Rokok itu menjadi pipih akibat kuatnya hentakan dari sepatu bot di atas aspal. Taeyong berdiri di titik yang sama dengan sebelumnya, di dekat dinding motel kumuh yang ada di sekitar Markas Besar Garnet, menanti momen yang tepat untuk mendekat. Ia tidak melihat adanya tanda-tanda keberadaan Moon Taeil selama dua jam. Targetnya itu mungkin sedang keluar untuk mengirim barang baru.
Kehilangan kesabaran, Lee Taeyong menyelipkan sebuah tangan di bawah pakaiannya untuk mengencangkan tali pengikat senjatanya, merasakan bilah-bilah pisau menekan tubuhnya. Bahunya masih dalam proses penyembuhan jadi ia berharap ia tidak harus berkelahi dengan seseorang hari ini atau lukanya akan terbuka kembali. Ia tidak mau menodai mantel mahalnya itu dengan darahnya sendiri. Jika darah orang lain, itu lain masalah.
Ia menyeberangi jalan, tidak ada orang sama sekali. Di kepalanya ia berpikir tentang bagaimana motel itu akan bangkrut karena tidak ada wisatawan ataupun penduduk Paris di daerah temaram ini.
Lagi pula siapa yang memulai bisnis di depan kantor markas besar mafia? Ck. Mana mungkin mereka tahu kantor ini adalah milik Garnet.
Garnet tidak takut membangun gedung markas besarnya di tempat yang sangat terbuka seperti ini. Hanyalah membuktikan bahwa untuk bisa seberani ini, koneksi dengan pemerintah yang berkuasa adalah hal yang penting.
Taeyong sudah tahu gerbang masuk akan dijaga oleh petugas keamanan. Ia melirik CCTV yang berada di sudut dan mengancing mantelnya rapat-rapat. "Aku ingin bicara dengan Fort." Ia bicara dalam bahasa Inggris, melihat sang penjaga adalah orang asing.
"Siapa kau? Beliau tidak menitipkan pesan kalau ada yang akan bertamu."
"Jadi dia ada di sini. Bagus. Katakan padanya ini dari Red Phoenix."
"Red Phoenix," Sang penjaga itu mendengus. "Dua orang juga datang mengaku dari Red Phoenix tapi aksesnya ditolak. Tidak bisakah kau mencari nama kelompok lain yang lebih tidak terkenal, Nak?"
Tangannya sedikit bergetar. Taeyong menekan hasratnya dalam-dalam. "Apakah seorang pria berusia 26 tahun terlihat seperti anak-anak bagimu, Tuan?" Taeyong menekankan kata terakhir sambil tersenyum miring. "Telepon dia. Bilang padanya seseorang sedang menunggunya."
Penjaga itu terlihat skeptis seraya menghubungi kantor sang Kingpin. "Tuan Fort menginginkan namamu."
"Lee Taeyong."
Penjaga langsung melaporkan itu ke bosnya, menggelengkan kepalanya lalu melihat Taeyong kembali. "Bos tidak tahu orang bernama Lee Taeyong dari Red Phoenix."
"Begitu? Bilang padanya aku Ethan Lee."
"Apa kau bercanda—"
"Bilang padanya aku Ethan Lee, atau kuledakkan otakmu dan akan kumakan di depan temanmu ini sekarang juga." Si pelempar pisau menoleh ke sisinya, mata yang hampa menatap seorang penjaga lainnya.
Penjaga tadi kembali berbicara dengan Fort sebelum mengikuti perintahnya, berusaha menghindari ancaman Taeyong. Meski mereka tidak tahu siapa dirinya, ia memiliki aura seolah ia bisa dengan mudah melakukan ancamannya, dan juga lebih dari itu. Mereka pasti sudah bisa melihat bahwa ia berbeda.
"Begitu, Tuan? Baiklah." Taeyong tersenyum licik saat mereka membuka gerbang itu, suara bip terdengar ketika ia masuk ke dalam. Penjaga yang sama mengarahkannya ke depan kantor Kingpin, dan Taeyong melayangkan jari tengahnya sebelum memasuki ruangan itu dengan mengetuk pintunya sekali.
Pria yang baru saja menggelar gala beberapa malam lalu duduk di balik meja kerja kayu mahoni yang elegan. Kantor itu dua kali lebih besar dari kantor Lee Namgyu, diisi dengan lukisan antik dan gorden keemasan untuk membingkai jendela setinggi langit-langit ruangan. Karpet empuk berwarna merah anggur meredam suara jejak kakinya yang kemudian berhenti di depan sang Kingpin Garnet.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)
Mystery / ThrillerRed Phoenix sudah mati. Semua masalah ada di tangan anggota yang tersisa. Tiada pilihan lain, Jaehyun kembali ke Invictus untuk menggapai impiannya dan membuktikan pada yang lain bahwa ia mampu memimpin organisasi kelas dua - meski itu berarti ia ha...