Sean cantik. Perempuan yang Namu kagumi dalam diam itu adalah perempuan yang cantik. Selama hampir delapan tahun memendam rasa, Namu akui baru kali ini perasaannya menggebu begitu hebat. Awalnya tidak sebesar sekarang, dulu ia hanya mengakui Sean sebagai adiknya. Jadi perasaan itu ia anggap sebagai rasa sayang saja. Namun, kok, semakin didiamkan justru semakin parah, ya?
Sean dulu dan sekarang tak banyak berubah. Sean masihlah anak perempuan yang menangis kalau dijahili, masih sering cemberut kalau diabaikan, selalu ngambek kalau tidak diberikan makanan atau es krim favoritnya. Bedanya, kali ini Sean sudah jauh lebih dewasa. Tubuhnya jauh lebih tinggi dan putih, caranya tersenyum, menarik sudut netra hingga mengkerut juga tertawa, masihlah Sean yang sama. Seannya Junggo.
Namu tak pernah tahu apa statusnya dengan Sean. Ia juga tak pernah mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan. Ia hanya berkata---'An, aku menyukaimu. Kau lucu.' atau 'Kau perempuan yang cantik dan hebat, An. Aku menyayangimu.'
Iya, Namu lebih sering berungkap sayang alih-alih cinta. Ia merasa saat itu tidak wajar baginya mengungkapkan rasa untuk anak kecil seperti Sean. Ayolah, usia mereka terpaut empat tahun. Sean masih berusia lima belas saat Namu merasakan adanya debar tak tahu etika dalam dadanya.
Saat pertemuannya dengan Sean di hari ulang tahun Junggo, Namu rasanya ingin menangis haru. Ada rasa rindu serta ingin memeluk yang begitu besar. Begitu sulit saat mengetahui yang didamba justru sedang mendamba yang lain. Namu tidak bodoh untuk menyadari bahwa perasaan Sean pada Junggo itu besar. Namanya juga cinta pertama. Gadis yang ia cintai dalam diam justru menyimpan cinta yang besar pada orang lain. Sesak sekali.
Saat ia berbicara dengan Sean, binar manik gadisnya yang seterang kartika hanya menatap pada satu objek saja. Namu ibarat angin lalu. Meskipun tahu bahwa rasanya tak berbalas, Namu tetaplah Namu yang akan datang pada Sean setelah selesai bersepeda, lalu memberikan satu kantung plastik berisi es krim dan berteriak, 'An, aku beli ini saat bersepeda tadi. Ada rasa matcha, ayo makan bersama.'
Namu tetaplah Namu yang akan menghubungi Sean dan menanyakan, 'Ada cerita apa hari ini?' Jika ingin egois, sepertinya Namu jauh lebih mengenal Sean dengan baik daripada Junggo. Jauh lebih paham akan kondisi dan perasaan Sean, jauh lebih mengerti apa saja keinginan Sean. Di sini jelas hanya Namu yang berharap lebih akan status keduanya, meskipun tahu semua akan berakhir sama.
Namu benci melantunkan kalimat—Sean itu milik Junggo, Sean itu cintanya Junggo, Sean itu segalanya buat Junggo. Segala hal yang berhubungan dengan Sean, pasti selalu ada Junggo di dalamnya. Padahal Junggo tidak pernah meletakkan perasaannya pada Sean. Tidak adil, kan?
"Aku mau mampir ke salon dulu boleh, tidak? Mau mengganti warna kuku."
Seketika ingatan itu buyar, Namu yang bersisian dengan Sean sambil menenteng goodie bag berisi makanan ringan, langsung menoleh. Ya ampun, apa yang aku pikirkan?
"Boleh, mau diganti warna apa?"
"Mungkin merah muda, hehe." Sean terkekeh, lalu sedetik kemudian berkata, "Eh, mungkin biru atau merah terang. Yang bagus apa, ya?"
Hari ini mereka sepakat untuk menghabiskan waktu bersama. Hitung-hitung sebagai refreshing agar pikiran keduanya jauh lebih tenang. Tadinya Namu ingin mengajak Sean bersepeda, mengelilingi taman kota sambil makan es krim, tapi Sean minta untuk diajak ke pusat belanja saja. Jadilah mereka seperti kencan begini, berdiri sambil bergandengan tangan dan melihat semua hal yang ada di dalam sana.
Tiap kali Namu menawarkan sesuatu pada Sean, gadis itu hanya menggeleng. Belum lapar, nanti saja. Aku tidak mau itu, nanti deh. Kalau mau nanti aku bilang. Tidak mau belanja ini, masih mau berkeliling. Begitu saja terus jawaban Sean. Namu sampai pusing harus bicara apa lagi. Diajak bermain ke time zone juga Sean tidak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔
Fiksi PenggemarJunggo, si kapten basket itu sulit sekali didekati. Kerjaannya saja yang gemar tebar pesona, tapi tidak mau bertanggung jawab. Sampai disumpahi bahwa akan ada satu perempuan yang tidak menyukainya. Hei, Junggo itu idola kampus, penggemarnya banyak...