Durhaka #2

91 5 0
                                    

It's rainy here. How about yours? You know, for me, it's perfect time to write :)

So, author mau melanjutkan bahasan kemaren mengenai 'Orang tua yang Durhaka terhadap Anak'

~

"Saat masih kecil, ada dongeng yang sangat kubenci. A Tale of Two Sister. Aku benci pada sosok ayah pada dongeng itu. Saat anak-anaknya sekarat karena ditindas oleh ibu tiri, dia pura-pura tidak tahu dan hanya menyaksikannya. Orang yang hanya menyaksikan dan membiarkan kejahatan itu lebih jahat daripada orang yang menindas. Dua bersaudara itu mati karena ayah mereka." - Ko Mun Yeong.

Karena dialog itu, kita tau kenapa Mun Yeong selama ini membenci ayahnya sendiri. Ayahnya yang hanya diam menyaksikan bagaimana ibunya mendidiknya dengan kejam. Ayah yang tega menyebut putrinya sendiri sebagai monster. Bahkan, ayahnya hampir membunuhnya karena tak ingin memiliki putri yang kejam seperti ibunya. 

Mun Yeong, "Ketika ibuku membesarkanku dengan caranya, apa yang dilakukan ayahku, hanya sekali, membacakan dongeng untukku. Namun, ayahku hanya mendongeng sekali, tapi aku tidak bisa lupa."

Actually her father, really love her :) Hanya caranya saja yang sedikit salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Actually her father, really love her :) Hanya caranya saja yang sedikit salah. Dan dari sini juga kita tau alasan mengapa Ko Mun Yeong ketika dewasa menjadi seorang penulis dongeng anak-anak. Bakat menulisnya ia dapat dari ibunya dan genre dongeng ia pilih karena ayahnya. 

"Aku tumbuh sebagai seorang putri dalam kastel yang dibuat oleh ayahku ini. Kehidupan seorang putri lebih sulit dari bayanganmu. Menyedihkan."

Setelah apa yang orang tuanya lakukan terhadap Mun Yeong. Seburuk apapun itu. Dalam hati kecil Mun Yeong tetap ada rasa sayang terhadap keduanya. 

~

Kisah a Tale of Two Sister tidak hanya menggambarkan tentang Mun Yeong. Tapi juga seorang pasien RS Jiwa bernama Seon Hee. Setelah 30 tahun, sang ayah yang telah membuangnya kembali mencarinya hanya demi meminta bantuan untuk transplantasi hati. Seon Hee lalu mencurahkan seluruh isi hatinya kepada sang Ayah.

"Aku benci ayah! Ayah meninggalkanku tiap ibu memukulku. Aku terus memanggilmu, tapi Ayah meninggalkanku. Ayah tidak melindungiku. Aku lebih membencimu daripada ibu yang memukulku. Aku tidak kerasukan. Tapi kau membuangku di rumah dukun. Padahal aku terus menunggumu. Aku terus menunggumu untuk menjemputku. Aku sangat membencimu. Aku sangat sangat membencimu."

Mendidik anak dengan cara memukul bukanlah cara yang paling tepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendidik anak dengan cara memukul bukanlah cara yang paling tepat. Justru itu akan menorehkan luka yang sangat dalam pada diri sang anak. Author Alhamdulillah tidak pernah merasakan hal itu, tapi author bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati anak apabila dia selalu dipukul dan dipukul setiap kali melakukan kesalahan. Selain fisiknya yang terluka, psikisnya juga akan tersakiti.

Emmm... sebenernya author pernah baca sih dalam Islam, seorang anak yang sudah baligh boleh dipukul jika ia tak mau sholat. Tapi mungkin cara memukul itu tidak boleh berlebihan bahkan sampai menyakiti. 

There are more than 100 ways to teach your children. Don't use your power. 

~

Kisah yang menjadi Highlight dalam tema kali ini adalah Do Hui Jae, ibu Ko Mun Yeong. As we know, she is really something. Psycho! Ia selalu bertindak kasar apabila Mun Yeong tidak mematuhi semua perintahnya. Parahnya lagi, ia menganggap anaknya sendiri sebagai produk gagal yang harus dibuang. 

Do Hui Jae : "Kau sudah merusak putriku. Dia adalah lukisanku yang paling sempurna tapi kau merusaknya. "

Gang Tae : "Putrimu.... kau anggap lukisan?"

Do Hui Jae : "Aku mewariskan mata, mulut, dan hidungku kepadanya. Aku membentuk wajah, tubuh, rambut , bahkan jiwanya. Aku menoreh kanvas dan menciptakannya. Dia adalah lukisanku."

Gang Tae : "Mun Yeong-i bukan milikmu. Dia bukan lukisan. Dia manusia. Manusia!"

Do Hui Jae : "Dia tidak mau menurutiku. Semuanya karna kau! Pada akhirnya karya yang gagal harus dibuang."

Author dibuat speechless sama Do Hui Jae

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author dibuat speechless sama Do Hui Jae. Apa? Lukisan? Yah! Bukankah yang menciptakan anak itu adalah Sang Pencipta? Seorang ibu hanya bertugas mengandung dan merawatnya hingga dewasa. Namun sesosok yang menghadirkan raga lain di tubuh sang ibu ialah Allah SWT. 

Dan parahnya lagi, ibu Mun Yeong tidak membiarkannya hidup bahagia. Ia selalu mendoktrin Mun Yeong agar hidup seperti monster. Mengikuti naluri, menjadi psikopat seperti ibunya. 

Memang sih banyak orang tua yang menginginkan anaknya untuk hidup seperti orang tuanya, mempunyai cita-cita yang sama seperti mereka dulu agar mereka mempunyai penerus. Mungkin hal yang seperti itu banyak terjadi di dunia nyata. Dan tak sepenuhnya salah sih, orang tua bebas mengarahkan anak dalam masalah masa depannya karena orang tua hanya meninginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, bukankah lebih baik membiarkan sang anak untuk hidup sesuai dengan apa yang menjadi pilihannya? Sang Anak akan merasa lebih bahagia dalam menjalani hidup. Dan pastinya ia juga akan bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri.

Dalam konteks Ko Mun Yeong, ibunya malah selalu menyuruhnya untuk hidup terpencil dari orang lain. Padahal, yang Mun Yeong butuhkan hanyalah kasih sayang dan Cinta...

Sebenarnya ibunya sangat mencintainya, namun rupanya cinta itu telah membutakannya. Ia seolah-olah menganggap Mun Yeong sebagai sebuah benda.

Akibat sikap ibunya, ia bahkan selalu mengalami mimpi buruk yang mengarah kepada sleep paralisis or bahasa populernya ketindihan. Luka-luka masa kecil yang ditorehkan ibunya mengendap dan ikut tumbuh membersamai dirinya. Membuatnya menjadi pribadi yang egois, dingin, kasar, acuh tak acuh, dan terkadang kejam. Ia juga selalu memakai baju-baju yang berlebihan. Sejatinya itu semua adalah topeng untuk menutupi kelemahan hatinya.

Memang benar sih, dalam kuliah psikologi yang author pernah jalani, faktor pembentuk kepribadian anak yang paling krusial itu adalah Genetik dan Lingkungan. Sepertinya, lingkungan yang membuat Mun Yeong menjadi seperti itu. 

Who can blame her huh?

Dan dia dianggap durhaka karena mencoba menghapus memori tentang ibunya sendiri dan memutus hubungan dengannya? Author rasa tidak! She is doing her best. Mun Yeong telah berusaha menjadi anak yang berbakti namun justru orang tuanya yg bertindak salah. Bukankah Islam pun tidak menganjurkan bagi seorang anak untuk mengikuti perintah dalam melakukan perbuatan tercela? 




Its Okay To Not Be Okay : Life Lesson and Mental HealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang