Part 30

780 138 1
                                    

Mata Jaehyun mengeras mendapati keberadaan Taeyong di hadapannya. Ia menepis tangan itu dari lengannya layaknya membersihkan debu dan kotoran dari pakaiannya. "Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau membuntutiku?" Ia menuduh dengan gigi yang terkatup. "Kau benar-benar tidak akan berhenti, ya?"

Taeyong melirik sekilas ke arah Markas Besar sebelum menatap sang penembak jitu. "Aku ada urusan dengan Garnet." Ia menyeringai, penasaran dengan apa yang ada di pikiran Jaehyun saat ini setelah mendengar perkataannya tersebut, padahal ia hanya berbincang sebentar dengan Fort.

Amarah terlintas di mata Jaehyun. "Jadi memang kau yang melakukan itu, ya?"

Setitik hujan terpantul di ujung hidung Taeyong. Hujan mulai turun dengan lembut, tidak begitu keras hingga membuat mereka basah kuyup. Jalanan mulai menggelap ketika tetesan hujan membuatnya lembap dan Jaehyun melihat beberapa helai rambut Taeyong yang menempel di dahinya. Rambutnya sudah kembali menjadi warna karamel, namun matanya segelap tengah malam.

Lensa kontak. Penyamaran. Ia tahu tujuannya.

"Melakukan apa?" Taeyong menatapnya lucu, seperti Jaehyun baru saja mengatakan sesuatu yang aneh padanya. "Hei, bisakah kita pergi ke tempat lain? Aku tahu kita akan membuat kekacauan di sini — kita bukanlah tipe orang yang berbincang seperti orang normal, kau tahu? Tidak denganku. Dan kau tentu tidak mau menimbulkan kecurigaan — gedung Garnet ada di belakangmu." Ia berputar dan menuntunnya menjauh, memainkan rokok yang tersemat di telinganya.

Jaehyun punya pilihan untuk tidak mengikuti Taeyong. Ia di sini untuk mencoba bicara dengan Fort dan menjelaskan status Red Phoenix, berharap bisa mengklaim apa yang ia yakini sebagai hak mereka. Ia tidak menduga akan bertemu Lee Taeyong lagi; ia tidak perlu bicara dengannya lagi. Mereka tidak punya urusan satu sama lain.

Namun ia berjalan dan mengikuti si pelempar pisau sampai mereka berakhir di sebuah lorong jalan yang sepi. Cuacanya mulai terasa begitu dingin, dan tiap kali Jaehyun membuang napas ia bisa melihat uap putih yang terbentuk. Udara itu mulai menggigiti tubuhnya lewat setelan jas yang ia kenakan dan ia tahu seharusnya ia menggunakan pakaian yang cocok dengan musimnya, tetapi ia tidak berencana ada di sini untuk waktu yang lama, lebih lagi untuk sebuah reuni tak diinginkan.

Sejujurnya, ia tidak membayangkan akan bertemu Taeyong lagi. Setelah malam gala itu, ia pikir pria itu akan bersembunyi karena telah berhasil menghancurkan rencana Jaehyun. Tapi itu tidak terdengar seperti seorang Taeyong apabila ia bersembunyi, terutama setelah mereka membangunkan 'binatang' di dalam jiwanya.

Seru. Taeyong hidup untuk keseruan itu.

"Taeyong, akui saja."

Yang lebih tua menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya, menaikkan sebelah alis. "Aku akan memberitahumu sesuatu dan kau harus mendengarnya baik-baik."

"Silakan."

"Aku tidak melakukan apa pun seperti yang kau pikirkan."

Jaehyun mendengus, melihat kembali ke arah kedatangan mereka, menjilat bibirnya lalu melihat Taeyong. "Oke, katakan apa yang aku pikirkan."

Kata-katanya membuat Taeyong tergelak. Terdengar berbeda dari suara tawa gila yang biasanya akan keluar jika humor gelapnya tergelitik. Gelak ini terdengar lebih lembut. Namun tetap diliputi kebencian. "Kau berani memberiku perintah. Oke, dasar orang aneh." Taeyong melunak, punggung bersandar di dinding bata. "Apabila kau dan teman-teman anehmu masih berpikir aku yang melakukannya, itu bukan aku. Aku tidak mengambil proposalnya, aku tidak menyabotase Red Phoenix dan tunggu — jangan bicara dulu. Apa aku satu-satunya yang kau curigai mampu melakukan itu? Menyedihkan sekali. Hei, Jaehyun." Taeyong menggaruk pelipisnya, menghela napas. "Kau memercayai banyak orang. Tapi kau tidak percaya padaku."

[2] What Lies Ahead: Downfall (JaeYong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang