Part 32

802 130 4
                                    

Kapan terakhir kali ia punya binatang peliharaan untuk diajak bermain? Ah, beberapa saat lalu. Ia tidak ingat tanggal pastinya. Kim Jaeseok sedang tertidur dalam damai, dan ia melihatnya dengan saksama, dengan sabar, bagai seekor hyena yang menanti waktu penyerangan yang sempurna dan tepat.

Kini pun rasanya sama. Taeyong merasa ia seperti dibawa ke masa lalu untuk mengalami momen itu kembali. Kecuali kondisi bahunya sedang terluka, ia tidak di Red Phoenix, dan bukan Kim Jaeseok yang sedang terikat di tanah.

Taeyong membuka sekaleng bir dan meminum setengah dari isinya, beberapa tetes mengalir dari sudut bibirnya lalu menyusuri lehernya. Cairan itu lengket dan dingin, namun ia tidak peduli. Ia sudah terlihat sangat berantakan. Ketika ia keluar untuk membeli sesuatu untuk menghangatkan tubuhnya, kasir di mini market itu menatapnya dengan tatapan jijik. Ia tahu ia terlihat seperti baru saja dilindas buldoser. Taeyong membeli bir, menembak CCTV di sana sebelum menembak bocah kasir yang menghakiminya itu.

Seharusnya ia tidak menatap seorang Lee Taeyong.

Sekarang pukul 3 dini hari. Sudah larut malam, kegelapan memeluk setengah isi dunia. Taeyong menurunkan kakinya yang semula diletakkan di atas meja berkarat di gudang bekas yang ia temukan bersama Risa setelah mereka membeli senjata. Jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja, menciptakan melodi asing sebelum ia mengambil jam pasir di sebelah kaleng bir. Taeyong memutar balik jam itu ketika butir pasir terakhir terjatuh.

Moon Taeil bergerak. Taeyong mengambil dua pisau dari sabuknya dan menggeseknya, menajamkannya, suara baja membangunkan korbannya dari tidur.

Bola lampu yang tergantung di atas wajah Taeil menyakiti pandangannya, mencegahnya membuka mata sepenuhnya. "Di mana—"

"Putri tidur sudah bangun." Taeyong berkata dengan nada menggoda dan mata Moon Taeil segera terarah padanya. "Ini sudah jam 3 pagi kalau kau mau tahu."

"... Lee Taeyong?"

"Kejutan!" Si rambut karamel berdiri, menaruh pisaunya sebelum berjalan mendekati Moon Taeil yang sedang terbaring tak berdaya. Ia melihatnya dari atas seraya berkacak pinggang. "Apa kau terkejut, Taeil? Kau pikir aku sudah mati, bukan?"

"Apa yang kau lakukan?" Taeil melirik tubuhnya dan berusaha melepaskan lengannya. Sia-sia. "Lepaskan ikatan ini."

"Eh? Tapi kenapa? Ini saatnya bermain." Taeyong berbisik sambil berjongkok, dan nada kejamnya membuat Taeil bergetar panik.

"K-kita tidak sedang di ruang penyiksaanmu. Jangan macam-macam!"

Taeyong terlihat seperti tersinggung. "Aku tidak pernah macam-macam, Taeil. Ada alasan kenapa kau ada di sini." Ia tersenyum, menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Tanya aku."

Mantan asisten Red Phoenix itu berhenti mencoba melarikan diri dari ikatan itu untuk meladeni si pria gila, sangat mengetahui konsekuensi yang akan ia dapatkan jika terus memberontak. "Kenapa aku di sini?"

Ia bersorak dalam hati ketika Taeyong terlihat puas, Taeil kira ia akan dilepaskan setelah ini. Ia salah.

"Mm. Kau patuh sekali. Aku sangat, sangat menyukainya. Berbeda sekali dengan putra Dragonaire itu." Taeyong menikmati panik yang terpancar di wajah Taeil. "Siapa namanya?"

"... Kim Jaeseok."

"Wah, kau tahu. Maksudku," Taeyong berdiri dan mengitari tubuh pria itu, berjalan pelan dengan mata biru yang sudah tidak tertutup lensa kontak sambil memandangi mangsanya. "Tentu saja kau tahu. Kau bekerja sama dengan mereka untuk menghancurkan Red Phoenix."

Taeil mendengus dan terus bertingkah seperti ia tidak tahu apa-apa. "Omong kosong macam apa itu? Hentikan dan lepaskan aku, Lee Taeyong."

Si pelempar pisau tersenyum miring melihat sikapnya yang tenang. "Ck. Aku tidak mau. Jangan menyangkalnya lagi; Risa Uehara sudah mengakui semuanya padaku."

[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang