Jakarta.
Tempat istimewa buat gue. Karena Jakarta lah tempat dimana gue ketemu sama satu cowo yang usil, tapi ganteng, tapi ngga ganteng-ganteng amat.
Dulu, gue kesel setengah mati sama dia. Mulai dari kejadian jatoh, sampe mangkok bakso yang dia pecahin di kantin, jadi awal mula kisah gue.
Sempet kejebak di friendzone, di php-in sama kakel, curiga diselingkuhin, sampai akhirnya, gue dan dia pisah. Tapi gue ngga pernah nyesel akan itu semua, karena itu semua yang buat gue ada di hari ini.
Laki-laki nyebelin yang dulu gue benci, yang dulu jadi teman baik gue, yang sekarang masih jadi teman, teman hidup.
Perjalanan panjang selama delapan tahun, cinta monyet anak SMA, ternyata berubah jadi cinta sejati gue. Gue bersyukur bisa kenal dia, bersyukur bisa lewatin masa muda yang indah sama temen-temen, dan bersyukur bisa jadi pilihan dia.
Ghozi Al Barru Rabbani. Makasih udah hadir di hidup gue. Walaupun super nyebelin, tapi lo baik banget. Lo paling bisa sabar ngehadapin gue yang ambekan, manja, ga sabaran, cemburuan. Makasih ya, udah bertahan sama gue.
Semoga selalu bisa sama gue, selamanya.Istri paling cakep sedunia,
Dina."Yay, selesai juga." Dina menatap kertas yang dipegangnya dengan senyuman, lalu melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop berwarna biru.
Wanita itu memijat kepalanya yang terasa pusing, lalu melihat ke belakang ke arah dimana suaminya, Al, sedang tertidur.
Dina bangkit dari duduknya lalu mengambil kue di dapur. Menyalakan lilin dan pergi ke kamar untuk memberikan kejutan untuk Al.
"Al, bangun." Dina membangunkan Al dengan menepuk-nepuk pipi Al dengan tangannya. Bukannya kasar, ia tahu Al jika sudah tidur, akan sulit dibangunkan hanya dengan suara nyanyian.
"Udah jam berap—" Al terdiam saat melihat sekilas Dina yang memegang sebuah kue. Dina hanya tersenyum melihat Al.
"Ayo bangun." Dina mengulurkan tangannya untuk membantu Al bangun.
"Jam berapa nih?" Tanya Al.
"Jam setengah 1."
"Astaghfirullah belum tidur?" Dina menggeleng lalu duduk di pinggir kasur.
"Happy birthday, suami!" Dina terkekeh sendiri, sedang Al tersenyum melihat Dina.
"Wishnya ngga ribet, semoga selalu sehat, panjang umur, yang baik-baik semoga tersemogakan. Makasih ya, udah selalu baik."
"Oke, berdoa dulu baru tiup." Al langsung memejamkan mata untuk berdoa lalu meniup lilinnya.
"Yay! you are old, Ghozi Al."
"No problem, as long as with you."
Dina tersenyum, "Aamiin. Wait, aku mau ambil kadonya." Dina meletakkan kue yang ia pegang di atas nakas sebelah tempat tidur.
Al menerima kotak kecil dan sepucuk surat yang Dina berikan.
"Apa nih? Boleh langsung dibuka?" Tanyanya yang dijawab anggukan.
"Hm, baca suratnya dulu deh."
Al langsung membaca surat dalam amplop berwarna biru tersebut. Senyuman terus terukir di wajah Al yang baru saja bangun dari tidurnya. Dina yang melihatnya juga ikut tersenyum bahagia, melihat laki-laki yang sangat ia cintai.
"Bismillah dulu!" Ucap Dina memperingati.
"Bismillahirrahmanirrahim." Al membuka kotak kecil itu dan...
"Din?"
Dina tersenyum lebar, "Ya?"
"Din? Serius?"
"Ya masa dicoret pake spidol sih?"
"Alhamdulilah! Give me hug!"
Mereka larut dalam pelukan kebahagiaan atas apa yang baru terjadi. Dalam kotak kecil, ada sebuah kebahagiaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Kebahagiaan yang akan hadir dalam hidup mereka, malaikat kecil yang hadir di tengah kehidupan mereka.
"I love you, bini!"
"Hm, kalo ada apa-apa doang baru bilang i love you."
"Jawab dulu kek..."
Dina terkekeh, "Sayang kamu juga, suami!"
TAMAT
• C S K •
Selesai.
Ih rasanya masih berat ya ninggalin nih cerita. Cerita yang nunggak tiga tahun tapi hari ini selesai.
Tapi semuanya juga punya akhir ceritanya sendiri-sendiri. Dan hari ini adalah akhir cerita dari kisah Dina dan Al.Btw, kenapa ngga ditaro kelanjutan kisah dari teman-teman yang lain, karena, sebagian besar mereka berakhir seperti yang terakhir ditulis. Mereka bahagia dengan pilihannya masing-masing.
Fren, makasih banyak ya udah ikutin cerita ini, selalu support ❤️
Sampai ketemu di karyaku selanjutnya!Big hug,
Nailla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Satu Kelas [Completed]
Teen FictionJatuh cinta. Dua kata penuh makna itu sering kali terjadi di masa remaja. Itulah yang dirasakan Dina dan Al, namun mereka berdua terjebak dalam cinta yang rumit. Perasaan yang sama-sama dipendam karena gengsi, dan salah paham malah membuat keduanya...