"Itu keren sekali..."
Johnny bergumam, memasuki kafetaria. Tidak sebesar Red Phoenix, namun jejeran makanan yang tersedia membuat liurnya menetes, menunya terlihat lebih lezat di sini.
Wajahnya menempel tanpa malu-malu di pembatas kaca, terpukau dengan makanan lokal dan juga Barat yang dijajakan di atas piring saji perak. Koki menyapa mereka — seorang pria paruh baya dengan senyum ramah.
"Selamat pagi, silakan memilih."
"Jaehyun," panggil Johnny, menyuruhnya mendekat. "Bukannya kau bilang anggota Invictus tidak ramah?"
"Maksudku orang-orang di luar kantin, Johnny." Tergelak akan pertanyaan bodohnya, Jaehyun menuju meja dan bergabung dengan Doyoung dan Winwin yang sudah selesai sarapan. Yuta duduk di sebelahnya dengan senampan Flemish Carbonnade (semacam semur sapi yang direbus dengan bir khas Belgia) dan kopi, diikuti dengan Johnny dan Ten yang memilih berbagi sepiring Cassoulet (masakan Prancis; rebusan kacang putih dan daging).
Padahal mereka sudah berjanji tidak akan bermesraan di publik.
Jaehyun melihat pilihan makanannya, melirik sang koki sebelum memiringkan kepalanya dan merengut pada makanan Yuta. "Kita tidak pernah menyajikan itu sebelumnya."
"Apa?" Yuta menjawab, mulutnya sudah terisi penuh daging sapi.
"Dulu tidak ada makanan itu di sini. Biasanya kita hanya punya makanan Korea. Dan jujur saja menu ini terlihat sangat istimewa untuk sebuah sarapan."
Doyoung turut menanggapi. "Tidak ada kata terlalu spesial untuk sarapan."
Senang dengan ucapan Doyoung, Jaehyun menyelipkan tangannya ke dalam kantong, menegakkan tubuhnya. Ia merasakan sebuah benda tipis, keras dan persegi panjang lalu ia menariknya keluar, terkejut mendapati kartu Goldnya. Ia pikir ia sudah kehilangan kartunya di pertarungan dengan Dragonaire. Seraya melihat ke bawah, ia menyadari ia mengenakan celana yang sama dengan hari itu.
Sebuah kenangan pahit terlintas di pikirannya sebelum terinterupsi oleh suara seorang wanita.
"Ini kopinya."
Seorang wanita yang terlihat berusia 50-an membawakan dua cangkir kopi untuk Johnny dan Ten. Ia berjalan terlalu cepat sehingga Jaehyun tidak sempat melihat wajahnya, ingin memastikan apakah benar tadi ia melihat sepasang mata biru terang. Ketika ia berputar menghadap kawan-kawannya, mereka terlihat seperti baru saja menyaksikan hantu, kulit pucat dan ekspresi horor.
"Apa... ada apa?"
Ten mengangkat tangannya agar mereka tidak menjawab, menelan cairan panas itu sebelum menatap Jaehyun tidak percaya.
"Aku tidak mungkin salah, Jaehyun. Sudah lebih dari dua minggu sejak kita kabur tapi wanita tadi adalah salah satu sandera di gudang."
Setelah mendengar ucapannya, Jaehyun mengisyaratkan Ten untuk memelankan suaranya. "Apa? Apa maksudmu? Apa yang mereka lakukan padanya?"
Air muka Winwin berubah dan ia mengepalkan tangannya di meja. "Kami mendengar suara dari tempat dia disekap. Dia diperkosa."
Diperkosa.
"Bagaimana caranya kabur? Bagaimana dia menemukan Invictus?" Johnny berceletuk kebingungan, rasa Cassoulet di lidahnya mendadak terasa hambar.
Pewaris Invictus mencuri pandang ke arah wanita yang sedang berjalan keluar dari dapur untuk bicara dengan koki lainnya, sebuah senyum hangat menghiasi wajahnya, mata birunya berbinar saat helai rambut karamelnya terjatuh lembut di pundaknya.
"Ibumu melayani kami dengan baik, asal kau tahu saja."
Tiba-tiba, bagaikan kereta menabraknya dengan kecepatan penuh, Jaehyun merasa tubuhnya dihantam oleh sebuah gaya tak kasat mata, merampas oksigen dari paru-parunya. Wanita itu menghilang ke dalam dapur dengan senyuman yang serupa dengan senyuman Lee Taeyong, sebuah senyum langka yang hanya pernah ditunjukkan pada Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)
Mystery / ThrillerRed Phoenix sudah mati. Semua masalah ada di tangan anggota yang tersisa. Tiada pilihan lain, Jaehyun kembali ke Invictus untuk menggapai impiannya dan membuktikan pada yang lain bahwa ia mampu memimpin organisasi kelas dua - meski itu berarti ia ha...