BK - 16 : memori

747 111 6
                                    

Biasakan menekan votes dulu yuk sebelum baca. Oh iya, jangan lupa tengokin ceritaku yang lain "The Light in Your Eyes" juga ya.

Happy Reading!

. . .

2022

" Sakura, bangun..." 

Kesadaran Sakura tertarik dengan begitu cepat. Belum sampai Sakura sadar tentang apa yang baru saja dialaminya, sebuah tangan menepuk pipinya lumayan keras –menyadarkannya secara penuh.

" __hei, kau dengar aku?"

Ino, mengibaskan sebelah tangan di depan muka gadis itu, membuat Sakura mendengus kecil dan mengelap cepat air mata yang selalu ikut muncul saat dirinya kelelahan dan memori masa SMA-nya yang menyedihkan muncul. 

Sebisa mungkin Sakura akan mengindar dengan pertanyaan Ino yang menuntutnya. Dan Sakura sebal dengan itu. 

Belum sampai Sakura mencapai pantry, Ino berlari menghadangnya. Rambut pirang pony tail gadis itu berayun seirama dengan gerakan gadis itu mencegat Sakura. 

Kadang, Sakura iri dengan paras sahabatnya itu, ditambah surai pirang panjang yang sangat indah itu membuat Ino sering dielu-elukan lelaki. Bukan hanya paras, Ino terlihat sempurna dengan kehidupannya yang serba kecukupan.

" Kau mengindariku? Tega sekali kau."

Bibir berlapiskan lip tint merah itu mencebik berpura-pura merajuk, dan Sakura hanya bisa menghembuskan nafas panjang.

" Aku tidak menghindarimu. Aku perlu ke pantry, mempersiapkan bahan-bahan untuk dimasak pekerjaku nanti." 

Sakura mengelak pertanyaan sahabatnya itu, walaupun ia tahu usahanya membohongi sahabatnya itu akan sia-sia. Dan benar saja, Ino langsung mendelik tak terima dengan tatapan menusuk setajam elang. Lalu tanpa komando menyeret tubuh Sakura kembali ke tempat duduk yang di dudukinya tadi.

" Hei, jangan membohongiku. Kau pikir aku bodoh? Untuk apa gunanya aku memperkerjakan asisten di sini kalau kau mengurus segala keperluan café ini sendiri?"

Dengan nada sewot Ino membantah perkataan Sakura. Apa boleh buat Sakura hanya bisa mengembuskan nafas dan tertawa renyah, menyadari bahwa Ino lebih pintar darinya dan pasti tidak mudah dibohongi.

Bagaimana tidak pintar, jika usaha café ini telah berkembang sebesar sekarang jika tanpa bantuan Ino yang tergolong keluarga mampu. Dan untungnya, keluarga Ino tidak masalah dan membebaskan Ino untuk mengelola keuangannya sendiri. 

Maka sejak Sakura dan Ino kembali bertemu kembali sebagai mahasiswa dan alumni dari kampus yang sama, mereka berdua sepakat akan bekerja sama membangun café impiannya. Dan tentu saja karena waktu Ino yang banyak tersita menjadi designer, membuat café milik mereka lebih sering dikelola oleh Sakura.

" Aye aye captain, saya menyerah berdebat dengan Anda." 

Sakura berkata dengan nada dibuat-buat sembari tertawa diujung perkataannya. Tak disangka, si lawan bicara malah memandangnya lekat dengan pandangan sendu yang Sakura sangat tidak sukai.

" Ada apa sih?" 

Sakura bertanya serius, ia terpaku melihat bagaimana cara Ino memandangnya. Memandangnya seperti manusia yang paling menyedihkan dan pantas dikasihani.

" Kau bermimpi hal menyedihkan lagi?"

Dari nada suaranya, Sakura jelas menangkap nada kekhawatiran di sana. Dirinya yang awalnya ingin marah dengan perilaku Ino yang terlihat mengasihani dirinya, menjadi luluh dan merasa hangat karena perhatian dari sahabatnya itu.

Sakura tersenyum, " Aku tidak apa-apa, Ino. Tenang saja."

" Tapi__"

Sakura menggenggam erat tangan Ino yang berada di atas meja café. Menekan dengan erat namun tidak menyakiti. 

Kembali, Sakura berusaha menampilkan senyum yang ia harap bisa menenangkan hati sahabatnya itu. Walaupun ia tahu, hasilnya akan sama, senyum yang ia perlihatkan adalah senyum pura-pura yang jelas menunjukkan bahwa dirinya memang tidak baik-baik saja. 

Tidak pernah baik-baik saja sejak masa abu-abunya menjadi buruk dan menjadi momok yang sangat menakutkan untuknya.

" Aku hanya kelelahan karena bekerja terlalu keras. Aku janji. Aku tidak akan bermimpi lagi dan membuatmu khawatir."

Ino membalas genggaman erat Sakura, " Sakura, kau harus ingat. Sesedih apapun masa lalumu, aku akan terus disampingmu, menemanimu. Kau tidak sendiri."

Sakura menghapus air mata yang menyeruak dari kelopak dan meluncur membasahi pipinya. Terharu, akan kesetiaan dan kepedulian sahabatnya itu.

" Terima kasih, Ino." 

Sakura berkata ditengah isaknya yang semakin kencang. Sungguh Sakura amat beruntung memiliki sahabat sebaik Ino. Setidaknya dibalik kesedihannya di masa lalu, ia beruntung dipertemukan oleh Tuhan dengan manusia sebaik Ino saat ini.

Ino menggeleng sembari menahan air mata yang ingin melesak keluar. Genggaman pada jari Sakura semakin mengerat. 

" Maafkan aku, karena tidak bisa menemanimu saat masa-masa abumu dulu. Maafkan aku karena tidak bisa selalu ada disampingmu saat kau butuh teman."

Ino tersendat isakannya sendiri. Tiba-tiba rasa bersalah mendera hatinya. 

" __sungguh aku sangat menyesal, Sakura. Seandainya__"

Tidak tahan dengan kungkungan rasa sedih yang makin menjadi, Sakura menarik Ino dalam pelukannya.

" Tidak, Ino. Semua yang terjadi padaku dimasa lalu bukan salahmu. Tapi memang takdirku."

Ino semakin terisak dalam pelukan Sakura, menarik keras kain yang dipakai Sakura. Merasakan perasaan bersalah yang semakin besar.

Sakura tersenyum miris sembari mengepalkan tangannya erat. Menahan desakan isakan dan tangisan yang semakin keras.

" Maafkan aku, Sakura. Maafkan aku."

Racau Ino berulang kali.

. . .

A/N :

Ramein dong gais lapak baruku, biar aku makin cemungudh.



Warm Regards, Retno Putri K

BUKAN KAMU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang