Selamat membaca!^^
**______________________________**
Aku mengurung diri selama beberapa hari di kamar. Walaupun hasil pembicaraan dengan Ayahanda tak seburuk yang kubayangkan, namun itu tidak cukup untuk membuatku tenang. Hari demi hari pun berlalu selama aku melakukan seluruh kegiatan di dalam kamar. Belakangan ini ada banyak hal yang mengganggu pikiranku dan hal-hal itu membuat suasana hatiku tak kunjung membaik.
Aku menghela napas seraya mengibas-ngibaskan tangan untuk menghilangkan pegal. Tanpa sepengetahuanku, pena yang kusimpan di atas kertas jatuh bergulir ke atas gaun yang kupakai. Karena gaun yang kupakai cukup tebal, aku tidak menyadarinya saat pena itu jatuh ke atas kakiku.
Aku bersandar di kursi sambil melihat pemandangan taman istana di luar sana. Tampak beberapa pekerja yang sedang merawat dan merapikan bunga-bunga indah yang bermekaran. Kehadiran satu orang yang terlihat mencolok menarik perhatianku.
Pangeran Alexander yang sedang berjalan-jalan di taman kerap kali menyapa para pekerja sambil tersenyum. Aku yang sempat melupakan keberadaannya segera berdiri dari kursi.
"Tuan Putri hendak pergi ke mana?" tanya Daisy yang baru saja masuk sambil membawa teh dan kudapan.
"Aku mau pergi menyapa Pangeran Alexander." jawabku.
Mata Daisy tertuju pada bagian bawah gaunku, "Ada noda tinta di gaun Anda, sepertinya lagi-lagi Anda menjatuhkan pena tanpa sadar."
Aku segera menatap gaunku. Ucapan Daisy benar, tinta dari pena yang jatuh tadi terserap oleh gaunku. Aku tertawa pelan, "Maafkan aku sudah membuatmu repot terus-menerus , Daisy."
Daisy hanya tersenyum sambil menghampiriku, "Saya tidak pernah merasa direpotkan selama melayani Tuan Putri."
Setelah berganti gaun, aku segera pergi menuju taman. Cuaca di siang hari mulai terasa panas, sepertinya aku akan meminta Daisy untuk menyiapkan beberapa gaun dengan bagian pundak yang terbuka supaya tidak terlalu gerah.
Tak lama kemudian, aku sampai di sebuah bangunan kecil terbuka yang terletak di tengah taman. Bangunan itu tempat biasanya aku menikmati teh di sore hari. Punggung Pangeran Alexander lah yang pertama kali terlihat olehku. Nampaknya ia sedang membaca sesuatu sambil memakan kudapan yang disiapkan oleh para pelayan.
"Pangeran, selamat siang." sapaku saat sampai di sebelahnya.
Ia menoleh dengan terkejut lalu segera berdiri. "Selamat siang, Tuan Putri." Senyuman hangat segera terpampang menggantikan ekspresi terkejutnya.
Aku berjalan menuju kursi yang ada di seberang meja, namun belum sempat aku menyentuhnya, Pangeran Alexander segera menarik kursi tersebut supaya aku bisa langsung mendudukinya. Aku berterimakasih atas perbuatannya tersebut dan meminta pelayan untuk menyiapkan teh untuk kami berdua.
"Maaf saya baru menyapa Anda sekarang, padahal Anda sudah tinggal di sini selama beberapa hari." ucapku dengan penuh penyesalan.
Senyuman di wajahnya tidak memudar sejak awal, "Tidak apa-apa, saya mengerti situasi Anda. Saya juga sudah menyiapkan diri kalau-kalau Anda tidak akan menghampiri saya sama sekali."
"Saya tidak bermaksud seperti itu."
Ucapannya itu membuatku semakin merasa bersalah. Aku memang sempat lupa dengan keberadaannya di istana ini, tetapi bukan berarti aku sengaja menghindarinya. Padahal ia tidak salah, tetapi aku memperlakukannya dengan buruk seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Fall In Love With You In Ten Days?
Teen FictionKatherine yang awalnya diperlakukan seperti boneka hidup kini terpaksa hidup mandiri supaya bisa masuk ke dalam Royale High, sebuah "sekolah" bagi pangeran dan putri dari setiap kerajaan yang ada selama sepuluh hari. Sesampainya disana, ia bertemu d...