Selamat membaca!^^
**__________________________**
Tuk.
Suara sepatu yang beradu dengan lantai menarik perhatian keduanya. Ketika menoleh, mereka mendapati Xander yang sedang melangkah mundur di dekat mereka. Entah sejak kapan pangeran itu berada di sana. Dilihat dari pupil matanya yang bergetar, William menduga bahwa Xander mendengar percakapan mereka.
'Ah, sial. Sekarang aku jadi ikut campur dalam masalah adik-kakak ini.'
"Lalu ini," ucapnya seraya mengeluarkan sebuah buku bersampul kulit dari saku jas panjangnya. "Kukembalikan."
Alexa merebut buku itu dengan tergesa-gesa sehingga selipan foto yang ada di dalamnya jatuh berserakan. Wajahnya sangat pucat sampai membuatnya terlihat seperti sedang sakit. Putri itu segera memungut satu-persatu foto Xander yang berserakan tanpa mengatakan apapun.
Ia menghitung jumlahnya dan mencari satu foto yang kurang. Rupanya kertas itu berada tepat di hadapan sepatu milik Xander yang kini sedang berdiri di dekat mereka.
Xander sendiri tidak melakukan apapun selain menatap foto dirinya yang diambil secara diam-diam tersebut. Sepertinya ia terlalu terkejut dengan apa yang sudah didengarnya sampai tidak bisa bereaksi sedikitpun.
Dengan mata yang memerah karena menahan tangis serta malu, Alexa menghampiri William.
"Anda keterlaluan." bisiknya pelan dengan penuh penekanan serta amarah.
Putri itu berbalik dan berlari meninggalkan mereka tanpa memungut foto terakhir yang berada di depan Xander.
William menatap kepergian putri itu dengan perasaan campur aduk. Ia merasa bersalah telah mengatakan sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia milik putri itu, tetapi ia sendiri merasa muak karena Alexa terus mendekatinya dengan maksud tertentu.
Keadaan menjadi hening ketika Alexa tak lagi terlihat di ujung lorong. William melirik Xander dari ekor matanya. Pangeran itu masih menatap foto dirinya tanpa bergerak sedikitpun.
"Aku tidak pernah berpikir jika Alexa ...,"
Xander menghela napas dengan kasar tanpa melanjutkan ucapannya. Ia berjongkok untuk mengambil foto tersebut dan meremasnya. Kentara sekali bahwa ia terlalu terkejut sampai kehabisan kata-kata.
William berjalan mendekat. "Aku juga tidak sengaja mengetahuinya."
"Aku ... tidak tahu harus melakukan apa setelah mengetahui hal itu."
"Sepertinya kau harus lebih memerhatikan adikmu dan menyelesaikan masalah tersebut." ujar William seraya menepuk pundak Xander dan berjalan menjauh. Meninggalkan Xander yang kebingungan di tempat tersebut seorang diri.
_*_
"Hah ...."
Untuk kesekian kalinya Katherine menghela napas. Pekerjaan yang menumpuk di mejanya tak kunjung berkurang lantaran pikirannya sedang berada di tempat lain. Ujung pena yang menempel di selembar dokumen sejak beberapa menit yang lalu bahkan sampai menjadi sebuah titik hitam besar karena tak kunjung di gerakkan.
Sebanyak apapun ia memikirkan perkataan yang diucapkan olehnya ketika berbicara pada Xander kemarin, ia tetap merasa bersalah.
"Aku sudah tahu apa yang ingin kau sampaikan, jadi kau tidak perlu lagi mengatakannya."
Kalimat yang diucapkan oleh Xander dengan senyuman sedih kala itu kembali terputar di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Fall In Love With You In Ten Days?
Teen FictionKatherine yang awalnya diperlakukan seperti boneka hidup kini terpaksa hidup mandiri supaya bisa masuk ke dalam Royale High, sebuah "sekolah" bagi pangeran dan putri dari setiap kerajaan yang ada selama sepuluh hari. Sesampainya disana, ia bertemu d...