Part 22

818 148 11
                                    

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Jaehyun dengan gusar berjalan mondar-mandir, menjambak rambutnya sendiri. Mereka sudah pergi dari aula yang menyesakkan itu dan berkumpul di kamar pemimpin mereka, sama-sama merasa terkejut akan pengumuman Garnet. "Tidak ada orang di luar Red Phoenix dan Invictus yang tahu tentang rencana kita ini!"

Tidak ada yang merespon, tidak ada yang bisa membuat suasana hati sang pewaris Invictus lebih baik.

Jaehyun mendesis, wajahnya semakin memerah. "Hanya ada satu orang. Atau dua. Sialan... Mungkin lebih dari itu." Ia tiba-tiba berhenti berjalan, menabrak Johnny yang masih melamun dan menarik tas dari bawah ranjang, melempar laptop ke tangan Doyoung. "Periksa transfer datanya. Bluetooth, surel, eksternal — aku tahu kau bisa melacaknya."

Jam berdetak di belakang seraya mereka menahan napas menunggu sang peretas berkartu Gold melakukan keahliannya secepat mungkin. Mereka menanti dan menanti sesuatu yang tidak mereka ketahui dan atmosfer ruangan semakin menegangkan karena Doyoung tidak berbicara sepatah kata pun.

Bagaikan menanti sebuah berita buruk.

"Tunggu." Akhirnya ia membuka mulut, menunjukkan beberapa laman di layar laptop. "Aku mengumpulkan seluruh surel yang ada dan aku menemukan sebuah akun yang sudah dinonaktifkan. Siapa pun yang melakukan ini tidak terlalu mahir." Doyoung cemberut, kembali melihat laptopnya. "Akun ini sudah dihapus. Aku masih bisa melacak servernya karena kita punya isi surelnya. Dan aku sudah mengunduh dokumen yang dikirimkan ke akun mencurigakan ini. Proposal kita. Sudah dikirimkan dua bulan lalu."

Suara keyboard yang ditekan dengan cepat bergema di ruangan. Doyoung memutar laptopnya lagi ke arah mereka. "Ini akun lokal. Lokasinya di Korea."

Jaehyun melihat layar dan sebuah ide muncul di kepalanya. "...Apa Lee Taeyong diizinkan menggunakan alat elektronik?"

Pertanyaan itu membingungkan mereka, namun Yuta menjawab dengan pengetahuan yang ia miliki. "Aku jarang melihatnya keluar kamar dan kalaupun iya, dia biasanya melamun sambil menghisap permen atau apa pun yang dia dapatkan di vending machine di kantin. Red Phoenix menyediakan ponsel bagi kami untuk digunakan di dalam Markas Besar. Aku sendiri tidak pernah melihatnya memakai ponsel... Kenapa?"

"Kau tahu bagaimana dia membenci Lee Namgyu dan 'tidak pernah mau menjadi bagian organisasi', bukan?"

"Jadi jangan-jangan...?"

Mata si penembak jitu menggelap. "Kita tidak tahu siapa pemilik akunnya tapi kalau seseorang di Red Phoenix bermain-main dengan urusan organisasi untuk merusaknya, maka orang itu pasti punya dendam. Lee Taeyong adalah satu-satunya yang menurutku mampu mengkhianati kelompoknya sendiri. Dengar," Jaehyun menyilangkan tangannya di dada, melihat anggotanya satu per satu. "Lee Namgyu menyembunyikannya selama ini, tidak memperbolehkannya membunuh; bagaimana jika dia menyabotase organisasi tanpa diketahui siapa pun? Itu sangat ilegal!"

"Itu bukannya tidak mungkin." Ten berkata, setuju dengan asumsi Jaehyun. "Mengingat bagaimana kita jarang melihatnya datang ke rapat resmi dan menghancurkan misi terakhir kita. Tapi kalau begitu, apa motifnya?"

"Apa dia perlu motif?" Jaehyun melawan, namun ia tiba-tiba teringat pada Taeyong yang suka mengungkit tentang pertemanan mereka yang dinodai pengkhianatan. Tidak mungkin itu alasannya. Ini sepertinya sudah dimulai sebelum kita dikirim ke pondok. "Dia ingin melihat kekalahan. Semua adalah permainan baginya. Dia gila; dia tidak perlu alasan logis untuk mengacaukan segalanya."

Tuhan. Bagaimana ia harus melaporkan ini ke ayahnya? Di titik ini ia harus berpikir dua kali untuk kembali ke Invictus.

"Berarti Garnet tidak bersalah dalam kasus ini?"

[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang