Chapter 30

29 7 6
                                    

Selamat membaca!^^

**_______________________________**

"Kath? ... Katherine?"

Aku menatap kosong buku yang terbuka lebar di pangkuanku. Sekeras apapun aku berusaha untuk membaca, aku tidak bisa memahami isinya karena pikiranku sedang berkecamuk saat ini.

"Katherine."

"A-ah, ya?"

Pangeran Alexander menatapku khawatir. Ia meraih buku yang kupegang dan mengambilnya dari pangkuanku. "Aku tahu kau sedang tidak membaca buku saat ini." ucapnya seraya menyimpan buku tersebut di atas meja.

Aku tidak mengatakan apapun untuk menyanggahnya. Ia mendekatkan kursinya ke sampingku. "Kalau kau butuh teman untuk bercerita, aku akan mendengarkanmu."

"Kurasa kau tahu apa yang akan kuceritakan, aku hanya tidak ingin melukai perasaanmu." jawabku terang-terangan.

Alih-alih tersinggung, Alexander justru tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Aku mengerti alasanmu, tetapi aku tidak ingin kau memendamnya sendiri jika terasa berat."

Karena ia tidak keberatan, pada akhirnya aku memutuskan untuk berbicara. "Dua hari lagi upacara kedewasaan sekaligus perayaan kemenangan Pangeran William akan dilaksanakan."

Alexander tidak mengatakan apapun dan tetap mendengarkanku.

"Aku ... sangat ingin pergi ke acara itu. Aku ingin sekali bertemu dengannya."

A-ah, air mataku menetes tanpa kusadari. Aku segera mengeluarkan sapu tangan dengan terburu-buru, tetapi tanganku yang gemetar membuat sapu tangan tersebut justru jatuh ke tanah. Alexander menahan tanganku yang hendak mengambilnya. Ia mengeluarkan sapu tangan miliknya dan mengusap pipiku dengan lembut.

"Ayahanda tidak mengizinkanku untuk pergi ke Kerajaan Snyderith jika aku tidak menerima undangan dan aku tidak dapat melakukan apapun selain mengirim surat." selama aku berbicara, air mataku mengalir semakin deras. "Tetapi sebanyak apapun surat yang kukirim, aku tetap tidak mendapat balasan."

Aku menangis terisak di depannya. Tanpa kusadari, semua pelayan serta ksatria yang ada di sekitar sudah pergi untuk memberi kami ruang tersendiri. Aku tidak peduli dengan etika, aku sudah terlalu lelah untuk menahan rasa tidak berdaya ini. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menggapai William dan ini mulai membuatku merasa frustasi.

Sering kali aku memikirkan hal buruk. Bagaimana kalau ucapan Ayahanda benar? Bagaimana kalau William memang menghindariku? Bagaimana kalau sejak awal ia hanya bermain-main denganku?

Aku selalu berusaha menepis pikiran buruk itu jauh-jauh dan meneguhkan hatiku untuk percaya padanya. Tetapi ketiadaan kabar darinya serta apa yang dikatakan oleh Alexa mulai mengikis keteguhanku. Aku tidak tahu lagi dengan apa yang harus kulakukan dalam ketidakpastian ini.

Memikirkan hal-hal tersebut membuatku semakin terisak sampai tenagaku yang tersisa pun habis. Aku bahkan sudah tidak tahu sebanyak apa air mata yang kuhabiskan ketika menangis di malam hari. Mencintai tanpa kepastian rupanya sangat menyakitkan.

Ketika aku semakin larut dalam pikiran, Alexander menarikku ke dalam dekapannya. "Pasti berat, ya? Terjebak bersamaku di istana ini ketika kau sedang ingin bertemu dengannya."

Can I Fall In Love With You In Ten Days?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang