Mata itu digenangi kabut tipis yang kelabu. Sekali berkedip, cairan yang menyelimutinya akan menetes dan terjatuh. Junggo melihat itu. Sepasang galaksi yang membuatnya jatuh cinta hingga sedalam ini, tengah mati-matian menahan lesakan air mata.Ia paham mengapa Keira merasa terasingi, merasa dijauhi, merasa tak dianggap. Kehadiran Sean memang menyita cukup banyak waktunya. Gadis itu memang mempengaruhi Junggo kelewat hebat. Gadis yang sama yang bisa mengendalikan perasaannya, membolak-balik isi hatinya.
Namun, di sini ada Keira. Gadisnya yang terluka. Junggo tidak tahu harus bersikap bagaimana saat dihadapkan dengan situasi seperti ini. Junggo bukanlah Taekyung yang sudah terbiasa bergaul dengan wanita dan tahu bagaimana cara menghadapi makhluk sejenisnya. Junggo juga bukan Jimmy yang tahu karakter setiap gadis dan bisa dengan mudah menenangkan serta menghibur.
Junggo tidak sehebat itu. Maksudnya, belum.
"Sebenarnya apa hubungan kita, Jung? Kau menganggapku apa selama ini?"
"Kau bicara apa, Kei? Kenapa kau bisa berpikir begitu?"
Keira tak lagi menyembunyikan dirinya. Ia harus bergerak atau nanti akan dikalahkan. "Sean sebenarnya siapa? Kekasihmu? Selama ini kau hanya menganggapku pelampiasanmu karena tak bisa bercumbu dengan kekasihmu? Sebenarnya apa maumu? Kenapa kau mendekatiku jika tujuanmu hanya untuk menyakitiku?"
Aksara yang melirih itu membuat Junggo membeku. Ia mungkin salah karena mengabaikan Keira setelah kehadiran Sean. Hubungan mereka baik-baik saja tadinya, tetapi mendadak berubah dan tak tahu arah begini. Junggo bahkan tak bisa membagi perasaannya. Ia menyayangi keduanya, tetapi Sean berada di urutan teratas.
"Aku bahkan tak pernah berniat menyakitimu, Kei. Kau salah paham."
Keira menatap Junggo lama. Menyelami bagaimana obsidian sang pemuda yang kerap memandangnya bak permata kini meredup layaknya telah menemukan berlian yang baru. Keira bisa melihat dengan jelas betapa bahagianya Junggo saat kehadiran Sean waktu itu. Saat tawa manis menguar begitu lebar dari bilah bibir Junggo, saat tangan yang biasanya digunakan untuk menggenggam jemarinya kini justru menggenggam jemari lain yang lebih mungil darinya. Saat sepasang manik itu kini berbinar jauh lebih terang saat menatap gadis lain yang bukan dirinya.
Ia muak jika harus memendam, ia ingin menangis dan berteriak. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Keira tak bisa melakukan itu, ia tak kuat jika harus menumpahkan kekesalannya begitu saja. Ah, urusan hati memang merepotkan.
"Kau berubah setelah kehadiran gadis itu, Jung."
Junggo menggeleng cepat. "Tidak, kau hanya tak mengerti, Kei."
"Bagaimana aku bisa mengerti kalau kau tak mau menjelaskan? Kak Yungi bilang Sean berada di urutan teratas dan menjadi prioritasmu. Dia juga bilang kalau aku tak lebih baik daripada Sean. Tetapi kenapa? Apa alasannya?!"
Pemandangan Keira yang menangis itu langsung membuat Junggo terenyuh. Ini pertama kalinya Keira menangis di depannya. Bodohnya, ia juga alasannya menangis.
"Maafkan aku, Kei." Junggo berusaha menarik tangan Keira yang menutupi wajahnya. Embus angin sore itu meniupkan surai karamel sang gadis dan membuatnya basah saat menyentuh wajah.
Junggo menggenggam jemari itu erat saat berhasil menariknya. "Sekarang jangan menangis ya, aku mohon."
Pemuda itu berinisiatif untuk mendekat. Junggo mengambil tempat di depan Keira, berlutut seraya menggenggam tangan Keira di atas paha sang gadis sementara tangan lainnya bertugas untuk menyeka air matanya.
"Hei, apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu berhenti menangis, hm? Aku mohon maafkan aku, Kei." Junggo berujar selembut mungkin.
Sadar bahwa ia adalah sumber masalah di sini, maka Junggo tak memiliki hal lain yang bisa diucapkan selain maaf dan berusaha sebaik mungkin menghibur gadis di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔
FanfictionJunggo, si kapten basket itu sulit sekali didekati. Kerjaannya saja yang gemar tebar pesona, tapi tidak mau bertanggung jawab. Sampai disumpahi bahwa akan ada satu perempuan yang tidak menyukainya. Hei, Junggo itu idola kampus, penggemarnya banyak...