---
______
ᴇᴍʙᴜꜱ angin meniupkan surai karamel seorang gadis yang kini berjalan di sisi sungai Han. Sungai besar yang menjadi lokasi wisata favorit bila berkunjung ke Seoul. Pertama kali menginjakkan kakinya di sini, ia tak bisa berhenti tersenyum. Kameranya banyak mengambil gambar dan tungkai itu menari menyusuri jalan.
Koo Junggo hanya mampu mengamati gadis itu dari jarak yang cukup lengang. Tak berani menyatukan jemari atau mendekat guna bertukar kata. Selepas percakapan yang mengandung banyak makna di kafe tadi, keduanya sama-sama diam seolah kejadian itu tak pernah terjadi. Berpura-pura lupa padahal isi kepala berceceran luar biasa dan gemuruh dalam dada tak usai.
Min Keira selalu meninggalkan segenggam impresif dalam diri Junggo. Mengikis pertahanan dirinya sehingga membuat sang pemuda selalu bergerak mendekat. Sejak awal, hanya Junggo yang jatuh hati. Ia yang memulai semua. Namun, disodori penawaran berbalut ambiguitas tingkat tinggi membuat Junggo memilih diam guna meresapi seluruh keadaan. Ia tak mau gegabah, biar bagaimana pun, Keira adalah milik Yungi. Tak peduli gadis itu mengatakan bahwa ia memiliki afeksi serupa dengan si pemuda.
Junggo hanya tak mau salah langkah.
Pemuda itu memilih duduk di salah satu kursi yang disediakan. Membiarkan obsidian jelaganya menatap punggung sempit Keira. Bahkan dilihat dari belakang pun gadis itu tetap cantik.
Junggo benar-benar bucin sekali dengan Keira. Maklum, namanya juga cinta pertama. Bukan berarti Junggo belum pernah menyukai perempuan lain, pernah, kok. Hanya saja dengan Keira berbeda rasanya.
"Koo, ingin foto bersama, tidak?" tawar Keira. Ia berjalan mendekat dan duduk di sisi kanan Junggo. "Ayo, sini lebih dekat."
Keduanya berfoto menggunakan ponsel Keira, lengan yang saling bersinggungan, juga senyum yang terpatri pada masing-masing bilah bibir.
"Aku akan kirim pada Kak Yungi dulu ya, sebentar."
Yungi saja terus, batin Junggo. Memang kesal sekali Junggo karena Keira selalu menyebut nama Yungi. Padahal kan, yang kencan mereka berdua, tapi tetap saja selalu Yungi yang disebut. Ya, Junggo paham bahwa Yungi yang membiayai kencan ini, tapi setidaknya tak perlu begitu.
Junggo memilih bersandar pada punggung kursi sambil menunggu Keira selesai dengan urusannya. Sesekali memejamkan kedua matanya ketika embus angin menerpa kulit putihnya. Sejuk sekali. Keira yang selesai dengan ponselnya lantas menoleh, menemukan Junggo yang tengah memejam. Pelan-pelan ia menyiapkan kameranya, membidik ke arah sang pemuda dan melakukannya hati-hati, takut Junggo sadar. Ia juga mengambil gambar pemuda itu menggunakan ponselnya. Kalau ditanya untuk apa, ya Keira sendiri tak tahu. Hanya ingin saja.
"Koo, setelah ini mau kemana?" Keira turut menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi.
Tanpa membuka mata, Junggo menjawab, "Ada tempat yang ingin kau kunjungi lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔
FanfictionJunggo, si kapten basket itu sulit sekali didekati. Kerjaannya saja yang gemar tebar pesona, tapi tidak mau bertanggung jawab. Sampai disumpahi bahwa akan ada satu perempuan yang tidak menyukainya. Hei, Junggo itu idola kampus, penggemarnya banyak...