EPILOG

1.3K 170 20
                                    

Ini hari yang sibuk. Swalayan dipenuhi orang-orang yang berbelanja di menit terakhir untuk hari Natal. Lampu kelap-kelip berbagai warna terjuntai di dinding dan langit-langit gedung dan sebuah pohon Natal setinggi 10 kaki diletakkan di tengah-tengah lantai dasar. Hadiah palsu mengelilingi kaki pohon dan keluarga dengan anak-anak mereka berfoto untuk mengabadikan momennya.

Jaehyun menyaksikan itu beberapa saat. Di Markas Besar juga sangat sibuk, walau untuk alasan yang berbeda. Tidak ada hari libur di kalender mereka. Kebanyakan dari mereka tidak punya keluarga yang menunggu di rumah. Ia punya ayahnya namun beliau juga memiliki pemikiran seorang gila kerja: satu hari di luar Markas Besar sama dengan kehilangan uang.

Ia mendengus pada ingatan itu. Ayahnya berkata seperti itu ketika ia masih anak-anak, ketika ia memohon untuk diizinkan bergabung dengan Invictus. Jaehyun adalah seorang anak yang tidak bisa fokus pada satu hal. Ayahnya sangat khawatir ia tidak bisa serius dalam bekerja.

Kini, ia telah membuktikan bahwa ayahnya salah. Invictus telah mengubah statusnya menjadi kelompok kelas satu, bekerja sama dengan Garnet sebagai penyalur wanita Asia di Eropa, dan sebagai gembong narkoba primer di seluruh Asia. Ia telah mencoba peruntungan dan kembali ke Prancis, menjelaskan semuanya pada Fort. Casanov menentangnya. Wajar, sejumlah besar uang direbut dari mereka. Namun Garnet lebih kuat, mereka tahu mereka juga bersalah dan meyakinkan Casanov untuk memutus kontraknya, dan Garnet membayar denda yang cukup besar atas pemutusan kontrak tersebut. Invictus mulai melayani klien milik Red Phoenix, memperlebar sayapnya.

Invictus telah menggantikan posisi Red Phoenix sebagai satu-satunya mitra kerja Garnet dari Korea.

Malam ini, ia akan terbang kembali ke Prancis untuk menghadiri rapat dengan Fort. Pertemuan itu akan membahas penjualan dan hal lainnya yang mereka tidak bisa rundingkan lewat panggilan video.

Sudah dua tahun. Dua tahun sejak kehancuran Red Phoenix, dua tahun sejak kegagalan mereka di Paris, dua tahun sejak malam itu dengan Lee Taeyong...

Jaehyun menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh lengah. Dengan satu lirikan terakhir pada pohon Natal, sang Kingpin baru dari Invictus berjalan lurus, bersemangat akan memberi anggota timnya hadiah Natal — yang sekarang menjadi para penasihat pribadinya. Mereka masih mengerjakan tugas lapangan ketika diperlukan.

Sebuah kantong kertas berisi pakaian wanita menabrak kakinya di tiap langkahnya. Jaehyun sudah mengakrabkan diri dengan Léonie. Ia menganggapnya seperti ibunya sendiri.

Ponselnya berdering. Jaehyun mengambilnya, merengut heran saat menyadari nomor itu adalah milik rumah sakit jiwa privat.

"Halo?"

"Tuan Jung! Sesuatu terjadi!"

"Ada apa?" Jaehyun berjalan ke tempat parkir, berhenti di samping mobilnya.

"Pasien 47 kabur! Tolong datang ke sini. Kami minta maaf kami telah ga—"

Ia dengan cepat memutus telepon itu. Jaehyun membuka pintu mobilnya dan melempar belanjaannya ke kursi penumpang, dengan cepat memakai sabuk pengaman. Beberapa umpatan keluar dari mulutnya.

"Tuhan, tepat di hari Natal!"

Ia hampir menabrak mobil ketika ia menginjak rem dengan mendadak. Tubuh Jaehyun menegang, bergeming saat ia melihat sekelebat rambut karamel dari sudut matanya.

Lee Taeyong mencondongkan tubuhnya dari posisinya di kursi belakang, memiringkan kepalanya ke samping dengan gaya menyeramkan, dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Rambut panjangnya, sekarang sudah mencapai tengah dadanya menyentuh lengan Jaehyun, menggelitik kulitnya.

"Merry Christmas, Jaehyun. Apa kau merindukanku?"

part 2 end.


bersambung ke What Lies Ahead: Lionheart

Terima kasih buat yang udah baca, aku seneng kalo kalian suka sama ceritanya, berarti usahaku nerjemahin ga sia-sia heheh :)

Masih ada 3 part lagi, enjoy! <3

[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang