"Buka bajumu."
Jemari panjang nan jantan meraih tepi kaus hitam yang ia kenakan. Jaehyun tidak membuang waktu dan segera melepasnya, menjatuhkannya di lantai. Mata Taeyong menjelajahi kulit bersih itu, sangat kontras dengan torsonya yang dihiasi tato.
Si rambut merah berjalan ke arah jendela dan membukanya hanya satu sisi, mengizinkan angin dingin masuk dan mengisi ruangan. Angin itu menerpa kulit Jaehyun dan putingnya mengeras, membuatnya kesal namun membuat Taeyong senang. Ia terlihat bodoh seperti ini.
"Kenapa kau membuka jendelanya?"
Taeyong tidak merespon dengan cepat, berjalan ke lokasi sebelumnya.
"Supaya ada alasan untuk mencari kehangatan bersama. Meskipun aku tidak punya kesulitan membuatnya bangun."
Sepasang mata hitam segera melirik ke arah selatan dan mendapati ucapan Taeyong benar, di balik kain tipis itu tampak ereksi yang menyembul, membuat mulutnya kering.
"Apa," Jaehyun mendengus heran. "Kau sudah ereksi? Kenapa bisa—"
"Ssh. diamlah. Atau aku akan meminjam mainan Ten dan menggunakannya padamu." Taeyong mengangkat kepalanya, auranya sangat kuat. "Buka celanamu. Tapi biarkan celana dalamnya."
Jaehyun menurutinya. Ia tidak tahu apa yang akan Taeyong lakukan jika ia membangkang dan ia tidak mau itu terjadi. Mengingat cara berpikirnya, Jaehyun setengah yakin ia akan meninggalkan ruangan dengan beberapa memar.
Itu pun kalau ia tidak melawan balik. Ia bisa saja membanting Taeyong dengan mudah dan meretakkan tengkoraknya jika ia mau, tapi ia bukanlah seorang pembunuh berdarah dingin. Gelar itu hanya cocok untuk satu orang tertentu.
Senang dengan kepatuhannya, Taeyong bergerak mendekat. Ia kemudian melepas atasannya, meninggalkannya nyaris telanjang kecuali satu lapis kain yang masih melekat di bawah sana. Jaehyun dengan terang-terangan mengamati tinta hitam yang terlukis di kulit Taeyong, terpana dengan bentuk seni yang berani itu.
Tapi ia tetap paling menyukai deretan kata-kata di tulang belakangnya.
Ia hampir tidak mendengar apa yang Taeyong katakan padanya. Wajah Lee Taeyong kembali datar, misterius.
Yakin dengan apa yang ia samar-samar dengar tadi, Jaehyun merilekskan tubuhnya di ranjang dengan kaki terbuka dan mulai meraba kulit telanjangnya dengan telapaknya yang kasar. Kalau ia tidak sedang melihat Taeyong, ia ragu ia bisa ereksi di situasi seperti ini.
Wajah Taeyong kosong namun matanya lapar, bagaikan predator yang sedang menanti waktu yang pas untuk memangsa targetnya. Tatapannya memicu Jaehyun untuk bekerja lebih baik, untuk melayani dan memuaskan si rambut merah, jadi ia memastikan tangannya telah menyentuh seluruh bagian torsonya, menggodanya dengan mengaitkan jemarinya di bawah karet celananya sebelum menarik tangannya kembali, mengulang gerakan itu dengan sensual. Telapaknya dijalankan di atas puting, mendesis ketika ia memutarnya dengan ibu jari dan telunjuk, menarik dan mencubit. Dengan senyum tertahan, Jaehyun menjilat bibirnya dan melihat ke bawah, tidak sengaja mendesah akan pemandangan tonjolan di celana Taeyong yang berkedut-kedut.
Ia berpura-pura seolah ia tidak menyukai kedutan jenis ini dibanding kedutan tangan Taeyong saat sedang melakukan tic anehnya.
Pandangan Taeyong berkabut, datang dari erupsi libidonya yang membuncah. Ia duduk di kursi putar, mengangkat kakinya dan menyenggol paha Jaehyun. "Lihat aku."
Kepatuhan Jaehyun lagi-lagi membuatnya semakin bernafsu dan Taeyong ingin sekali melepas celana dalamnya dan menyentuh dirinya sendiri. Tapi ini masih terlalu dini. Ia ingin bermain dulu dengan mainan kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)
Mystery / ThrillerRed Phoenix sudah mati. Semua masalah ada di tangan anggota yang tersisa. Tiada pilihan lain, Jaehyun kembali ke Invictus untuk menggapai impiannya dan membuktikan pada yang lain bahwa ia mampu memimpin organisasi kelas dua - meski itu berarti ia ha...