Soal lo, ngga pernah ada kata merepotkan.
- Al
-Happy Reading-
Jangan pikir setelah kejadian beberapa hari lalu tidak membuatnya kesal. Tentu saja Al kesal, bukannya melarang, tapi gadis itu tetap saja keras kepala. Dirinya masih dalam tahap pemulihan dan penyesuaian, meskipun sudah mampu berjalan jauh tetap kakinya belum bisa dipakai berjalan lama.
Karena Al tahu betapa susahnya Dina jika disuruh berjalan menggunakan tongkat jalan.
Meski kemarin Al bersikap tidak kesal dan mengalah, tentu ia akan memberi pelajaran pada perempuan itu. Biar mau dibilang egois sekalipun, itu lebih baik dari pada Dina yang harus terus menerus egois pada dirinya sendiri.
Rencananya berhasil, Dina tidak lagi keluar jauh dari rumah karena merasa bersalah pada Al. Ia terus mencoba membuat Al tidak lagi kesal namun tentu saja tidak akan semudah itu Al menyudahi drama ini.
Ini baru sebagian dari rencananya.
Hingga hari ini, hari bahagia dari salah satu pasangan yang merupakan teman lamanya. Hari yang paling ditunggu oleh keduanya yang menikah maupun teman-temannya.
Suasana yang menegangkan namun tetap menyenangkan, melihat kedua teman kini tidak lagi menjadi sepasang kekasih yang berpacaran, namun akan menikah di hari ini.
Persiapan yang dirancang sedemikian rupa untuk hari ini. Tempat, makanan, dekorasi, tata rias, tidak luput dari bantuan teman meskipun juga dengan bantuan keluarga.
Memulai hidup baru bukanlah hal yang mudah. Tidak seindah cerita karangan yang hanya tentang hidup berdua, harmonis, selalu bahagia dengan anak-anaknya, dan anaknya tumbuh menjadi anak yang baik. Tidak akan semudah itu.
Untuknya, keputusan untuk menikah yang dipilih oleh Luthfi dan Kenisha menjadi peristiwa berharga untuk teman-temannya. Diantaranya juga karena dari mereka, Luthfi dan Kenisha lah yang berani melaju ke jenjang pernikahan lebih dulu. Tentu bisa menjadi referensi dan menambah pengalaman untuk mereka yang masih ragu atau masih sendiri, termasuk Al sendiri.
Al merapikan kerah kemeja putihnya, lalu membalut kemeja putih itu dengan sebuah jas hitam yang memberikan kesan gagah untuknya. Ketika hendak menyisir rambutnya, dering telepon membuatnya terhenti.
Dina. Ternyata dia yang menelepon.
"Halo, Al?" Panggil Dina saat telepon baru saja tersambung.
"Iya." Sahut Al.
"Lagi apa?"
Al terdiam sejenak, apa maksudnya menanyakan itu padanya? Bukankah seharusnya ia tahu ini adalah waktu untuk bersiap-siap.
"Lagi makan."
"Hah? Ngga pergi kondangan?" Al tersenyum mendengarnya. Kata kondangan rasanya tidak cocok untuk menghadiri pernikahan teman dekat mereka. Ada-ada saja.
"Pergi lah, ini lagi siap-siap. Kenapa emang?"
"Oh, kirain beneran lagi makan." Dina berdehem lalu kembali melanjutkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Satu Kelas [Completed]
Teen FictionJatuh cinta. Dua kata penuh makna itu sering kali terjadi di masa remaja. Itulah yang dirasakan Dina dan Al, namun mereka berdua terjebak dalam cinta yang rumit. Perasaan yang sama-sama dipendam karena gengsi, dan salah paham malah membuat keduanya...