Part 10

977 157 3
                                    

Jaehyun membuka pintu dan membiarkan Doyoung masuk, menyalakan lampu. "Ranjang di Red Phoenix lebih besar, tapi semoga ranjang ini sesuai standarmu."

"Kau pikir aku orang yang pemilih." Doyoung duduk di ranjang, menaruh tas di samping kakinya. "Aku merasa lebih lega sekarang karena sudah ada di kelompok yang nyata lagi. Walau harus kuakui, penjagamu lebih menyeramkan daripada penjaga di Red Phoenix; mereka tampak ingin melubangi tengkorakku."

Doyoung jarang melontarkan lelucon dan itu membuat Jaehyun mendengus seraya bersandar di tepi pintu. "Istirahatlah. Kau masih punya tiga jam sebelum rapat mulai."

Jaehyun hendak menutup pintu ketika Doyoung menahannya. "Kenapa?"

Wajah Doyoung memancarkan ekspresi campuran kagum dan heran ketika ia melihat mata Jaehyun. "Sejak kapan kau punya rencana itu?"

"Ah..." Tangannya menggaruk kepala bagian belakang. "Sejak aku melihat dokumennya di salah satu folder. Laptop yang kita gunakan adalah yang dibawa Lee Taeyong dari Markas Besar. Aku tahu kau pasti juga sudah melihatnya, tapi kesetiaanmu pada Red Phoenix menghalangimu dari mempertimbangkan opsi itu."

"Kau terlihat murung."

Jaehyun tersenyum tipis. "Benarkah?"

"Apa itu karena kita tidak lengkap?"

"Apa maksud—"

Sebuah tangan terangkat untuk menghentikan ucapan Jaehyun. "Aku bicara tentang dia."

Menyadari siapa yang dimaksud Doyoung, perut Jaehyun terasa berat. Menjalar di diafragmanya sebelum naik ke dada, dan berhenti di sana. "Kita tidak butuh dia, aku sudah bilang, 'kan. Selamat tidur, Doyoung."

Jaehyun kembali ke kamar lamanya sebelum Doyoung sempat bicara lagi. Ia menyadari ia merindukan barang-barang yang ia tinggalkan di kamar ini — novel, sebuah buku sketsa yang berisi gambar-gambar sembarang, beberapa foto almarhumah ibunya dan pakaian yang belum sempat ia rapikan dulu.

Rasa lelah terangkat dari tubuhnya segera setelah ia merebahkan diri di kasur. Ia benar — kasur di Red Phoenix lebih empuk. Mengingat ia harus berbagi kamar mandi lagi, Jaehyun membuang napasnya kasar. Namun ini jauh lebih baik daripada tinggal di rumah persembunyian tanpa harapan sama sekali.

Ia berbohong tentang ia yang sudah memikirkan rencana ini sedari awal. Ia mendapat ide ini setelah merasa putus asa akan kemungkinan ayahnya tidak mau menerimanya lagi. Ia sudah pernah melihat filenya, tapi waktu itu ia terlalu fokus memuaskan klien sampai ia lupa mengatur strategi yang konkret.

Semuanya akan menguntungkan Invictus jika Garnet menyetujui rencana mereka. Mereka tidak harus mengaku bahwa mereka adalah anggota Red Phoenix. Jika Garnet menolak untuk merespon Red Phoenix karena suatu masalah pribadi yang tak terduga, maka lebih baik lagi. Mereka akan memberi bagian sahamnya dengan mudah setelah membaca proposal milik kelas satu yang diajukan oleh kelompok kelas dua.

Red Phoenix sudah mati. Jaehyun tidak perlu merasa bersalah menggunakan proposal itu untuk Invictus.

Rasa bersalah. Ia harus melenyapkan perasaan itu. Ia harus menonaktifkannya dari pikirannya. Perasaan itu hanya akan melemahkannya, menghambatnya mencapai puncak.

Dan sekeras apa pun ia berusaha mencegah otaknya memikirkan seseorang, Jaehyun selalu berakhir memikirkan Taeyong.

Kau... Apa yang sedang kau lakukan di sana? Apa kau masih tidur? Apa yang akan kau lakukan ketika bangun nanti dan mendapati kalau kita sudah pergi? Menelantarkanmu untuk kedua kalinya?

Rasa bersalah. Rasa itu berputar-putar, menimbulkan badai emosi di dadanya. Jaehyun meyakinkan dirinya bahwa Lee Taeyong hanya memanipulasinya selama ini. Orang tidak waras sepertinya tidak mampu merasa diperlakukan tidak baik. Meski dia mengalaminya berkali-kali, ia akan tetap hidup tanpa siapa pun di sisinya. Ia bertahan hidup dengan mengisolasi dirinya. Apa bedanya dengan Jaehyun mengucilkannya dari rencana?

"Sialan. Ayo, tidur. Jangan pikirkan dia lagi." Ia kesal karena telah membiarkan otaknya memikirkan Lee Taeyong, sebuah bantal ditempatkan di atas wajahnya, berusaha melupakan si rambut merah bermata biru, berharap bayangannya akan hilang.

Apa yang luput dari Jung Jaehyun adalah Taeyong akan tetap tinggal — entah untuk menyaksikan kemenangannya atau malah membuatnya hancur.

[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang