Jangan lupa votes dan komentarnya :)
Happy Reading!
. . .
Sakura tersenyum canggung, "Kenapa kata-katamu terdengar kita sudah dekat dan sudah saling mengenal satu sama lain?"
Sakura menoleh cepat dan menemukan atensi Shikamaru yang juga mengarah lekat kepadanya.
" Ya, anggap saja seperti itu."
Sahut Shikamaru santai. Mengabaikan sikap Sakura yang tiba-tiba canggung ketika gadis itu kedapatan menatapnya begitu lekat.
Gadis itu tetap pada posisinya, menunduk dan menghindar tatap dari pemuda itu. Shikamaru meluruskan punggung pada kursi, kemudian menatap lekat papan tulis berwarna putih di hadapannya, matanya tertuju kesana namun pikirannya melalang buana.
" Manusia memang kadang begitu, melupakan hal-hal kecil yang remeh tentang orang lain, bukan karena mereka jahat, tapi kadang dalam hidup, banyak hal besar yang perlu lebih dipikirkan, misalnya mencari uang untuk bertahan hidup?"
Sakura belum mengerti arah pembicaraan yang dimaksudkan oleh kakak kelasnya itu, tapi yang pasti ia yakin Shikamaru tidak sedang membual atau bahkan bercanda. Maka ketika kebingungan masih mendera, Sakura hampir angkat bicara sebelum akhirnya Shikamaru melanjutkan perkataannya kembali.
" Aku tahu kehidupanmu sulit, Sakura. Kau menjadi anak satu-satunya yang ibumu punya, yang otomatis menjadi tulang punggung keluarga ketika ayahmu pergi. Aku tidak tahu bagaimana perasaanmu dalam menjalani kehidupan ini, tapi aku sangat paham bahwa kau tidak ingin dibantu dengan dalih atas dasar kasihan."
Sakura mendongakan kepala, tak tahan akan teka-teki yang terselubung dalam perkataan kakak kelasnya itu. Setahu Sakura, baru pertama kali dirinya bertemu dengan Shikamaru, namun mengapa kata-kata pemuda itu seolah telah mengenal dirinya sejak lama?
" Kau mengenalku?"
Shikamaru melirik sekilas, kemudian memakukan pandangannya kembali ke arah papan tulis.
" Sudah aku bilang bukan? Ada hal-hal remeh yang mungkin dapat diingat orang lain yang memiliki kehidupan berkecukupan sepertiku, karena banyak waktu luang yang kuhabiskan tanpa memikirkan banyak hal. Lain halnya dengan kau, Sakura. Kau tidak cukup waktu hanya sekedar mengingat bahwa dulu pernah bertetangga denganku sebelum kau pindah ke rumahmu yang sekarang. Keadaanmu sudah sulit, jadi kau tidak mau repot-repot mempersulit dirimu dengan mengingat hal kecil seperti itu."
Mata gadis itu mengerjap cepat, berusaha mengingat memorinya sesuai apa yang dikatakan pemuda itu. Ia ingat jelas terakhir kalinya menempati perumahan mewah bersama dengan ayahnya ketika umur 10 tahun, ketika dirinya pulang dari sekolah dan mendapati ibunya tengah menunggu di depan rumah bersama dengan beberapa koper serta tas-tas besar.
Hari itu ia hanya bisa berjalan memeluk ibunya tanpa bisa mengerti apapun, sangat jelas ia ingat hari itu, wajah ibunya yang biasanya tersenyum cerah menjadi terlihat mendung berkabut. Tak ada penjelasan apapun yang dibutuhkan anak-anak seusianya ketika ucapan sederhana yang berhasil dilontarkan ibunya ketika dirinya enggan meninggalkan rumah mewah yang ditempati bersama dengan ayahnya.
" Sakura, kita harus pergi dari sini. Ayo kita liburan ke tempat yang jauh. Ayah tidak usah diajak, biarkan ayah yang berjaga, dan kita yang sembunyi. Jangan sampai ayah menemukan kita."
Hari itu ia hanya tertawa, menganggap perkataan ibunya adalah permainan yang biasa ia mainkan bersama dengan kedua orang tuanya. Namun ketika waktu sudah beranjak jauh membawanya menuju umur remaja, ia paham bahwa ayahnya memang berjaga tapi sayangnya beliau tidak pernah berusaha mencari dirinya juga ibunya selayaknya permainan petak umpet yang dulu sering ia mainkan.
Umurnya saat itu 10 tahun dan hanya segelintir teman-teman komplek sesama perempuan yang bisa samar-samar dapat ia ingat, sedangkan sisanya ia sama sekali tidak ingat.
Ya, mungkin benar apa yang dikatakan Shikamaru, ada beberapa hal yang mungkin ia tidak bisa ingat dan mungkin tidak akan mau ia ingat lagi. Cukup sekali saja ia pernah merasakan kehidupan bersama seorang bernama ayah yang kini sosoknya tak dapat dikenali lagi.
" Maaf sepertinya aku tak mengingatmu." Akuh Sakura jujur.
Perlu beberapa menit yang dihabiskan Sakura untuk merenung hingga akhirnya menyerah karena usahanya menggali memori tidak mendapatkan apa-apa. Shikamaru bertepuk sekali, kemudian mengalihkan atensinya menghadap Sakura lagi.
" Ya, aku paham, dan abaikan saja. Ini sudah sore dan aku tidak mau menjadi alasan keterlambatanmu datang ke tempat kerjamu hari ini."
Jawabnya sembari bangkit dari duduk. Sakura menyempatkan memandang jam dinding di depan kelas, benar saja waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat lebih 10 menit.
" Ini surat pembawa kabar bahagia. Kau bisa baca dimana saja, bahkan di depan ibumu pun tak masalah."
Shikamaru menyerahkan satu amplop berlogo eskul kesenian pada Sakura yang diterima gadis itu dengan senyum lebar. Mendengar bahwa surat itu sebagai pembawa kabar gembira membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum.
" Terima kasih, Kak." Sahutnya tulus.
Shikamaru mengangguk tanpa menjawab apa-apa, kemudian melenggangkan langkah keluar dari kelas sembari bersiul.
Tugasnya hari itu sudah selesai. Akhirnya ada senyum yang terpatri diwajah gadis itu setelah sudah lama mereka tidak saling berjumpa.
Shikamaru tersenyum tanpa sadar, entah mengapa hatinya merasakan lega yang amat sangat.
. . .
A/N :
Terima kasih yang sudah membaca.
See you next time.
Warm Regards, Retno Putri K
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN KAMU [SELESAI]
Fanfiction(Fanfiction of Sasusaku) BOOK ONE #seriesYou Hingga air matanya membasahi seluruh pipi, Sakura masih tetap pada tempatnya. Menangisi dirinya yang tidak tahu diri berharap pada seseorang yang tidak mungkin akan mampu didapatkan hingga di masa depan...