•Rosé POV
"Apa... Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku pada bibi Joyi yang sekarang duduk di sofa rumahku.Dia melihat foto yang berada di atas meja kecil di sebelah sofa. Foto kakek yang menggendong ku saat masih bayi.
"Aku baru saja mengunjungimu, tidak sopan jika ada tamu dan kau usir, bukan?" Bibi Joyi mengambil bingkai foto itu dan terus memerhatikannya.
"Bagaimana kamu tahu aku akan pulang?" tanyaku lagi yang kali ini bisa mengalihkan perhatiannya dari foto yang dipegangnya.
"Aku bisa melihat masa depan."
Aku mengerutkan kening. Itu jelas tidak mungkin.
"Aku vampir dengan darah zonde, makhluk yang bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Apa kamu kaget, cantik?" jelasnya dengan senyum yang semakin melebar.
"Oh! Dan tahukah kamu, aku telah melihat sesuatu yang luar biasa yang bisa terjadi di masa depan."
"Keluar." aku menunjuk pintu rumah yang sudah terbuka sedari tadi.
"Santailah... Apa kamu tidak ingin mendengar apa yang akan aku katakan?" Bibi Joyi terkekeh lalu menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya.
Dia menyuruh ku duduk dan mendengar ceritanya? Itu tidak akan. Aku tidak mau berurusan dengan wanita licik ini lagi. Lebih cepat dia pergi, itu akan semakin baik.
"Apa yang akan aku dapat jika aku mendengar apa yang akan kamu katakan itu?"
Dia tertawa lagi dan berdiri dari duduknya.
"Gevaator."
Badanku seketika membeku ketika mendengar apa yang dia katakan barusan.
Sekarang kami saling berhadapan.
"Waktu akan berhenti, dan gevaator akan membunuh orang yang dicintainya dan seluruh orang yang tinggal di kota ini." Bibi Joyi memainkan ujung rambutku.
Sedangkan aku memutuskan kontak mata dengannya dengan melihat ke arah lain.
Apa benar dia bisa melihat masa depan?
Aku seorang gevaator. Akankah aku membunuh orang yang paling ku cintai? Dan orang-orang yang tinggal di kota ini?
Mustahil.
Kalau benar, kapan yang dia katakan akan terjadi?
"Siapa yang paling kamu cintai? Rosé?"
Aku terkejut, karena sedari tadi melamun memikirkan ucapannya. Aku menatap matanya lagi.
Dia tahu?
"Apa maksud mu?"
Bibi Joyi menyeringai aneh lalu dia menyekik leherku hingga kakiku tidak menapak dengan lantai rumah.
Cekikkannya sangat kuat sampai aku kesulitan bernapas.
"Kau adalah seorang gevaator, kau akan membunuh kami semua." kemarahan tercetak jelas dari dalam matanya seperti api.
Aku mencoba melepaskan diri dari cengkramannya hingga dia dengan tiba-tibanya melemparku ke pojok dinding.
Punggungku membentur sisi dinding dengan keras yang membuat merasakan rasa sakit yang luar biasa.
Aku segera mengatur napas.
Bibi joyi berjalan ke depannku lalu menjambak rambut panjangku dan menyeretnya sampai ke luar rumah.
"Bibi Joyi, tolong lepaskan."
Dia tidak menjawab dan berpura-pura seperti tidak mendengar apa-apa.
"Aaakh."
Dia menjatuhkan ku ke dalam lumpur coklat yang lengket.
"Kau harus mati, kau itu wabah di dunia ini." Bibi Joyi menarik rahangku lalu menamparnya dengan keras.
Air mataku mengalir, seluruh tubuh ku sakit sampai mati rasa.
Aku melihat ke sekeliling, banyak tetanggaku yang berdiri tidak jauh dariku. Aku tahu mereka sedang membicarakan ku sekarang.
"Bukankah itu Rosé?"
"Kapan dia kembali ke sini?"
"Siapa wanita yang bersamanya?"
"Kasar sekali."
Seseorang mendekati ku dan membantuku untuk berdiri dengan perlahan.
"Kenapa kamu menyakiti Rosé? Apa yang dilakukan Rosé hingga kamu bersikap sangat kasar padanya?" tanya salah satu tetanggaku.
Bibi Joyi tertawa sambil menatapku yang membuat nyaliku menciut lagi.
Aku sangat takut jika dia akan memberi tahu semua orang tentang diriku yang sebenarnya.
Saat ini aku sendirian, dan tidak ada yang bisa melindungiku. Aku harus berusaha dan bertahan sampai Jungkook datang.
Ah, apa aku terlalu berharap?
Tapi... bagaimana caranya aku bertahan dan pergi dari sini?
"Kita bisa bicara tentang kesalahan Rosé dengan kepala dingin, bukan? Jadi tidak perlu bersikap kasar seperti ini."
"Menjauh lah dari gadis ini."
Aku menelan ludah mendengar apa yang dikatakan oleh Bibi Joyi.
"Jadi kau mengusir kami?!" tanya tetanggaku yang lain.
"Dia monster! Dia adalah monster, dia akan membunuh kita!" Bibi Joyi menunjukku yang membuat semua tetanggaku mengerutkan alis bingung.
"Apa maksudmu?"
"Dia seorang gevaator."
Semuanya melihatku.
Tatapan kasihan padaku seketika terganti dengan tatapan ketakutan yang sangat jelas. Perlahan semuanya berpaling dariku, begitu juga wanita yang tadi membantuku.
"Kita harus membunuhnya. Kalau tidak, kita yang akan dibunuh olehnya."
Aku melihat ke sekitar lagi, beberapa sudah ada yang membawa senjata seadanya. Seperti kayu, pisau, tongkat baseball, dan juga ada yang membawa penggorengan.
Bibi Joyi menendang kakiku yang membuatku terjatuh lagi ke lumpur.
Kesempatan itu mereka pakai untuk mengikat tangan dan kaki ku dengan paksa.
"Bibi Joyi, tolonglah." aku memohon sambil menangis dan meronta-ronta.
"Joyi..."
"Bakar!"
"Bakar!"
"Bakar!"
"Monster!"
"Bunuh dia!"
Bibi Joyi berjongkok di depanku lalu menarik rahangku dan dicengkramnya dengan sangat kuat.
"Finally! We kill you!" bisiknya tepat di samping telinga kanan ku.
Bibi Joyi memberikan pukulan di sekitar leherku yang membuatku melemas dan tidak sadarkan diri.
Apa ini adalah akhir hidupku?
KAMU SEDANG MEMBACA
School Of Vampire ✔
Fiksi PenggemarRoséanne Park, dia tidak tahu bahwa dirinya adalah manusia setengah vampire. Rosé adalah vampire muda yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya. Dia diberi kesempatan untuk bertemu dengan 8 siswa tidak biasa di bloody dawn High School. And welcome t...