIS." Lanjutnya.

Tidak seperti yang Sasuke perkirakan, Kabuto hanya diam sembari memakukan pandangannya kearah samping –menghindar tatap dari Sasuke, ia tidak protes atau mengelak kata-kata yang Sasuke lontarkan. 

Mungkin hati kecil pemuda itu terusik dan merasa bahwa perkataan Sasuke memang benar adanya.  Walau memang gengsinya masih menjulang tinggi dihadapan Sasuke untuk tetap kekeuh tidak mau mengakui kesalahan fatal yang telah ia perbuat baru saja.

Manik hitam Sasuke teralih sejenak saat helaian merah muda yang terikat tinggi milik gadis bertopi yang beberapa jam lalu ditemuinya, melenggang cepat dari dalam ruang kesenian dan melintas cepat di depannya. 

Ia baru mengerti hal apa yang membuat gadis itu langsung terburu-buru setelah tadi mereka mengantarkan buku di ruang guru, ternyata dia ada urusan di ruang kesenian –sama seperti kekasihnya. 

Sesaat Sasuke menerka, dari cara berlari gadis itu sudah jelas menunjukkan bahwa gadis itu sedang terburu-buru. Apakah segala aspek kehidupan gadis itu dipenuhi oleh hal yang terburu-buru? 

Tanpa sadar, Sasuke kembali menghembuskan nafas menanggapi pemikiran rumitnya pada orang yang baru saja ia kenal beberapa saat yang lalu, tidak habis pikir kenapa Sasuke terlalu repot-repot menilai orang yang sama sekali tidak dekat dengannya.

Namun hal lain yang ditangkap oleh pemuda di depannya, Kabuto mendongak saat suara helaan nafas terdengar dari mulut Sasuke. Lagi-lagi Kabuto mengira bahwa kakak kelasnya itu sedang merendahkan harga dirinya lagi. Pemuda itu menatap Sasuke dengan pandangan bertanya secara terang-terangan.

" Aku pamit, Kabuto. Urusanku sudah selesai." Ujar Sasuke.

Tanpa menanggapi wajah tanya dari Kabuto, Sasuke berujar sembari pamit. Sebenarnya, Sasuke sangat sadar bahwa Kabuto mungkin salah paham akan sikapnya baru saja, tapi ia malas menanggapi dengan penjelasan yang panjang lebar. Lagipula image-nya di depan adik kelasnya itu sudah tidak bagus, jadi dijelaskan atau tidak menurutnya akan sama saja.

Lalu untuk kesekian kalinya, tanpa menunggu balasan dari Kabuto, Sasuke segera beranjak menghampiri kekasihnya yang terlihat sudah duduk pada bangku panjang di depan ruang kesenian. Dan untuk kesekian kalinya juga, Kabuto merasa geram, karena kehadirannya serta harga dirinya kembali direndahkan oleh Sasuke.

. . .


A/N : 

Okay, terima kasih yang sudah mau membaca.



Warm Regards, Retno Putri K

BUKAN KAMU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang