Ch.13"Day 6(2)"

44 10 0
                                    

Happy Reading!^^

**______________________________**

Aku berusaha untuk menutupi kekhawatiranku dengan bersikap tenang. "Peringatan mengenai apa? Aku tidak merasa sudah melanggar aturan."

Putri lain mendengus dan tertawa sarkas untuk menanggapi lelucon tak bermakna yang baru saja kulontarkan, gaun peraknya bergerak lembut seiring dengan langkahnya yang mendekat, "Teruslah berlagak tak tahu malu seperti itu, karena itu memang sifat alamimu."

"Kenapa kau menganggapku begitu?" aku sedikit tersinggung mendengarnya. Bagaimana tidak? Seseorang mengataiku dengan sebutan "tak tahu malu", padahal kami tidak saling mengenal.

"Kau menempel terus pada William padahal kau tahu bahwa dia milik kita semua!"

Aku mendengus dan tertawa merendahkan. "William milik kita semua? Jangan bercanda! Dia itu manusia, bukan barang yang bisa dimiliki oleh semua orang. Omong kosong macam apa itu?!"

Mereka semua terdiam. Aku tahu ucapanku itu benar dan mereka juga tahu bahwa mereka tidak dapat membantahnya.

"Ka-kau juga tidak pantas untuk dekat-dekat dengannya! Kau itu pengganggu, aku yakin William pasti risi diikuti olehmu terus-menerus!"

Omong kosong macam apa lagi ini?

"Ha, mohon maaf nona-nona. Bukan aku yang mendekatinya tapi dia yang terus mengikutiku. Kami teman sekamar, apa salah jika kami sering terlihat bersama?" tanyaku sarkas.

Melihat dari ekspresi mereka yang terkejut, kutebak mereka tidak tahu bahwa akulah teman sekamar William.

"Justru dia merasa risi karena orang-orang seperti kalian membuntutinya sepanjang waktu, dia juga butuh privasi. Alih-alih mengatakan bahwa dia merasa risi, dia justru menanggapi kalian sambil tersenyum. Apa kalian tidak merasa kasihan padanya?"

Putri bergaun perak mendekat dan menarik kerah gaunku dengan kasar. "Pangeran William tidak mungkin seperti itu! Berani-beraninya kau mengatakan bahwa dia merasa risi pada penggemarnya!" satu tangannya berayun dengan cepat tanpa kusadari.

PLAKK.

Aku terhuyung beberapa langkah kebelakang. Bukan hanya karena tamparannya yang keras, tetapi juga karena terkejut. Pipiku terasa panas dan berdenyut-denyut seketika.

"Kenapa sekarang kau diam saja? Apa pipimu terlalu sakit sampai-sampai kau tidak mampu lagi untuk berbicara?" Ucapan putri itu direspon oleh tawa dari dua temannya. "Sayang sekali wajah manismu kini besar sebelah karena bengkak, hahaha."

Tanganku terkepal kuat. Rasanya aku sangat ingin menendangnya dengan sepatu hak yang kugunakan saat ini sampai ia terjungkal. Namun aku tahu melakukan hal seperti itu sama saja dengan mengundurkan diri dari tempat ini. Aku memutar otak secepat mungkin, mencari cara untuk keluar dari sini tanpa menambah luka ditubuhku lagi.

"Oh, lihat tangannya. Kutebak kau pasti sangat ingin membalas perbuatanku, kan?" dia meludah ke arah kakiku dan aku tidak perlu sibuk-sibuk untuk menghindar, bidikannya payah. "Coba saja maju kemari, kau kalah jumlah."

"Hanya orang bodoh yang melawan kekerasan dari orang bodoh lain yang mudah terpancing amarahnya." aku berjalan mendekati pintu dan meraih kunci yang masih terpasang di tempatnya, "Dan aku tidak bodoh."

Can I Fall In Love With You In Ten Days?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang